BAB
II
ISI
A. Pengertian
Remaja, Pertumbuhan dan Perkembangan, Ciri-Ciri Remaja, dan Perkembangan Masa
Remaja dalam Berbagai Aspek.
1.
Pengertian
Remaja
Remaja
berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup
kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992).
Hal
senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene)
diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa
yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Fase remaja adalah masa transisi atau peralihan dari
akhir masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dengan demikian, pola pikir dan
tingkah lakunya merupakan peralihan dari anak-anak menjadi orang dewasa
(Damaiyanti, 2008).
Menurut
Dorland (2011), “remaja atau adolescence adalah periode di antara pubertas dan
selesainya pertumbuhan fisik, secara kasar mulai dari usia 11 sampai 19 tahun”.
Menurut
Sigmund Freud (1856-1939), dalam Sunaryo (2004:44) mengatakan bahwa fase remaja
yang berlangsung dari usia 12-13 tahun hingga 20 tahun.
Masa remaja
merupakan masa pencarian jati diri seseorang dalam rentang masa kanak-kanak
sampai masa dewasa. Pada masa ini, pola pikir dan tingkah laku remaja sangat
berbeda pada saat masih kanak-kanak. Hubungan dengan kelompok (teman sebaya)
lebih erat dibandingkan hubungan dengan orang tua.
Remaja
didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.
Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan,
biasanya mulai dari usia 14 pada pria dan usia 12 pada wanita. Batasan remaja
dalam hal ini adalah usia 10 tahun s/d 19 tahun menurut klasifikasi World
Health Organization (WHO)..“Remaja”. Kata itu menurut remaja sendiri adalah
kelompok minoritas yang punya warna tersendiri,
yang punya “dunia” tersendiri yang sukar dijamah oleh orang tua. Kata
remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere (kata bendanya, adolescentia
yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah
adolescence mempunyai arti yang cukup luas: mencakup kematangan mental,
emosional, sosial, dan fisik. ( Piaget ). Dengan mengatakan poin-poin sebagai
berikut secara psikologis masa remaja :
1. Usia dimana
individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa.
2. Usia dimana
anak tidak merasa dibawah tingkat orang –orang yang lebih tua melainkan berada
pada tingkatan yang sama, sekurang –kurangnya masalah hak.
3. Integrasi
dalam masyarakat dewasa mempunyai banyalah aspek afektif.
4. Kurang lebih
berhubungan dengan masa puber.
5. Transformasi
intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai
integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa.
Fase remaja
merupakan perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan
matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut
Konpka (Pikunas, 1976) masa remaja ini meliputi
(a) remaja awal:
12-15 tahun;
(b) remaja
madya: 15-18 tahun;
(c) remaja
akhir: 19-22 tahun.
Sementara
Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung
(dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat
seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan
isu-isu moral.
Dalam budaya
Amerika, periode remaja ini dipandang sebagai “Strom dan Stress”, frustasi dan
penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta,
dan perasaan teralineasi (tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang
dewasa (Lustin Pikunas, 1976).
2. Pengertian Pertumbuhan dan
Perkembangan
Pertumbuhan
dapat didefinisikan sebagai proses perubahan fisiologis yang bersifat progresif
dan kontinu serta berlangsung dalam periode tertentu. Oleh karena itu dari
hasil pertumbuhan adalah bertambahnya berat, panjang atau tinggi badan, tulang
dan otot-otot menjadi lebih kuat, lingkar tubuh menjadi lebih besar, dan organ
tubuh menjadi lebih sempurna. Pada akhirnya pertumbuhan ini mencapai titik
akhir, yang berarti bahwa pertumbuhan
selesai. Bahkan pada usia tertentu, misalnya usia lanjut, justru ada
bagian-bagian fisik tertentu yang mengalami penurunan dan pengurangan.
Sedangkan
perkembangan lebih mengacu kepada perubahan karakteristik yang khas dari
gejala-gejala psikologis ke arah yang lebih maju. Para ahli psikologi pada
umumnya merujuk pada pengertian perkembangan sebagai suatu proses perubahan
yang bersifat progresif dan menyebabkan tercapainya kemampuan dan karakteristik
psikis yang baru. Perubahan seperti itu tidak lepas dari perubahan yang terjadi
pada struktur biologis, meskipun tidak semua perubahan kemampuan dan sifat
psikis dipengaruhi oleh perubahan struktur biologis.
3.
Ciri-ciri Masa Remaja
Menurut
Hurlock, remaja memiliki ciri-ciri khusus yang spesifik dalam diri seorang
remaja, yaitu :
· Masa Remaja sebagai Periode yang
Penting
Meskipun
semua periode adalah penting, tetapi kadar kepentingan usia remaja cukup tinggi
mengingat dalam periode ini begitu besar pengaruh fisik dan psikis membentuk
kepribadian manusia. Periode ini membentuk pengaruh paling besar terhadap fisik
dan psikis manusia sepanjang hayatnya kelak.
· Masa Remaja sebagai Periode
Peralihan
Peralihan
bukan berari terputusnya suatu rangkaian sebelumnya dengan rangkaian
berikutnya. Peralihan lebih menuju pada arti sebuah jembatan pergantian atau
tahapan antara dua titik. Titik ini juga bisa disebut titik rawan periode
manusia, di mana dalam titik ini terbuka peluang untuk selamat atau tidaknya
pola pikir dan pola sikap manusia sebagai pelaku peralihan itu sendiri.
Peralihan ini dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Tidak dikatakan masa
kanak-kanak yang penuh masa-masa bermain-main, tetapi juga tidak masa dewasa,
yang penuh kematangan dalam pemikiran dan tingkah laku.
· Masa remaja sebagai periode
perubahan
Tingkat
perubahan tingkah laku remaja sama dengan perubahan fisiknya. Ada lima
perubahan yang bersifat universal :
a. Meningginya emosi
b. Perubahan tubuh
c. Perubahan minat dan peran dalam
pergaulan sosial
d. Perubahan pola nilai-nilai yang
dianutnya
e. Perubahan yang ambivalen, di mana
masa remaja biasanya menginginkan perubahan, tetapi secara mental belum ada
kesadaran tanggungjawab atas keinginannya sendiri.
· Masa remaja sebagai usia bermasalah
Masa
remaja memiliki masalah yang sulit di atasi, disebabkan adanya kebiasaan
penyelesaian masalah dalam masa sebelumnya yaitu masa kanak-kanak oleh orang
tua dan guru sehingga remaja kurang memiliki pengalaman dalam menyelesaikan
setiap masalahnya. Oleh karena dalam penyelesaian masalahnya remaja kurang
siap, maka kadangkala tidak mencapai keberhasilan yang memuaskan, sehingga
kegagalan tersebut bisa berakibat tragis.
· Masa remaja sebagai masa mencari
identitas
Salah
satu cara untuk menampilkan identitas diri agar diakui oleh teman sebayanya
atau lingkungan pergaulannya, biasanya menggunakan simbol status dalam bentuk
kemewahan atau kebanggan lainnya yang bisa mendapatkan dirinya diperhatikan
atau tampil berbeda dan individualis di depan umum.
· Masa remaja sebagai usia yang
menimbulkan ketakutan
Sebagaimana
disampaikan oleh Majeres yang dikutip oleh Hurlock dalam Psikologi Perkembangan
(2009:208), disebutkan bahwa “banyak anggapan popular tentang remaja yang
mempunyai arti yang bernilai, dan sayangnya, banyak yang bersifat negatif”. Ini
gambaran bahwa usia remaja merupakan usia yang membawa kekhawatiran dan ketakutan
para orang tua. Stereotip ini memberikan dampak pada pendalaman pribadi
dan sikap remaja terahadap dirinya sendiri.
· Masa remaja sebagai masa yang tidak
realistik
Berbagai
harapan dan imajinasi yang tidak masuk di akal seringkali menghias pemikiran
dan cita-cita kaum remaja. Ambisi melintasi logika tersebut tidak dapat
dikendalikan dan selalu ada dalam pengalaman hidup perkembangan psikologi
remaja. Ia melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang dicita-citakan dan
diinginkan, bukan sebagaimana adanya di alam nyata.
· Masa remaja sebagai ambang masa
dewasa
Kebiasaanya
di masa kanak-kanak, ternyata masih juga kadang terbawa di usia remaja ini, dan
teramat sukar untuk menghapusnya. Sementara usianya yang menjelang dewasa
menuntut untuk meninggalkan kebiasaan yang melekat di usia kanak-kanak
tersebut. Menyikapi kondisi ini, kadangkala untuk menunjukkan bahwa dirinya
sudah dewasa dan sudah siap menjadi dewasa, mereka bertingkahlaku yang
meniru-niru sebagaimana orang dewasa di sekitarnya bertingkahlaku, bisa
tingkahlaku positif dan bisa negatif.
4.
Perkembangan Fisik Masa Remaja
Perkembangan fisik masa remaja
sebenarnya berkaitan erat dengan pubertas. Jadi, dapat dibilang masa
perkembangamn fisik remaja adalah masa pubertas. Menurut Hurlock (1981) remaja adalah
mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan
usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003)
usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang
diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama,
tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga
dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.
Masa
remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Bukan hanya dalam artian
psikologis, tetapi juga fisik. Bahkan, perubahan-perubahan fisik yang terjadi
itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja.Pertumbuhan fisik masih jauh dari sempurna
pada saat masa pubertas berakhir, dan juga belum sepenuhnya sempurna pada akhir
masa awal remaja. Terdapat penurunan
dalam laju pertumbuhan dan perkembangan internal lebih menonjol daripada
perkembangan eksternal. Hal ini tidak mudah diamati dan diketahui.
Pubertas
sendiri
berasal dari bahasa latin, yaitu puberatum yang mempunyai arti usia kematangan atau kedewasaan. Masa
pubertas dalam kehidupan kita biasanya dimulai saat berumur delapan hingga
sepuluh tahun dan berakhir lebih kurang di usia 15 hingga 16 tahun. Pada masa
ini memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat. Pada wanita pubertas ditandai dengan menstruasi pertama (menarche),
sedangkan pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah.
Beberapa
pengertian pubertas menurut para ahli, yaitu:
• Menurut Prawirohardjo (1999: 127) pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.
• Menurut Soetjiningsih (2004: 134) pubertas adalah suatu periode perubahan dari tidak matang menjadi matang.
• Menurut Monks (2002: 263) pubertas
adalah berasal dari kata puber yaitu pubescere yang artinya mendapat
pubes atau rambut kemaluan,
yaitu suatu tanda kelamin
sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual.
• Menurut Root dalam Hurlock (2004) Pubertas merupakan suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi kematangan alat–alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi.
Dari
beberapa pengertian tersebut, pengertian pubertas secara umum adalah pubertas adalah masa ketika seorang
anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi
seksual.
Ciri-Ciri Pubertas
· Sebagai
periode tumpang tindih (overlapping period)
Karena
mencakup tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa
remaja.Sampai anak matang secara seksual, anak dikenal sebagai “anak puber”.
Setelah matang secara seksual, anak dikenal sebagai remaja.
· Sebagai
periode yang singkat
Dikatakan
periode yang singkat karena berlangsung sekitar 2 sampai 4 tahun.Anak yang
mengalami masa puber selama dua tahun atau kurang, dianggap anak yang “cepat
matang”, sedangkan yang membutuhkan waktu 3-4 tahun, dianggap anak yang “lambat
matang”.Anak perempuan lebih cepat matang dari pada anak laki-laki.
· Sebagai
periode masa pertumbuhan dan perubahan yang pesat
Periode
yang lain adalah pada masa prenatal. Perubahan-perubahan yang pesat terjadi
selama masa puber menimbulkan keraguan, perasaan tidak mampu dan tidak aman,
dan kebanyakan memperlihatkan perilaku yang kurang baik.
· Sebagai
masa negatif
Karena
individu mengambil sikap “anti” terhadap kehidupan atau kelihatannya kehilangan
sifat-sifat baik yang sebelumnya sudah berkembang.
Batasan-Batasan Masa
Pubertas
Menurut Hurlock, batasan usia
pubertas adalah :
Laki-laki : 12 – 16 Tahun
Perempuan : 11 – 15/16 Tahun
Batasan masa pubertas
berdasarkan periode:
a) Pre
pubertas
Awal pubertas, tumpang
tindih dengan akhir masa anak-anak.
Ciri: Adanya perubahan
fisik yang mulai berkembang, tetapi alat reproduksi belum matang.
b) Usia
anak Pubertas
Terdapat pada batas
usia anak sampai remaja
Ciri: Alat reproduksi
sudah mulai matang, tetapi perkembangan badan belum sempurna.
Biasanya ditandai
dengan:
- Pada Wanita :
Haid pertama
- Pada laki-laki :
Wet dream
Biasanya dikatakan sebagai kriteria
pubertas
c) Pasca
Pubertas
Akhir pubertas :
biasanya organ-organ seksual mulai matang dan berfungsi ciri-ciri kelamin
sekunder (perubahan badan sudah berkembang).
1. Variasi
dalam perubahan fisik
Perubahan
fisik belum sempurna pada masa remaja hingga masa remaja akhir.Terdapat
penurunan dalam laju pertumbuhan dan perkembangan internal lebih menonjol
daripada perkembangan eksternal.
Seperti pada semua usia, dalam perubahan fisik
juga terdapat perbedaan individual. Perbedaan seks sangat jelas.Meskipun anak
laki-laki memulai pertumbuhan pesatnya lebih lambat daripada anak perempuan,
pertumbuhan laki-laki berlangsung lebih lama, sehingga pada saat matang
biasanya laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Perbedaan individual juga
dipengaruhu oleh usia kematangan. Anak yang matangnya terlambat memiliki bahu
lebih lebar, tungkai kaki lebih ramping. Secara singkat,
Muss membuat urutan perubahan-perubahan fisik pada remaja sebagai berikut:
Perempuan
|
Laki-laki
|
1. Pertumbuhan tulang-tulang
2. Pertumbuhan payudara
3. Tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna
gelap dikemaluan
4. Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yag
maksimal setiap tahunnya
5. Haid
6. Tumbuh bulu-bulu ketiak
|
1. Pertumbuhan tulang-tulang
2. Testis membesar
3. Awal perubahan suara
4. Ejakulasi
5. Pertumbuhan tinggi badan
6. Tumbuh jenggot, dan kumis
7. Tumbuh bulu ketiak
8. Akhir perubahan suara
9. Tumbuh bulu didada
|
a.
Perubahan
Eksternal :
a)
Tinggi
Rata-rata anak perempuan mencapai
tinggi yang matang antara usia 17 dan 18 tahun, dan rata-rata anak laki-laki 18
dan 19 tahun. Anak yang pada masa bayi diberi imunisasi biasanya lebih tinggi.
b)
Berat
Pertumbuhan berat badan bertambah
seiring dengan tinggi badan. Tetapi berat badan sekarang mengarah ke
bagian-bagian badan yang kurang atau bahkan tidak ada lemak sama sekali.
c)
Poporsi
Tubuh
Berbagai anggota tubuh lambat laun
mencapai perbandingan tubuh yang baik, seperti badan melebar dan memanjang
sehingga anggota badan tidak lagi kelihatan terlalu panjang.
d)
Organ
Seks (karakteristik seks primer)
Adalah organ yang berkaitan
langsung dengan reproduksi, yang membesar dan matang sepanjang masa remaja.Pada
wanita, organ reproduksi adalah indung telur, tuba falopi, uterus, dan vagina;
pada pria, terdapat testis, penis, skrotum, seminal vesicle, dan kelenjar
prostat.Baik organ seks pria maupun wanita mencapai ukuran yang matang pada
akhir masa remaja akhir, tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun
kemudian.Pada anak laki-laki, sinyal pertama pubertas adalah pertumbuhan testis
dan skrotum.Pada anak perempuan, terjadinya menstruasi.
e)
Ciri-ciri
Seks Primer dan Sekunder
Yaitu sinyal fisiologis kematangan
seksual yang tidak berkaitan dengan organ seks.Misalnya, payudara wanita, dan
lebar bahu pada pria. Karakteristik
seks sekunder lainnya adalah perubahan suara dan tekstur kulit, perkembangan
muscular, dan pertumbuhan pubic, rambut wajah, ketiak, dan tubuh.
b.
Perubahan
Internal :
a)
Sistem
Pencernaan
Perut menjadi lebih panjang
dan tidak lagi berbentuk pipa, usus bertambah panjang dan bertambah besar,
otot-otot di perut dan dinding usus menjadi lebih tebal dan lebih kuat, hati
bertambah berat dan kerongkongan bertambah panjang.
b)
Sistem
Peredaran Darah
Jantung tumbuh pesat selama
masa remaja, pada usia 17 atau 18, beratnya 12 kali lipat berat waktu lahir,
panjang dan tebal dinding pembuluh darah meningkat dan mencapai tingkat
kematangan bilamana jantung sudah matang.
c)
Sistem
Pernapasan
Kapasitas paru-paru
anak permpuan hampir matang pada usia 17 thun;
d)
Sistem
Endrokin
Kegiatan gonad yang
meningkat pada masa puber menyebabkan ketidak seimbangan sementara dari seluruh
sistem endokrin pada masa awal masa puber.Kelenjar-kelenjar seks berkembang
pesat dan berfungsi, meskipun belum mencapai ukuran matang sampai akhir masa
remaja atau awal masa dewasa.
e)
Jaringan
Tubuh
Perkembangan kerangka
berhenti rata-rata pada usia 18. Jaringan selain tulang terus berkembang sampai
tulang mencapai ukuran matang, khususnya bagi perkembangan jaringan otot.
5.
Perkembangan
Kognitif Masa
Remaja
1. Aspek
dari Kematangan Kognitif
Walaupun masa remaja memiliki banyak resiko,
kebanyakan remaja dapat melewati masa ini dengan matang. Perkembangan kognitif
mereka juga terus berlanjut. Remaja tidak hanya berpenampilan berbeda dengan
anak-anak tetapi cara berpikir juga berbeda. Walaupun mungkin cara berpikir
belum matang, banyak yang mampu untuk berpikir secara abstrak dan memiliki
penilaian moral yang canggih serta dapat merencanakan masa depan dengan lebih
realistis.
A. Tahap Operasional Formal dari
Piaget
Tahap operasional formal merupakan
tahap keempat dan terakhir dari teori perkembangan kognitif oleh Piaget, yang
dicirikan oleh kemampuan mereka untuk berpikir secara abstrak. Tahap ini
dimulai dari usia 11 sampai 15 tahun. Pada tahap ini, remaja tidak lagi
terbatas pada pengalaman nyata dan konkret sebagai landasan berfikirnya.
Namun, remaja sudah mampu untuk
membayangkan suatu situasi yang dapat ia jalani atau berupa kemungkinan yang
dapat terjadi nantinya pada mereka. Kualitas abstrak dari pemikiran remaja pada
tahap ini dapat di buktikan lewat pemecahan masalah mereka secara verbal.
Selain pemikiran yang abstrak, remaja pada tahap ini muncul juga pemikiran yang
penuh dengan idealism dan kemungkinan-kemungkinan.
Hypothetical-Deductive
Reasoning.
Hypothetical-deductive
reasoning membuat remaja dapat mengembangkan hipotesis dan mendesain eksperimen
untuk membuktikannya, serta memberikan perangkat untuk memecahkan masalah.
Yang membuat perubahan dari tahap
operasional konkret jadi operasi formal adalah adanya kombinasi kematangan otak
dan perluasan peluang lingkungan. Walaupun perkembangan neurologis remaja telah
cukup untuk melakukan penalaran formal, mereka hanya dapat mencapainya dengan
stimulus yang tepat. Salah satu contohnya adalah melalui usaha kooperatif.
2. Tahap
awal operasional formal
Tahap ini dimulai dari usia 11
sampai 15 tahun, dimana terjadi peningkatan kemampuan remaja untuk berfikir
dengan menggunakan hipotesis membuat mereka mampu berfikir bebas dengan
kemungkinan tak terbatas. Selain itu, cara berfikir operasional formal mereka
juga dapat mengalahkan realitas, dan terlalu banyak terjadi asimilasi sehingga
dunia dipersepsi secara subjektif dan idealistis. Tahap operasional formal ini
terdiri dari empat aspek utama dari pemikiran manusia itu sendiri, yaitu
pemikiran abstrak, logika, metakognisi, dan penalaran hipotesis.
• Pemikiran
Abstrak
Pemikiran yang memungkinkan suatu
realitas untuk diwakili oleh symbol-simbol yang dapat dimanipulasi secara
mental. Demokrasi merupakan salah satu bentuk dari tindakan yang abstrak.
Pemikiran abstrak ini dapat juga dilakukan pada proses pembelajaran, yakni
dengan memungkinkan realitas tersebut diwakilkan oleh suatu symbol-simbol.
• Logika
Berfikir berdasarkan logika dapat
membuat remaja hidup lebih secara teratur dan sistematis.
• Metakognisi
Metakognisi ini memiliki konsep
“berfikir tentang pemikiran”, yakni konsep untuk mampu menganalisis pemikiran
dan hal yang mereka lakukan sendiri untuk dapat menumbuhkan rasa percaya diri
serta dapat menjadi motivasi bagi diri mereka sendiri.
• Penalaran hipotesis
Kemampuan untuk menarik kesimpulan
sendiri terhadap suatu kejadian yang terjadi berdasarkan hipotesis yang pernah
dibuatnya. Dengan penalaran hipotesis ini juga dapat memungkinkan remaja
berfikir lebih focus terhadap masalah yang dialaminya bahkan dengan kenyataan
yang sekedarnya.
2.
Tahap akhir Operasional Formal
Tahap ini dimulai dari usia 15
sampai 19 tahun yang merupakan pase kedua operasional formal, dan merupakan
pengembangan dari logika proporsional, pola pemikiranindividu, dan kemampuan
untuk memahami sistem simbol sehingga dapat menyeimbangkan initelektualnya.
• Pemikiran Abstrak
Pada tahapan ini, remaja semakin
memungkinkan untuk menangani masalah
system symbol terhadap realitas kehidupan, bahkan mereka juga mampu untuk
menemukan masalah yang ada. Banyak pemuda sekarang, menjadi mampu memahami
kartun politik dan simbolisme agama.
• Logika
Remaja jauh lebih mengetahui tujuan
dari disiplin dan mampu menguasai kondisi disiplin tersebut, sehingga tahap ini
disebut juga sebagai logika proporsional.
• Metakognisi
Pada tahap ini mereka menjadi lebih
baik untuk menganalisis proses berpikir mereka saat bekerja melalui masalah.
Remaja mulai melihat tren atau pola dalam pemikiran merekadan belajar untuk
melakukan kompensasi bagi dirinya.
• Penalaran Hipotesis
Pada tahap ini, banyak remaja mampu
berpikir seperti seorang ilmuwan. Mereka mampu membuat rencana untuk memecahkan
masalah, cenderung untuk menyelidiki lebih dari satu sumber data, dan dapat
memikirkan beberapa kemungkinan penyebab. Mereka jugamampu melakukan studi
dengan sedikit atau tanpa prasangka terhadap hasilnya dan mampumenerapkan
aturan logika, sehingga lebih baik dalam mencari solusi pada masalah mereka.
2. Karakteristik
ketidakmatangan pemikiran remaja
Dalam beberapa hal pemikiran remaja
tampaknya belum matang. Mereka tampak kasar terhadap orang dewasa, memiliki
masalah dalam mengambil keputusan, dan sering berperilaku seakan-akan dunia
milik mereka. Menurut psikolog David Elkind (1984, 1998), ketidakmatangan
pemikiran remaja tersebut berasal dari kurangnya pengalaman remaja dalam usaha
untuk berpikir formal. Cara berpikir ini kemudian mengubah cara mereka
memandang dirinya sendiri dan dunia mereka, mereka tidak terbiasa dengan
perubahan tubuh mereka, dan terkadang merasa canggung dalam mengguanakannya.
ketika mereka mencoba kekuatan baru mereka, mereka kadang-kadang tersandung,
seperti bayi belajar berjalan.
Ketidakmatangan berpikir ini dapat
dilihat dari enam karakteristik, yaitu:
1.
Idealisme
dan mudah mengkritik, saat remaja memimpikan dunia yang ideal,mereka menyadari
seberapa berbedanya dunia nyata dengan yang mereka mimpikan dimana mereka
menganggap orang dewasa yang bertanggung jawabatas keberadaannya, tidak sesuai
dengan yang mereka pikirkan. Mereka yakin bahwamereka tahu lebih baik daripada
orang dewasa bagaimana menjalankan dunia, pada masa ini mereka sering
mencari-cari kesalahan orang tua mereka.
2.
Sifat argumentatif, remaja terus-menerus
mencari peluang untuk mencoba dan menunjukkan kemampuan penalaran mereka.
mereka sering menjadi argumentatifkarena mereka menyusun fakta dan logika untuk
membangun kasus untuk, misalnya, tidur lebih laryt dibandingkan dengan pendapat
orang tua mereka.
3. Sulit
untuk memutuskan sesuatu, Remaja dapat memikirkan banyak alternatif di
pikirannya dalam waktu yang sama, tetapi kurang memiliki strategi yang efektif
untuk memilih. Mereka mungkin bermasalah untuk mengambil keputusan, bahkan
tentang hal-hal ynag sederhana, misalnya pergi ke mall dengan teman atau
mengerjakan tugas sekolah.
4. Kemunafikan
yang tampak nyata, remaja muda sering tidak mengenali perbedaan antara
mengekspresikan ideal, seperti konservasi energi, dan membuat pengorbanan yang diperlukan untuk hidup
sampai itu, seperti mengurangi mengendarai mobil.
5. Kesadaran
diri, remaja yang berada pada tahap operasional formal dapat berpikir tentang
berpikir-baik mengenai mereka sendiri maupun orang lain.Namun, dalam keasyikan
mereka dengan kondisi mental mereka sendiri, remajasering menganggap orang lain
berpikiran sama dengan meraka: diri mereka sendiri.seorang gadis remajamungkin
malu jika dia memakai "gaun yang salah" ke pesta, mereka berpikir
bahwa semua orang pasti melihat kearahnya dengan pandangan ragu. Elkind
menyebut kesadaran diri ini sebagai imaginery audience,konseptualisasi
"pengamat" yang peduli dengan pikiran dan perilaku remaja tersebut
seperti dirinya sendiri. fantasi imajiney audience sangat kuat pada remaja awal
tetapi berlanjut ke tingkat yang lebih rendah ke dalam kehidupan dewasa.
6. Keistimewaan
dan kekuatan, Elkind menggunakan istilah dari personal fableuntuk menunjukkan
kepercayaan oleh remaja bahwa mereka istimewa, itupengalaman mereka adalah
unik, dan bahwa mereka tidak tunduk pada aturan-aturan yang mengatur seluruh
dunia (belum ada yang seperti sangat cinta sebagaisaya). menurut Elkind, bentuk
khusus egosentrisme mendasari banyak perilakuberisiko yang merusak diri.
seperti imaginary audience, personal fable berlanjut samapi dewasa.
3. Perubahan
pemrosesan informasi pada remaja
Terdapat dua kategori perubahan
pada kognisi remaja, yaitu:
1. Perubahan struktural
Perubahaan struktural pada remaja
meliputi (1) perubahan kapasitas pemrosesan informasi dan (2) peningkatan jumlah pengetahuan yang disimpan
di long term memori.
Informasi yang disimpan di long
term memori terdiri dari: deklarative, procedural, atau conceptual. Pengetahuan
deklarative berisi tentang semua pengetahuan faktual yang diperoleh seseorang,
misalnya mengetahui bahwa Jakarta adalah ibukota Indonesia. Pengetahuan
procedural berisi semua skill atau keahlian yang diperoleh seseorang, misalnya
pengetahuan tentang bagaimana cara mengendarai sepeda motor. Pengetahuan
conceptual berisi tentang pemahaman mengapa suatu kejadian terjadi, misalanya
mengapa persamaan aljabar tetap benar jika jumlah yang sama yang ditambahkan
atau disubtitusikan dari kedua belah pihak.
2. Perubahan fungsional
Proses memperoleh, menangani dan
menyimpan informasi merupakan aspek fungsional dari kognisi. Diantaranya
termasuk belajar, mengingat, menalar dan pembuatan keputusan. Penalaran
matematika, spasial, dan sains merupakan beberapa proses fungsional yang
cenderung berubah saat remaja.
Remaja secara bertahap menjadi
lebih mahir dalam mengambil keputusan, menjelaskan alasannya, dan menguji
hipotesis, terutama jika hal tersebut dikenal dan benar.
Perubahan pengamatan dalam situasi
laboratorium tidak selalu membawa kekehidupan nyata, di mana perilaku sebagian
tergantung pada motivasi dan regulasi emosi. Banyak remaja ynag lebih tua
membuat keputusan yang miris mengenai dunia nyata dibandingkan dengan remaja yang
lebih muda.
4. Perkembangan
bahasa
Pada
usia 16-18 tahun, orang-orang pada umumnya menguasai sekitar 80,000 kata
(Owens, 1996). Dengan munculnya pemikiran formal, remaja dapat mendefinisikan
beberapa kata abstrak seperti cinta, keadilan, dan kebijaksanaan. Mereka lebih
sering menggunakan kata-kata seperti bagaimanapun, oleh karena itu, sebalinya
dan kemungkinan untuk menyatakan relasi logis antara dua kalimat. Mereka
menjadi lebih peka terhadap kata sebagai simbol yang bisa memiliki makna yang
lebih dari satu. Mereka juga menggunakan ironi,permainan kata, metafora (Owens,
1996).
Remaja juga menjadi lebih ahli dalam
pengambilan perspektif social, yaitu kemampuan untuk memahamii sudut pandang
dan level pengetahuan orang lain serta berbicara dengan sesuai. Kemampuan ini
adalah esensial untuk ikut serta dalam suatu percakapan. Sadar akan audience
mereka, remaja berbicara dalam bahasa ynag berbeda antara teman sebaya dan yang
lebih tua (Owens, 1996). Bahasa pergaulan remaja merupakan bagian dari proses
perkembangan identitas pribadi yang terpisah dari orang tua dan dunia orang
dewasa.
6.
Perkembangan Moral Masa Remaja
Salah
satu pandangan yang cukup propokatif mengenai perkembangan moral dikemukakan
oleh Lawrence Kholberg.Kohlberg melihat remaja sebagai suatu masa yang sangat
penting dalam perkembangan penalaran moral dikarenakan perubahan kognisi
seperti yang dikemukakan oleh Piaget. Kholberg mempelajari penalaran moral
dengan meminta para remaja untuk memecahkan masalah dilema moral. Dilema moralmerupakan cerita yang dibuat
Kholberg untuk mencari tahu sifat dasar panalaran moral. Berikut adalah masalah
dilemma moral yang sangat populer yaitu ‘Heinz Dilemma’ :
Seorang
wanita yang tengah mendekati kematiannya karena penyakit kanker. Seorang
apoteker menemukan suatu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkan dirinya.
Untuk membuat obat tersebut dibutuhkan biaya yang sangat tinggi, oleh karena
itu si apoteker meminta bayaran 10 kali lipat dari harga yang sebenarnya.
Apoteker itu memerlukan $2,00 untuk membuat
obat tersebut lalu ia meminta bayaran $2,000 untuk dosis yang kecil. Suami
wanita yang sakit itu, Heinz, mendatangi semua orang yang ia kenal untuk
meminjam uang, tetapi Heinz hanya memperolah $1,000. Heinz mengatakan kepada
apoteker tersebut bahwa istrinya sedang sekarat dan memintanya agar bersedia
menjual obat tersebut dengan harga yang lebih murah atau memperbolehkan dirinya
membayar belakangan. Sang apoteker menolak, dan mengatakan “ saya telah
menemukan obat tersebut dan saya akan menghasilkan uang dari obat tersebut ”.
Heinz jadi putus asa dan masuk ke toko obat tersebut dan mencuri obat yang
dibutuhkan istrinya.
Dilemma
yang dialami Heinz adalah contoh pendekatan mengenai perkembangan moral yang
paling popular. Dari cerita tersebut para interviewee dengan usia yang
berbeda-beda diberikan pertanyaan mengenai dilemma moral yang dialami Heinz.
Dari jawaban-jawaban yang diperolah, Kholberg menyimpulkan bahwa cara seseorang
melihat persoalan tentang moral mencerminkan perkembangan kognitifnya.
Kholberg
Levels and Stages
Perkembangan
moral menurut teori Kholberg terbagi dalam tiga tingkatan, yang setiap
tingkatan terdiri dari dua tahapan.
A. Level I : Preconventional Morality
Pada
level ini, individu cenderung bertindak dibawah kendali/control eksternal.
Dimana anak mematuhi peraturan untuk menjauhi hukuman atau untuk mendapatkan
hadiah atau kepuasan. Level ini merupakan ciri umum pada anak usia 4 hingga 10
tahun.
o Tahap 1 : Punishment and obedience
orientation
Contoh
: Jhony mematuhi gurunya untuk tidak ribut agar ia tidak dihukum
o Tahap 2 : instrumental purpose and exchange
Pada
tahapan ini pemikiran moral didasarkan pada hadiah atau tujuan peribadi. Anak
akan lebih mematuhi suatu aturan jika hal tersebut menguntungkan mereka.
Contoh
: Jhony menggaruk punggung Dodi, Dodi juga melakukan hal yang sama terhadap
Jhony.
B. Level II : Conventional Morality
Pada
tingkatan ini, individu ingin mematuhi
atau memenuhi ekspektasi yang berlaku di masyarakat dan bersikap adil
terhadap semua orang. Mereka juga cenderung untuk bersikap baik, menyenangkan
orang lain dan memenuhi aturan di masyarakat.
o Tahap 3 :Maintaining mutual relation
Adalah
tahapan dimana anak ingin menyenangkan dan membantu orang lain, bisa menilai
maksud orang lain, dan bisa mengembangkan ide mereka sendiri mengenai ‘good boy
dan nice girl morality’.
o Tahap 4 :Social morality system
Adalah
tahap dimana seseorang lebih memerhatikan penilaian moral berdasarkan pemahaman
terhadap aturan dan tugas social mereka, menunjukkan kepatuhan mereka terhadap
otoritas yang lebih tinggi, dan mempertahankan aturan social.
C. Level III : Postconventional Morality
Adalah
tingkatan tertinggi dalam teori perkembangan moral Kholberg, dimana moralitas
diinternalisasi sepenuhnya dan tidak lagi didasarkan pada standar moral orang
lain, tetapi mereka membuat keputusan atau penilaian sendiri terhadap dasar
kebenaran, keadilan, dan hukum. Umumnya, individu belum mencapai tingkat
penalaran moral ini sampai nanti ia mencapai usia dewasa awal atau dewasa.
o Tahap 5 :Morality contract atau social
contract
Individu
membuat perjanjian atau kontrak dan mencoba untuk menepatinya. Cenderung
menjaga agar tidak menggangu keinginan dan hak orang lain.
o Tahap 6 :Universal principles atau morality
of universal ethical
Pada
tahapan ini, individu sudah membentuk
standar moral yang didasarkan
pada hukum dan hak manusia secara universal. Maka ketika dihadapkan pada hukum
dan kata hati, mereka akan mengikuti kata hatinya, walaupun keadaan ini dapat
memunculkan resiko pada dirinya.
Kholberg
percaya bahwa seluruh level dan stage diatas terjadi secara berurutan sesuai
dengan usia. Sebelum mencapai usia 9 tahun, kebanyakan anak akan mengalami
prakonvensional dalam menghadapi dilema moral. Pada awal remaja, penalaran akan
dilakukan dengan cara yang lebih konvensional, dan kebanyakan penalaran pada
masa remaja berada pada tahap 3, dengan menunjukkan adanya ciri-ciri pada tahap
2 dan 4. Kemudian pada masa awal dewasa, sejumlah kecil individu berpikir
dengan cara postkonvensional
Selain
itu, Mitchell telah meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus
dilakukan oleh remaja yaitu:
1) Pandangan moral individu semakin lama semakin abstrak
dan kurang konkret
2) Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan
kurang pada apa yang salah.
3) Penilaian moral menjadi semakin kognitif dan berani
mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
4) Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5) Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal
Remaja dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi
dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu
masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas
remaja dewasa, yaitu:
1) Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum
2) Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke
dalam kode moral sebagai kode prilaku
3) Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
Dampak dari perkembangan moral yang dialami oleh remaja
sebagai berikut :
- Mempunyai standar moral yang diakui dan diyakini dirinya dan kelompoknya
- Merasa bersalah bila menyadari perilakunya tidak sesuai dengan standar moral yang diyakininya
- Merasa malu bila sadar terhadap penilaian buruk kelompoknya
7. Perkembangan Emosi
Masa Remaja
1.
Perkembangan Emosi
Remaja Menurut Ali, M dan Asrori, M (2004, h.67-69)
Masa remaja merupakan masa peralihan
antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami
perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, social, dan emosional. Umumnya,
masa ini berlangsung sekitar umur tiga belas tahun sampai umur delapan belas
tahun, yaitu masa anak duduk dibangku sekolah menengah. Masa ini biasanya
dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga
atau lingkungannya. Remaja memiliki energy yang besar, emosi berkobar-kobar,
sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga sering mengalami
perasaan tidak aman, tidak tenang, dan khawatir kesepian.
2.
Bentuk-bentuk Emosi
Selama masa remaja, kondisi-kondisi yang
membangkitkan emosi sangat berbeda-beda. Emosi terlibat dalam segala hal, di
mana si remaja terlibat di dalamnya. Diantara lingkungan-lingkungan yang penting
dalam membangkitkan emosi para remaja adalah semua hal yang bertentangan dengan
atau yang menyinggung perasaan bangga akan dirinya, atau harapan-harapan yang
ia tempatkan pada dirinya, atau hal-hal yang membangkitkan perasaan was-was
mengenai dirinya.
a) Cinta
kasih sayang
Satu hal penting dari kehidupan
emosional para remaja adalah kemampuan untuk memberi kasih sayangnya kepada
orang lain. Kemampuan untuk memberi ini sama pentingnya dengan kemampuan untuk
menerima.
Cinta remaja terjadi apabila mereka
jatuh cinta terhadap lawan jenisnya dan mereka yakin bahwa cintanya itu adalah
cinta sejati. Kadang-kadang remaja mengalihkan rasa cinta dan kasih sayangnya
terhadap orang tua, rumah, binatang piaraan. Perasaan untuk mencintai dan
dicintai itu sangat penting bagi para remaja, nampak dalam hal kesetiaannya dan
pembaktiannya terhadap gang nya. Keinginan untuk mengerjakan hal-hal yang
idealistis juga merupakan usaha untuk mencari dan memberikan rasa cintanya.
Tidak ada remaja yang dapat hidup
bahagia dan sehat tanpa mendapatkan cinta dari orang lain. Kebutuhan untuk
memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting, walaupun kebutuhan-kebutuhan
akan perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para remaja yang berontak secara
terang-terangan, nakal, dan mempunyai sikap permusuhan besar kemungkinan
disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari.
(Sunarto, 2002:152).
Kebutuhan akan kasih sayang dapat
diekspresikan jika seseorang mencari pengakuan dan kasih sayang dari orang
lain, baik orang tua, teman dan orang dewasa lainnya. Kasih sayang akan sulit
untuk dipuaskan pada suasana yang mobilitas tinggi. Kebutuhan akan kasih sayang
dapat dipuaskan melalui hubungan yang akrab dengan yang lain. Kasih sayang
merupakan keadaan yang dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh
hati, kegagalan dalam mencapai kepuasan kebutuhan kasih sayang merupakan
penyebab utama dari gangguan emosional (Yusuf , 2005:206)
Simpati dan merasakan perasaan orang
lain telah mulai berkembang dalam usia remaja awal. Remaja berusaha bersikap
sesuai dengan norma-norma kelompoknya. Sikap penyesuaian diri (conform) dengan
teman-teman sebaya selalu dipertahankan. Strang menyimpulkan konformitas
adolescence seperti dalam berpakaian menunjukkan keinginan mereka untuk diterima
masuk sebagai anggota (to belong) dan rasa takut mereka dari ketaksamaan atau
terkucil
b) Gembira
dan bahagia
Rasa gembira akan dialami apabila segala
sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan
jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta dan cintanya
itu mandapat sambutan oleh yang dicintai. Bahagia muncul karena remaja mampu
menyesuaikan diri dengan baik pada suatu situasi, sukses dan memperoleh
keberhasilan yang lebih baik dari orang lain atau berasal dari terlepasnya
energi emosional dari situasi yang menimbulkan kegelisahan dirinya.
c)
Kemarahan dan Permusuhan
Sejak masa kanak-kanak, rasa marah telah
dikaitkan dengan usaha remaja untuk mencapai dan memiliki kebebasan sebagai
soerang pribadi yang mandiri. Perasaan marah pada remaja digunakan juga untuk
menyatakan tuntutan dan minat-minatnya. Tapi kemudian melalui berbagai
pengalamanlah yang menentukan pula rasa marah itu dinyatakan atau ditekan. Di
dalam memahami rasa marah pada para remaja, adalah lebih mengidentifikasi apa
yang menyebabkan kemarahannya daripada mengatakan mengapa sesuatu hal menjadi
ia marah.
Penelitian Block (1937) menemukan bahwa
banyak kondisi-kondisi di rumah yang menimbulkan marah para remaja yaitu antara
lain peraturan tentang cara berpakaian, pengawasan yang ketat, perbedaan
pendapat antara para remaj dan orang tua mengenai hal-hal yang benar (misalnya
memakai lipstik). Pembatasan-pembatasan dalam berbagai hal juga disebut-sebut
sebagai hal yang membangkitkan rasa marah.
Hal-hal lain yang menimbulkan marah para
remaja adalah perlakuan-perlakuan dari orang tua, sifat-sifat dan kebiasaan
orang tua (Scott,1940). Di tingkatan akademik, kritik yang tidak bijaksana dari
orang tua, diperlakukan seperti anak kecil, pertentangan pendapat dengan orang
tua, bentrok dengan saudara-saudara sebagai hal yang menimbulkan marah pada
mereka (Williams,1950)
Mereka merasa canggung akan pertambahan
tinggi badan yang dirasa aneh dan mengganggu sehingga mudah tersinggung kesal
hati, dan tertekan, ingin marah. Dalam keadaan emosi yang belum stabil ini
celaan atau kritikan dari lingkungan seringkali ditanggapi secara
sungguh-sungguh dan sering ditafsirkan sebagai ejekan atau meremehkannya.
Akibatnya mereka sering bersikap antipati dan melawan. Bila lingkungan
keluarga, orang tua dan sekolah mengabaikan keadaan emosi remaja, misalnya
anak-anak yang tidak disukai karena tampangnya kurang menguntungkan, kurang
cerdas, sehingga melihat dengan sebelah mata dan sinis, biasanya remaja
tersebut menjurus pada perilaku yang maldjusment dan sering pada tindakan
delinkuency.
d) Frustasi dan
Dukacita
Frustasi merupakan keadaan saat individu
mengalami hambatan-hambatan dalam pemenuhan kebutuhannya, terutama bila
hambatan tersebut muncul dari dirinya sendiri. Konsekuensi frustasi dapat
menimbulkan perasaan rendah diri.
Rasa sedih merupakan sebagian emosi yang
sangat menonjol dalam masa remaja awal. Remaja sangat peka terhadap
ejekan-ejakan yang dilontarkan kepada diri mereka. Kesedihan yang sangat akan
muncul, jika ejekan-ejekan itu datang dari teman-teman sebaya, terutama pujian
terhadap diri atau hasil usahanya. Penampakan rasa gembira ini memang berbeda
di antara para remaja yang barangkali dipengaruhi oleh tipe kepribadian mereka
masing-masing. Bagi remaja yang ekstrovert, rasa gembira akan lebih nampak
dibandingkan dengan remaja yang introvert. Perasaan-perasaan gembira yang
didapat si remaja akibat penghargaan terhadap dirinya dan hasil usahanya
(prestasinya) memegang peranan penting dalam menumbuhkan rasa percaya diri
mereka.
Perasaan yang sangat ditakuti atau
frustasi oleh remaja di antaranya tercermin pula bahwa mereka sangat takut
terkucil atau terisolir dari kelompoknya. Hal demikian itu menyebabkan remaja
sangat intim dan bersikap-perasaan terikat dengan teman sepergaulannya.
Perasaan konformitas erat hubungannya dengan sumbangan yang diterima remaja
dari sepergaulannya, sehingga ia merasa dibutuhkan, merasa berharga dalam
situasi pergaulan. Perasaan dibutuhkan dan berharga menimbulkan kesukarelaannya
untuk menyumbangkan sesuatu kepada teman sepergaulannya.
Perasaan yang sangat ditakuti oleh
remaja di antaranya tercermin pula bahwa mereka sangat takut terkucil atau
terisolir dari kelompoknya. Hal demikian itu menyebabkan remaja sangat intim
dan bersikap-perasaan terikat dengan teman sepergaulannya. Perasaan konformitas
erat hubungannya dengan sumbangan yang diterima remaja dari sepergaulannya,
sehingga ia merasa dibutuhkan, merasa berharga dalam situasi pergaulan.
Perasaan dibutuhkan dan berharga menimbulkan kesukarelaannya untuk
menyumbangkan sesuatu kepada teman sepergaulannya.
Dalam hal emosi yang negatif umumnya
remaja belum dapat mengontrolnya dengan baik. Sebagian remaja dalam bertingkah
laku sangat dikuasai oleh emosinya. Kebiasaan remaja (dengan latihan) menguasai
emosi-emosi yang negatif dapat membuat mereka sanggup mengontrol emosi dalam
banyak situasi. Kesempurnaan dalam kontrol emosi umumnya dicapai oleh remaja
dalam tahapan remaja akhir. Penguasaan emosi yang terlatih, remaja dapat mengendalikan
emosinya dapat mendatangkan kebahagiaan bagi remaja.
Hurlock berpendapat bahwa pemuda-pemuda
dapat menghilangkan unek-unek atau kekuatan-kekuatan yang ditimbulkan oleh
emosi yang ada dengan cara mengungkapkan hal-hal yang menimbulkan emosi-emosi
itu dengan seseorang yang dipercayainya. Menghilangkan kekuatan-kekuatan emosi
yang terpendam tersebut disebut emotional catharsis. Cara-cara yang ditempuh
dalam usaha menemukan atau membongkar kekuatan emosi yang terpendam itu dapat
dilakukan dengan cara bermain, bekerja dan lebih baik lagi adalah dengan
mengatakannya kepada seseorang yang dapat menunjukkan gambaran masalah-masalah
yang dihadapi remaja yang bersangkutan
Ada berbagai macam emosi yang dapat kita
temukan dalam kehidupan sehari-hari, juga dengan variasinya. Sejumlah
teoritikus mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan besar yaitu(Ali, M
& Ansori, M2004, h.63):
·
Amarah
Meliputi brutal, mengamuk, benci, marah
besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung,
permusuhan, tindakan kekerasan, dan kebencian patologis.
·
Kesedihan
Meliputi pedih,sedih, muram, suram,
melankolis, mengasihani diri, ditolsk, putus asa, dan depresi.
·
Takut
Meliputi cemas, takut, gugup,
khawatir,was-was, perasaan takut sekali, sedih, tidak tenang, ngeri, phobia,
dan waspada.
·
Kenikmatan
Meliputi gembira, bahagia, riang, senang
sekali, dan mania.
·
Cinta
Meliputi penerimaan, persahabatan,
kepercayaan, kasih sayang, kebaikan hati, hormat, dan kasmaran.
·
Terkejut
Meliputi terkesiap, takjub, dan terpana
·
Jengkel
Meliputi jijik, tidak suka, mual, muak,
benci, hina, dan tidak suka.
·
Malu
Meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal
hati, menyesal, aib, dan hati hancur lebur.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi Emosi
Emosi dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu :
1.
Pematangan
Perkembangan intelektual menghasilkan
kemampuan untuk memahami makna yang belum kita mengerti, memperhatikan suatu
rangsangan, yang lebih lama, memutuskan ketegangan emosi pada suatu objek.
Dengan demikian kita menjadi lebih reaktif terhadap rangsanganyang tadinya
tidak mempengaruhi kita pada usia yang lebih muda.
2.
Belajar
Pengalaman belajar menentukan reaksi
potensial mana yang akan digunakan untuk menyatakan kemarahan. Belajar
merupakan faktor yang lebih dapat dikendalikan
Perkembangan Emosional Pada Remaja
Masa remaja merupakan puncak
emosionalitas perkembangan emosi yang tinggi akibat perubhan fisik dan kelenjar
di masa puber. Sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan emosi sebagai
konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilku dan harapan social
yang baru terhadap diriny. Meskipun emosi remaja serinkali sangat kuat, tidak
terkendali dan tampaknya irasional, tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun
terjadi perbaikan perilaku emosional (Hurlock, 1980, h.213). pada usia
remajaawal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitive dan reaktif,
yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi social, dan cenderung
temperamenl. Sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya.
Hurlock menyatakan (1980, h.213) pola
emosi pada remaja sama dengan pola emosi ada masa kanak-kanak. Perbedaaanya
terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan khususnya pada
pengendalian latihan indivdu terhadap ungkapan emosi mereka , misalnya
perlakuan “anak kecil” membuat remaja sangat marah, dbandingakan dengan hal-hal
lain. Remaja tidak lai mengungkapkan rasa amarahnya dengan cara yang
meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu atau tidak mau berbicara. Ia tidak
mengeluh atau menyesali diri seperti yang dilakukan anak-anak,. Namun terkadang
dalam beberapa kasus seorang remaja juga dapat mengalami regresi yaitu
bertingkah laku seperti anak kecil, minta perhatian dengan merajk atau
marah-marah. Karena dengan tingahlakunya diharapkan orang lai akan menghiburnya
atau lebih memperhatikannya.
Seringkali orang beranggapan bahwa emosi
remaja cenderung menimbulkan hal-hal negative, namun jika ditinjau lebih lanjut
ternyata memiliki beberapa fungsi penting. Empat fungsi emosi (Coleman
dan Hammen, 1974, h.462)
1.
Pembangkit energi
Emosi dapat membangkitkan dan
memobilisasi energy kita. Tanpa emosi kita tidak akan dapat merasa, mengalami,
bereaksi, dan bertindak terhadap berbagai situasi yang kita hadapi.
2.
Pembawa informasi
Kita dapat mengetahui bagaimana keadaan
diri kita melalui emosi kita. Ketika marah, kita tahu kita dihambat atau
diganggu; sedih berarti kehilangan sesuatu yang kita senangi; bahagia berarti
kita memperoleh apa yang kita senangi atau berhasil menghindari hal yang tidak
kita senangi
3.
Pembawa pesan dalam komunikasi
Komunikasi dengan orang lain dapat
berlangsung dengan baik jika masing-masing pihak mampu mempelajari dan memahami
bahasa tubuh lawan bicara sebagai ekspresi emosi.
4.
Sumber informasi tentang keberhasilan
kita
Keberhasilan kita dalam mencapai sesuatu
dapat kita ekspresikan dengan rasa senang atau gembira. Sedang kegagalan dapat
kita ungkapkan dengan kesedihan.
Mencapai kematangan emosi merupakan
yugas-tugas perkembangan yang cukup sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya
sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutamma
lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Apalagi lingkungan tersebut
cukup kondusif dalam arti kondisinya diwarnai oleh hubungan yang harmonis,
saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh tanggung jawab, maka remaja
cenderung dapat mencapai kematangan emosi. Sebaliknya, apabila kurang
dipersiapkan untuk memahami pesan-pesannya dan mendapatkan perhatian yang tidak
sesuai dari orang tua adan dukungan teman sebaya, mereka cenderung aan
mengalami kecemasan, perasaan tertekan atau ketidaknyamanan emosional
Kematangan emosi pada remaja dapat
dilihat dari :
1. Tidak
meledakkan emosinya dihadapan orang lain, tetapi menunggu saat dan tempat yang
lebih tepat untuk mengngkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih diterima.
2. Remaja
mampu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara
emosional
3. Memberikan
emosi yang stabil, tidak berubah dari satu emosi/suasana hati ke suasana hati
yang lain.
Untuk mencapai kematangan emosi remaja
harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat
menimbulkan reaksi emosional dengan cara terbuka terhadap perasaan dan masalahnya
pada orang lain. Selain itu remaja juga harus belajar menggunakan katarsis
emosi untuk menyalurkan emosinya. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah
latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis.
Perkembangan emosi seseorang pada
umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lau. Perkembangan emosi remaja juga
demikian halnya. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku
itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu
tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari dsering kita lihat beberapa tingkah laku
emosional, misalnya agresi, rasa takut berlebihan, sikap apatis, dan tingkah
laku menyakiti diri, seperti melukai diri sendiri. Sejumlah factor yang
mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah sebagai berikut :
1.
Perubahan jasmani
Perubahan jasmani yang ditunjukkan
dengan adanya pertumbhan yang sangat cepat dari anggota tubuh. Pada taraf permulaan
pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang
mengakibatkan postur tubuh menjadi seimbang. Ketidakseimbangan tubuh ini sering
mempunyai akibat yang tidak terduga pada perkembangan emosi remaja. Tidak
setiap remaja dapat menerima perbahan kondisi tubuh seperti itu, lebih-lebih
jika perbahan tersebut menyangkut perubahan kulit yang menjadi kasar dan penuh
jerawat.
2.
Perubahan pola interaksi dengan orang
tua
Pola asuh orang tua terhadap anak,
termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang
dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter,
memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada pula yang dengan penuh cinta kasih.
Perbedaan pola asuh orang tua seperti ini dapat berpengarh terhadap perbedaan
perkembangan emosi remaja.
Pemberontakan terhadap orang tua
menunjukkan bahwa mereka berada dalam konflik dan ingin melepaskan diri dari
pengawasan orang tua. Mereka tidak merasa puas kalau tidak pernah sama sekali
menunjukkan perlawanan terhadap orang tua karena ingin menunjukkan seberapa
jauh dirinya telah berhasil menjadi orang yang lebih dewasa. Jika mereka
berhasil dalam perlawanan terhadap orang tua sehingga menjadi marah, mereka pun
belum merasa puas karena orang tua tidak menunjukkan pengertian yang
merekainginkan. Keadaan semacam ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan
emosi remaja.
3.
Perubahan interaksi dengan teman sebaya
Remaja seringkali membangun interaksi
sesama teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan
aktivits bersama dengan embentuk semacam geng. Interaksi antar anggota dalam
suatu kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan
solidaritas yang sangat tinggi. Pembentukan kelompok dalam bentuk geng seperti
ini sebaiknya diusahakan terjadi pada masa remaja awal saja karena biasanya
bertujuan positif, yakni untuk memenuhi minat mereka bersama. Usahakan dapat
menghindarkan pembentukan kelompok geng itu ketika sudah memasuki masa remaja
tengah dan remaja akhir. Pada masa ini para anggotanya biasanya membutuhkan
teman-teman untuk melawan otoritas atau melakukan perbuatan yang tidak baik
atau bahkan kejahatan bersama.
Factor yang sering menimbulkan masalah
emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis. Pada masa remaja
tengah, biasanya remaja benr-benar mulai jatuh cinta dengan lawan jenisnya.
Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja, tetapi tidak jarang juga menimbulkan
konflik atau gengguan emosi pada remaja jika tidak diikuti bimbingan dari orang
tua atau orang yang lebih dewasa. Oleh sebab itu, tidak jarang orang tua justru
merasa tidak gembira atau bahkan cemas ketika anak remajanya jatuh cinta.
Gangguan emosional yang mendalam dapat terjadi ketika cinta remaja tidak
terjawab atau karena pemutusan hubungan cinta dari satu pihak sehingga dapat
menimbulkan kecemasan bagi orang tua dan bagi remaja itu sendiri.
4.
Perubahan pandangan luar
Faktor penting yang dapat memperngaruhi
perembangan emosi remaja selain perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri
remaja itu sendiri adalah pandangan dunia luar dirinya. Ada sejumlah perubahan
pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional dalam
diri remaja, yaitu sebagai berikut :
1.
Sikap dunia luar
terhadap remaja sering tidak konsisten. Kadang-kadang mereka dianggap sudah
dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar
sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih dianggap anak kecil sehingga
menimbulkan kejengkelan dalam diri remaja. Kejengkelan yang mendalam dapat
berubah menjadi tingkah laku emosional.
2.
Dunia luar atau
masyarakat masih menetapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan
remaja perempuan. Kalau remaja laki-laki memiliki banyak teman perempuan,
mereka mendapat predikat popular dan mendatangkan kebanggaan. Sebaliknya,
apabila remaja putrid memiliki banyak teman laki-laki sering dianggap tidak
baik atau bahkan mendapat predikat yang kurang baik. Penerapan nilai yang
berbeda semacam ini jika tidak disertai dengan pemberian pengertian secara
bijaksana dapat menyebabkan remaja beringkahlaku emosional.
3.
Seringkali kekosongan
remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak beranggung jawab, yaitu denagn
cara melibatkan remaja tersebut kedalam kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya
dan melanggar niali-nilai moral. Misalnya, penyalahgunaan obat terlarang, minum
minuman keras, serta tindak criminal dn kekerasan. Perlakuan dunia luar semacam
ini akan sangat merugikan perkembangan emosional remaja.
4.
Perubahan interaksi
dengan sekolah
pada masa kanak-kanak, sebelum menginjak
masa remaja, sekolah merupakan tempat pendidikan yang diidealkan oleh mereka.
Para guru merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka, karena
selain tokoh intelektual, guru juga meruakan tokoh otoritas bagi para peserta
didiknya. Oleh karena itu, tidak jarang anak-anak lebih percaya, lebih patuh,
bahkan lebih takut kepada guru daripada kepada orangtuanya. Posisi guru semacam
ini sangat strategisbila digunakan untuk pengembangan emosi anak melaui
penyampaian materi-materi yang positif dan konstruktif.
Namun demikian, tidak jarang terjadi
bahwa mereka figure sebagai tokoh tersebut, guru memberikan ancaman-ancaman
tertentu kepada para peserta didiknya. Peristiwa semacam ini sering tidak
disadari oleh para guru bahwa dengan ancaman-ancaman itu sebenrnya dapat
menambah permusuhan saja dari anak-anak setelah mereka menginjak masa remaja.
Cara-cara seperti ini akan memberikan stimulusnnegatif bagi perkembangan emosi
anak.
Dalam pembaran, para remaja sering
terbentur pada nilai-nilai yang tidak dapat mereka terima atau yang sama sekali
bertentangan dengan nilai-nilai yang menarik bagi mereka. Pada saat itu,
timbullah idealisme untuk mengubah lingkungannya. Idealisme seperti ini
tentunya tidak boleh diremehkan dengan anggapan bahwa semuanya akan muncul jka
mereka sudah dewasa. Sebab, idealism yang dikecewakan dapat berkembang menjadi
tingkah laku emosional yang destruktif. Sebaliknya, kalau remaja berhasil
diberikan penyaluran yang positif untuk mengembangkan idealismenya akan sangat
bermanfaat bagi perkembangan mereka sampai memasuki masa dewasa.
8.
Perkembangan Sosial Masa Remaja
1. Pengertian Perkembangan Sosial
Pada
awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki
kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh
dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang
dilingkungannya.
Pada
dasarnya pribadi manusia tak sanggup taksanggup hidup seorang diri tanpa
lingkungan psikis dan rohaniahnya walaupun secara biologis-fisiologis ia dapat
mempertahankan dirinya sendiri.
Hubungan
sosial merupakan hubungan antarmanusia yang saling membutuhkan. Pada jenjang
perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain demi
memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi juga melakukan tahap perkembangan
sosial.Pengertian perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan
antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.
Perkembangan
sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan
sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu
kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Remaja yang dalam masa mencari dan ingin
menentukan jati dirinya memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau
sebaliknya. Mereka belum memahami benar tentang norma-norma sosial yang berlaku
di dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan social
yang kuarang serasi, karena mereka sukar untuk menerima norma sesuai dengan
kondisi dalam kelompok atau masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung
dalam pergaulan akan merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan
adanya upaya pengembangan hubungan social remaja yang diawali dari lingkungan
keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat.
Perkembangan
sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan
anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental
terutama emosi dan inteligensi.
a. Keluarga
Keluarga merupakan
lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di
dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada
dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan anak.
Proses
pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan
diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh
keluarga.[11]
b. Kematangan
Anak
Bersosialisasi
memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam
proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan
intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan
demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik
sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
c. Status
Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak
dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan
masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen,
akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu.
“ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat
dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya
akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh
keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa
“menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud
“menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam
pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu
anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk
kelompok elit dengan normanya sendiri.
d.
Pendidikan
Pendidikan
merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai
proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial
anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang.
Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi
oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku
yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan(sekolah). Kepada peserta didik bukan saja
dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma
kehidupan bangsa(nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan
membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
e.
Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
Kemampuan
berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan
masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual
tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang
sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial
anak.
Sikap
saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam
kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang
berkemampuan intelektual tinggi.
3.
Proses
Sosialisasi
Ada
tiga proses sosialisasi yaitu:
1. Belajar
berprilaku yang dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial
mempunyai standar bagi para anggotanya tentang prilaku yang dapat
diterima.Untuk dapat bermasyarakat anak tidak hanya harus mengetahui prilaku
yang dapat diterima,tetapi mereka juga harus menyesuaikan prilaku dengan
patokan yang dapat diterima.
2. Memainkan
peran yang dapat diterima
Setiap kelompok sosial
mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para
anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi.Sebagai contoh, ada yang telah disetujui bersama bagi
orang tua dan anak serta bagi guru dan murid.
3. Perkembangan
sikap social
Untuk
bermasyarakat/bergaul dengan baik anak-anak harusmenyukai orang dan aktivitas
sosial.Jika mereka dapat melakukannya mereka akan berhasil dalam penyesuaian
sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompoksosial tempat mereka
menggabungkan diri.
4.
Perkembangan
Sosial Remaja
Dalam
hidup bermasyarakat remaja dituntut
bersosialisasi. Dalam masa Remaja cakrawala interaksi sosial telah meluas dan
kompleks.Selain berkomunikasi dengan keluarga juga dengan sekolah dan
masyarakat umum yang terdiri atas anak-anak maupun orang dewasa dan teman
sebaya pada khususnya.Bersamaan dengan itu remaja mulai memperhatikan mengenai
norma-norma yang berlaku serta melakukan penyesuaian diri kedalam lingkungan
sosial.
Pada
mulanya saat melakukan interaksi sosial remaja
meninggalkan rumah dan bergaul secara lebih luas dalam lingkungan
sosialnya.Pergaulan meluas mulai dari terbentuknya kelompok-kelompok teman
sebaya (peer group) sebagai suatu wadah penyesuaian.Didalamnya timbul
persahabatan yang merupakan ciri khas pertama dan sifat interaksinya dalam
pergaulan.
Sangat
penting dalam pergaulan remaja ini adalah di dalamnya remaja mendapat pengaruh
yang kuat dari teman sebaya.Ini dapat dilihat dari remaja yangmengalami
perubahan tingkah laku sebagai salah satu usaha penyesuaian.
Dan
dibawah ini merupakan kelompok-kelompok sosial pada remaja:
1. Kelompok Chums
Yaitu
sekelompok individu dengan ikatan persahabatan yang kuat. Jumlah anggota
biasanya terdiri atas 2-3 orang dengan jenis kelamin sama, mempunyai minat, kemampuan
serta kemauan-kemauan yang hampir sama. Karena
beberapa hal yang mirip itu mereka
sangat akrab meskipun dapat terjadi perselisihan, namun secara mudah dapat
dilupakan dan akrab lagi.
2. Kelompok Cliques
Yaitu
sekelompok remaja yang biasanya terdiri atas 4-5 orang yang mempunyai minat, kemampuan,
dan kemauan yang relatif sama.
Baik
Kelompok Chums maupun Kelompok Cliques ini pada mulanya terdiri atas anak-anak
remaja awal. Namun pada Kelompok Cliques mulai beralih terdiri atas campuran
dan makin kuat bagi remaja akhir. Aktivitas mereka berupa: rekreasi bersama, pesta,
nonton film, nonton pameran, saling menelpon dan jenisnya yang menyita waktu
dan kadang-kadang merupakan penyebab terjadinya pertentangan dengan orang tua
atau orang lain disekitarnya.
3. Kelompok Crowds
Terdiri
atas banyak anggota, berarti terdiri atas sekelompok remaja yang lebih besar
dari kelompok cliques. Terdiri atas jenis kelamin campuran baik laki-laki
maupun perempuan. Demikian pula kemampuan, minat, dan kemauannya berbeda. Para
anggotanya sangat ingin diterima dan mendapat pengakuan crowds itu.
4. Kelompok yang diorganisir
Umumnya
yang mengorganisir kelompok ini adalah orang dewasa. Misalnya organisasi
sekolah,yayasan agama dan sebagainya. Orang dewasa membentk organisasi kelompok
remaja ini biasanya dengan kesadaran bahwa remaja membutuhkan penyesuaian
pribadi dan sosial dalam stu wadah. Keanggotaanya bebas maksudnya mungkin sudah
menjadi kelompok persahabatan yang tak terorganisir.
5. Kelompok Gangs
Keanggotan
gangs biasanya berasal dari
kelompok-kelompok yang menolaknya. Berarti mereka gagal ke dalam kelompok
karena ditolak, tak puas atau tak dapat menyesuaikan diri. Sesuai dengan
keinginan dan kadang-kadang mengganggu atau balas dendam kepada kelompok lain
atau terdahulu. Meskipun demikian gangs itu mempunyai corak yang cenderung
kalem dan agresif.
Pada
usia remaja ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain).
Berkat
perkembangan sosial anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman
sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar
di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai
dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik
maupun tugas yang membutuhkan pikiran. Hal ini dilakukan agar remaja mempunyai
sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati dan betanggung
jawab.
Pada
masa remaja berkembang ”social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang
lain. Ramaja memahami orang lain sebagi individu yang unik, baik menyangkut
sifat pribadi, minat,nilai-nilai, maupun perasaannya.
Pada
masa ini juga berkembang sikap ”conformity”, yaitu kcenderungan untuk menyerah
atau megikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang
lain (teman sebaya).
Perasaan
bersahabat merupakan ciri khas dan sifat interaksi remaja dan kelompoknya. Apabila
kelompok teman sebaya yang diikuti menampilkan sikap dan perilaku yang secara
moral dan agama dapat dipertanggung jawabkan maka kemungkinan besar remaja
tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik. Sebaliknya, apabila kelompoknya
itu menampilkan sikap dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai moral maka
sangat dimungkinkan remaja akan melakukan perilaku seperti kelompoknya
tersebut.
8. Perkembangan Kepribadian Masa Remaja
Di dalam kepribadian
Remaja,ada dua faktor tetap yang mempengaruhi.Yaitu faktor luar (external) dan
faktor dalam (internal).Tetapi karena isi faktor luar selalu berubah keadaanya
dan penerimaan pengaruh external oleh faktor internal itu juga berubah sebagai
akibat perkembanganya.
1. FAKTOR AJAR, FAKTOR LUAR (EXTERNAL)
Ada dua golongan besar yang
termasuk faktor luar yang mempengaruhi manusia. Dua golongan
itu ialah golongan organis,yaitu manusia binatang dan tumbuh-tumbuhan dan
golongan anorganis,termasuk di dalamnya adalah keadaan alam, dan benda-benda. Termasuk di dalam keadaan alam adalah iklim, perkehidupan petabi, pelaut, pegungungan, perdagangan, dan sebagainya) dan termasuk keadaan benda yaitu benda-benda alam yang
bukan hasil budaya dan yang merupakan hasil budaya,misalnya keadaan perumahan
bangunan-bangunan,dan sebagainya.
Ini semua member warna dalam
perkembangan seseorang.Oleh karena itu sikap dan sifat seseornag anak kota
berlainan dengan anak dari desa.Bukan perbedaanya kualitas dan yang
lainya,melainkan hanya berbeda dalam bentuk atau gambarnya.Perbedaan itu
disebabkan oleh faktor dalamnya.Faktor dalam yang mankah yang menerima pengaruh
itu,sampai di mana ketajaman penerimaanya,untuk apakah pengaruh itu diterima
dan sebagainya,menetukan warna seorang remaja,disamping faktor luarnya.
2. FAKTOR DALAM, FAKTOR DASAR (INTERN)
Terdapat beberapa faktor
intern dala perkembangan kepribadian remaja,yaitu:
1.
Perkembangan Seksualitas
Merupakan perkembangan yang
terbawa oleh perkembangan jasmani yang mendekati kesempurnaan dalam masa
remaja,matang pulalah kalenjar-kalenjar kelamin dalam dirinya,bagi remaja putra
maupun remaja putrid.Hal ini menumbuhkan adanya desakan-desakan baru di dalam
jiwa si anak ,yaitu desakan yang menghendaki layanan kebutuhan seksualitas.
2.
Perkembangan Fantasi
Perkembangan ini bermula pada
fase masih kanak-kanak.Tetapi arah perkembanganya berubah pada waktu
remaja,setelah menyaksikan tumbuhnya tubuh yang lain dari biasanya pada lawan
jenisnya. Remaja putra bangga dengan kumisnya,tetapi ia tidak mengerti untuk apakah
fungsi kumis itu sebenarnya. Remaja putrid bangga dengan
kukunya,dsb. Kedunya saling berfantasi,walaupun merek tidak tahu faedahnya.hal ini
mempengaruhi terhadap faktor kepribadian remaja.
3.
Perkembangan Emosi
Perkembangan ini mulai nampak
pada masa pemuda fase negatif.Pada saat itu emosi remaja serba tidak
menentu.Merasa sangat gelisah,rasa gundah,tetapi ia tidak mengerti.mengapa ia
demikian resah,gelisah,sedih.Ia bersikap menolak perintah harapan,tetapi ia
tidak mengerti apa yang akan diperbuat setelah menolak semuanya itu.
Pada akhir fase ini, para remaja berusah untuk menjadi pusat perhatian dari lingkunganya.Ia
bersikap egois,bahkan ia merasa serba super,sehingga mau tidak mau lawan
jenisnya tertarik,mengagumi dan akhirnya berserah diri padanya. Ini semuanya hanya berlangsung dalam waktu yang singkat,kemudian ia
berkembang menjadi harmonis sedikit demi sedikit.
Sikap introvertnya mulai
kembali ekstovet.Ia mulai memuja sesuatu yang baik,apakah keadaan alam,sesuatu
hasil seni ataukah lawan jenisnya.Ia bersikap memuja,baik kepada gurunya yang
menghargai karyanya ataukah itu orang tuanya yang memuji kepandainya,apakh itu
seorang gadis yang mengaguminya entah karena apapun.Di sinilah ia mulai
menemukan akunya kembali.Ia mulai percaya kepada kepribadianyanya lagi.
4.
Perkembangan Kemauan/keinginan
Perkembangan kemauan/keinginan
ini sedikit demi sedikit berbelok ke
arah yang dibutuhkan oleh desakan jasmani dan rohaninya waktu
itu.Kadang-kadang keinginan itu demikian mendesak menuntut pemenuhan.Untuk itu
di dalam perkembangan kemauan dan keinginan harus perlu pengawasan dari orang
tua.
5.
Perkembangan Fikiran
Pada tahap perkembangan ini
Remaja cenderung akan berkembang sendiri.Anak hanya mampu menerima pengaruh
yang bersifat materiil dan kurang dapat menerima pengaruh yang bersifat
spiritual,lebih-lebih yang bertingkat tinggi.
6.
Perkembangan Aestetika
Jika pada masa negative,aspek
aestetika seakan-akan mengalami kemunduran,maka pada masa-masa
berikutnya,sedikit demi sedikit mulai bangun kembali.Seakan-akan jiwa pemuda
menjelang dewasa ini telah mampu menghayati dunia luar lebih mendalam,sehingga
mampu merasakan apa yang dilihat,apa yang didengar dan apa yang
dirasakanya,sehingga mampu menggerakan jiwanya,di dalam perkembangan
kepribadianya.
7.
Perkembangan Religi
Perkembangan di dalam Pribadi
Remaja tidak dapat menerima segala sesuatu yang berada di luar pikiranya.Ia
selalu meminta bukti konkret untuk mendapatkan kebenaran. Dan kebenaran harus dapat dilihatnya dengan alat indera,dengan mata, telinga, peraba. Setahap demi setahap keadaan atau sikap semacam itu berkembang pula
mengikuti perkembangan jiwanya. Sehingga perlu adanya
pendekatan terhadap Agama dan kepercayaan masing-masing setiap individu.
Isu sentral
pada remaja adalah masa berkembangnya identitas diri (jati diri) yang bakal
menjadi dasar bagi masa dewasa. Remaja mulai sibuk dan heboh dengan problem
“siapa saya?” (Who am I ?). Terkait dengan hal tersebut remaja juga risau
mencari idola-idola dalam hidupnya yang dijadikan tokoh panutan dan kebanggaan.
Faktor-faktor penting dalam perkembangan integritas pribadi remaja (psikologi
remaja) adalah :
1. Pertumbuhan
fisik semakin dewasa, membawa konsekuensi untuk berperilaku dewasa pula
2. Kematangan
seksual berimplikasi kepada dorongan dan emosi-emosi baru
3. Munculnya
kesadaran terhadap diri dan mengevaluasi kembali obsesi dan cita-citanya
4. Kebutuhan interaksi
dan persahabatan lebih luas dengan teman sejenis dan lawan jenis
5. Munculnya
konflik-konflik sebagai akibat masa transisi dari masa anak menuju dewasa.
Remaja akhir sudah mulai dapat
memahami, mengarahkan, mengembangkan, dan memelihara identitas diri.Tindakan
antisipasi remaja akhir adalah:
1.
Berusaha bersikap hati-hati dalam berperilaku dan
menyikapi kelebihan dirinya
2.
Mengkaji tujuan dan keputusan untuk menjadi model
manusia yang diidamkan
3.
Memperhatikan etika masyarakat, kehendak orang tua,
dan sikap teman-temannya
4.
Mengembangkan sikap-sikap pribadinya
10. Perkembangan Kesadaran Beragama Masa Remaja
Iman dan hati adalah penentu perilaku dan perbuatan seseorang. Bagaimana
perkembangan spiritual ini terjadi pada psikologi remaja? Sesuai dengan perkembangannya
kemampuan kritis psikologi remaja hingga menyoroti nilai-nilai agama dengan
cermat. Mereka mulai membawa nilai-nilai agama ke dalam kalbu dan kehidupannya.
Tetapi mereka juga mengamati secara kritis kepincangan-kepincangan di
masyarakat yang gaya hidupnya kurang memedulikan nilai agama, bersifat munafik,
tidak jujur, dan perilaku amoral lainnya. Di sinilah idealisme keimanan dan
spiritual remaja mengalami benturan-benturan dan ujian.
Perasaan remaja dalam beragama
memang dapat dipengaruhi oleh perasaan beagama yang didapat dari masa
sebelumnya dan lingkungan dimana ia tinggal. Bagi remaja yang tidak beruntung
mempunyai orang tua bijaksana yang mampu memberikan bimbingan agama pada waktu
kecil, maka usia remaja akan dilaluinya dengan berat dan sulit.
Gambaran remaja tentang Tuhan dengan
sifat-sifatnya merupakan bagian dari gambarannya terhadap alam dan
lingkungannya serta dipengaruhi oleh perasaan dan sifat dari remaja itu
sendiri. Perasaan beragama pada remaja khususnya terhadap Tuhan tidaklah tetap.
Kadang-kadang sangat cinta dan percaya kepada-Nya, tetapi sering pula berubah
menjadi acuh tak acuh bahkan menentang.
1. Percaya
Turut-turutan
Kebanyakan remaja percaya kepada
Tuhan dan menjalankan ajaran agama, karena mereka terdidik dalam lingkungannya
yang beragama, karena ibu bapaknya orang beragama, teman-temannya dan
masyarakat sekelilingnya rajin ibadah. Maka mereka ikut percaya dan melaksanakan
ibadah serta ajaran-ajaran agama, sekedar mengikuti suasana lingkungan di mana
ia hidup.
Kepercayaan turut-turutan itu
biasanya terjadi, apabila orang tuanya memberikan didikan agama dengan cara
yang menyenangkan jauh dari pengalaman-pengalaman pahit di waktu kecil sehinga
cara kekanak-kanakan dalam Bergama it uterus berjalan.
Percaya turut-turutan ini biasanya
tidak lama dan banyak terjadi hanya pada masa-masa remaja pertama ( umur 13
tahun ). Sesudah itu bisanya berkembang kepada cara ynang lebih kritis dan
lebih sadar.
2. Percaya Dengan
Kesadaran
Setelah kegoncangan remaja pertama
ini agak reda, yaitu umur 16 tahun di mana pertumbuhan jasmani hamper selesai
dan kecerdasan juga sudah dapat berpikir lebih matang dan pengetahuan telah
bertambah pula. Semuanya itu mendorong remaja kepada lebih tenggelam lagi dalam
memikirkan dirinya sendiri. Perhatian kepada ilmu apengetahuan dan agama serta
soal-soal social masyarakat bertambah besar dan semakin membangun.
Kesadaran agama atau semangat agama
pada maa remaja itu mulai dengan kecenderungannya remaja kepada meninjau dan
meneliti kembali caranya beragama di masa kecil dulu.
3. Kebimbangan
Beragama
Kebimbangan terhadap ajaran agama
yang pernah diterimanya tanpa kritikawaktu kecilnya merupakan pertanda bahwa
kesadaran beragama telah terasa oleh remaja. Kebimbangan remaja terhadap agama
itu tidaklah sama berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Sesuai dengan
kepribadiannya.
Rasa keragu-raguan kepada Tuhan pun
dapat berakhir dengan keingkaran, apabila ia merasa bahwa Tuhan tidak
melindungi atau tidak menolong bangsa atau golongannya namun tidak semua remaja
yang bimbang akan berakhir dengan keingkaran.
4. Tidak Percaya
Kepada Tuhan
Salah satu perkembangan yang mungkin
terjadi pada akhir masa remaja adalah mengingkari wujud Tuhan dan
menggantikannya dengan kepercayaan lain. Mungkin sekali remaja itu merasa tidak
percaya kepada Tuhan, mengaku bahwa dirinya ateis. Mungkin karena terlalu
kecewa atau menderita bathin atau juga merasa sakit hati yang telah
bertumpuk-tumpuk, sehingga ia putus asa terhadap keadilan dan kekuasaan Tuhan.
Biasanya para remaja itu apabila
telah mengetahui sedikit tentang bermacam-macam ilmu pengetahuan, disangkanya
bahwa ia telah hebat dan mendalami ilmu tersebut. Berbeda halnya dengan remaja
yang beriman, mereka akan cemas melihat pengetahuan akan merongrong
keyakinannya. Karena itulah maka semangat beragamanya semakin menyala dan
berusaha mebela agama dari segala keumngkinan serang-serangan yang ditunjukkan
kepada agama.
E. Perkembangan
Rasa Agama
Sejalan dengan perkembangan jasmani
dan rohani para remaja, maka agama para remaja ini menyangkut adanya
perkembangan, yang mana penghayatan para remaja terhadapa ajaran agama dan
tindak keagamaan yang tampak pada para remaja benyak berkaitan dengan
perkembangan itu. Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa
faktor perkembangan jasmani dan rohani, yaitu :
1. Pertumbuhan
Pikiran dan Mental
Ide dan dasar keyakinan beragama
yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi
mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Agama yang ajarannya
bersifat lebih konsrvatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap
taat pada ajaran agamanya.
2. Perkembangan
Perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang
pada masa remaja. Perasaan Sosial, ethis dan setetis mendorong remaja untuk
menghayati prikehidupan yang terbiasa dalam lingkungan kehidupan agamis akan
cenderung mendorong dirinya untuk lebih dekat ke arah hidup agamis.
3. Pertimbangan
Sosial
Dalam kehidupan keagamaan mereka
timbul konflik antara pertimbangan moral dan material, remaja sangat bingung
menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan
materi maka pandangan remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
4. Perkembangan
Moral
Perkembangan moral para remaja
bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha mencari proteksi.
5. Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap
masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal itu tergantung dari
kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka. Lum
selesai
F. Pendidikan
Agama Pada Remaja
Pada hakikatnya masa remaja yang
utama ialah masa menemukan diri, meneliti sikap hidup yang lama dan mencoba-coba
yang baru untuk jadi pribadi yang dewasa. Para ahli psikologi dan
pendidikan belum sepakat mengenai rentang usia remaja, namun beberapa ahli
mengatakan bahwa usia remaja berkisar antara usia 13-19 tahun.
Dalam bidang agama, para ahli
psikologi agama menganggap bahwa kemantapan beragama biasanya tidak terjadi
sebelum usia 24 tahun, rentangan remaja mungkin diperpanjang hingga 24
tahun.
Para ahli telah setuju bahwa masa
remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak yang akan ditinggalkannya
menjelang masa dewasa yang penuh tanggung jawab. Dalam peta psiokologi
remaja terdapat tiga bagian, yaitu :
a. Fase Pueral
Pada masa ini remaja tidak mau
dikatakan anak-anak, tetapi juga tidak bersedia dikatakan dewasa
b. Fase Negatif
Fase ini hanya berlangsung beberapa
bulan saja yang ditandai oleh sikap ragu-ragu, murung, suka melamun dan
sebagainya
c. Fase Pubertas
Secara umum, masa remaja merupakan
masa pancaroba yang penuh dengan kegelisahan dan kebingungan. Hal ini lebih
disebabkan oleh perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat berlangsungnya,
terutama dalam hal fisik, perubahan dalam pergaulan sosial, perkembangan
intelektual, adanya perhatian dan dorongan pada lawan jenis.
Mengenai problema
yang disebut terakhir, agama pada dasarnya remaja telah membawa potensi
beragama sejak dilahirkan dan itu merupakan fitrahnya. Yang menjadi masalah
saat ini ialah bagaimana remaja mengembangkan potensi tersebut???
Ide-ide agama,
dasar-dasar dan pokok-pokok agama pada umumnya diterima seseorang pada masa
kecilnya. Apa yang diterima sejak kecilnya, akan berkembang dan tumbuh subur,
apabila anak remaja dalam menganut kepercayaan tersebut tidak mendapat
kritikan. Dan apa yang tumbuh dari kecil itulah yang menjadi keyakinan yang
dipeganginya melalui pengalaman-pengalaman yang dirasakannya.
Mengenai perkembangan kognitif pada
usia remaja sangat memberi kemungkinan terjadi perpindahan atau transisi dari
agama lahiriah menuju agama yang bathiniah. Dengan demikian, perkembangan
kognitif memberi kemungkinan remaja untuk meninggalkan agama anak-anak yang
diperoleh dari lingkungannya dan mulai memikirkan konsep serta bergerak menuju
iman yang sifatnya sungguh-sungguh personal.
B.
Tugas-Tugas Perkembangan Remaja
1.
Pengertian
Tugas Perkembangan Remaja
Secara umum tugas perkembangan masa
remaja difokuskan pada upaya mengurangi atau bila mungkin menghilangkan sama
sekali sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk menepati
kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas
perkembangan masa remaja, menurut Hurlock dalam Mappiare (1992) adalah berusaha
agar:
1. Mampu menerima
keadaan fisiknya.
Pada periode
pra-remaja, anak tumbuh demikian cepat yang mengarah pada bentuk orang dewasa,
diiringi perkembangan sikap dan citra diri. Remaja diharapkan dapat menerima
keadaan diri sebagaimana adanya keadaan diri mereka sendiri, bukan khayalan dan
impian.
2. Mampu menerima dan
memahami peran seks usia dewasa
Dalam masa remaja
diharapkan mereka menerima keadaan diri sebagai pria atau wanita dengan sifat
dan tanggung jawab kaumnya masing-masing. Sering kali terjadi ada remaja yang
menyesali diri sebagai pria atau wanita, terutama jika bentuk tubuh mereka
tidak memuaskan.
3. Mampu membina
hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.
Akibat adanya
kematangan seksual yang dicapai sejak awal masa remaja, para remaja mengadakan
hubungan sosial terutama hubungan dengan lawan jenis merupakan suatu kewajaran.
Dalam hal ini, seorang remaja haruslah mendapat penerimaan dari kelompok teman
sebaya lawan jenis atau sesama jenis agar memperoleh rasa dibutuhkan dan rasa
berharga.
4. Mencapai kemandirian
emosional.
Tugas perkembangan yang
harus dihadapi remaja adalah bebas dari ketergantungan emosional seperti dalam
masa kanak-kanak mereka. Dalam masa remaja, seseorang dituntut untuk tidak lagi
mengalami perasaan bergantung semacam itu.
5. Mencapai kemandirian
ekonomi.
Kesanggupan berdiri
sendiri dalam hal yang berhubungan dengan ekonomi merupakan tugas perkembangan
remaja yang penting, karena mereka akan hidup sebagai orang dewasa kelak.
6. Mengembangkan konsep
dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran
sebagai anggota masyarakat.
Sebagai hasil dari
perpaduan unsur-unsur pertumbuhan biologis dan keragaman pengalaman dengan
lingkungan, remaja dapat mengembangkan kemampuan mentalnya. Remaja sudah
memiliki kemampuan untuk berfikir atau nalar tentang sesuatu yang berada di
luar pengalamannya atau sistem nilai yang dimilikinya. Dengan kata lain ,
remaja sudah dapat memikirkan kemungkinan sesuatu yang abstrak secara
sistematis untuk memecahkan suatu persoalan atau masalah.
7. Memahami dan
menginternalisasi nilai-nilai orang dewasa dan orang tua
8. Mengembangkan
perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa
Proses pengikatan
individu kepada kelompok sosialnya telah berkembang sejak lahir. Proses ini
diperluas selama masa anak dan remaja. Remaja yang mengikuti kegiatan keagamaan
akan dapat mengembangkan sikap batin atau sikap keterikatan sosialnya terhadap
orang lain.
9. Mempersiapkan diri
untuk memasuki perkawinan.
Sikap remaja terhadap
pernikahan ternyata beragam, sebagian remaja bersifat antagonistik (menentang
dan merasa takut) dan sebagian lainnya menerimanya dengan sikap positif.
10. Memahami dan mempersiapkan
berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
Tugas-tugas fase
perkembangan remaja ini amat berkaitan dengan perkembangan kognitifnya, yaitu
fase operasional formal. Kematangan pencapaian fase kognitif akan sangat
membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya itu dengan
baik. Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan, diperlukan
kemampuan kreatif remaja yang diwarnai oleh perkembangan kognitifnya.
2. Klasifikasi Tugas Perkembangan
Remaja
Tugas-tugas perkembangan remaja
terdiri dari 3 bagian yaitu, tugas perkembangan remaja berkenaan dengan
kehidupan pribadi sebagai individu, pendidikan dan karier, serta dalam
kehidupan berkeluarga kelak. Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing
bagian tersebut beserta karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1. Kehidupan pribadi sebagai individu
Kehidupan pribadi sangat rumit dan
kompleks sehingga sulit untuk dirumuskan. Sebagai makhluk individu, seseorang
menyadari bahwa dalam kehidupannya memiliki kebutuhan yang diperuntukkan bagi
kepentingan diri secara pribadi, baik fisik maupun nonfisik. Dalam pertumbuhan
fisiknya, manusia memerlukan kekuatan dan daya tahan tubuh serta perlindungan
keamanan fisiknya. Kondisi;i fisik amat penting dalam perkembangan dan
pembentukan pribadi seoseorang.
Kehidupan pribadi seorang individu
merupakan kehidupan yang utuh dan lengkap dan memiliki ciri khusus dan unik.
Kehidupan pribadi seseorang menyangkut berbagai aspek, antara lain aspek
emosional, sosial psikologis dan sosial budaya, dan kemampuan intelektual.
Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan aspek tersebut adalah kehidupan
keluarga beserta berbagai aspeknya, yang meliputi:
v
Status sosial ekonomi,
v
Filsafat hidup keluarga,
v
Pola hidup keluarga.
Selain itu faktor lain yang
berpengaruh yaitu faktor keturunan dan lingkungan yang sesuai dengan aliran
nativisme, empirisme, dan konvergensi.
·
Aliran nativisme menyatakan bahwa
perkembangan seorang individu ditentukan oleh kemampuan dan sifat yang dibawa
sejak dilahirkan
·
Aliran empirisme menyatakan bahwa
perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan tempat ia berkembang, jadi
bisa dikatakan seorang individu akan berkembang sesuai dengan kehendak
lingkungan.
·
Aliran konvergensi menyatakan bahwa
perkembangan seorang individu dipengaruhi oleh kemampuan dan sifat yang dibawa
sejak lahir dan lingkungan tempat ia dibesarkan, dengan kata lain aliran ini
merupakan penggabungan antara aliran nativisme dan aliran empirisme.
2.
Kehidupan Pendidikan dan Karier
Pada hakikatnya manusia selalu
ingin tahu, maka atas dasar hakikat tersebut manusia senantiasa belajar untuk
mencari tahu hal-hal yang ada di sekitarnya. Banyak bangsa yang mengikuti
prinsip pendidikan seumur hidup, yang artinya adalah manusia itu senantiasa
belajar sepanjang hayatnya.
Kehidupan pendidikan merupakan
pengalaman proses belajar yang dihayati sepanjang hidupnya, baik melalui badan
pendidikan formal maupun nonformal. Berkaitan dengan perkembangan peserta
didik, kehidupan pendidikan yang dimaksud adalah sesuatu yang dialami oleh
remaja sebagai peserta didik dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan kehidupan
masyarakat. Sedangkan kehidupan karier merupakan pengalaman seseorang dalam
dunia kerja. Seperti dikatakan oleh Garrison (1956), bahwa setiap tahun
terdapat jutaan pemuda dan pemudi memasuki dunia kerja di seluruh dunia.
Peristiwa seseorang rernaja masuk ke dunia kerja itu merupakan awal pengalaman
dalam kehidupan berkarya (berkarier). Pada hakikatnya kehidupan remaja dalam
pendidikan merupakan awal kehidupan kariemya.
Cita-cita tentang jenis pekerjaan
di masa yang akan datang merupakan faktor penting dan merupakan langkah awal
dalam kehidupan pendidikan dan kariernya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan pendidikan dan karier adalah:
1. Faktor
sosial-ekonomi, kondisi sosial yang menggambarkan status orang tua dan
kemampuan orang tua dalam membiayai pendidikan anaknya
2. Faktor lingkungan, terdiri atas
3 hal:
·
Lingkungan kehidupan masyarakat, hal ini
akan membentuk sikap anak dalam menentukan pola kehidupan dan mempengaruhi pola
pikirnya tentang pendidikan dan kariernya
·
Lingkungan kehidupan sekolah, kondisi
sekolah merupakan lingkungan yang langsung berpengaruh terhadap kehidupan
pendidikan dan karier remaja
·
Lingkungan teman sebaya, pergaulan teman
sebaya akan berpengaruh secara langsung terhadap kehidupan pendidikan
masing-masing remaja
3.
Faktor pandangan hidup, merupakan bagian yang terbentuk karena lingkungan.
3. Kehidupan Keluarga
Tugas perkembangan remaja dalam hubungannya
dengan persiapan mereka untuk memasuki kehidupan baru, yaitu kehidupan
berkeluarga. Pada pembahasan sebelumnya telah diuraikan bahwa secara biologis
pertumbuhan remaja telah mencapai kematangan seksual dan telah siap melakukan
fungsi produksi. Kematangan fungsi seksual tersebut berpengaruh terhadap
dorongan seksual remaja dan mulai tertarik kepada lawan jenis. Garrison (1956)
menyatakan bahwa dorongan seksual pada masa remaja cukup kuat, sehingga perlu
dipersiapkan secara mantap tentang hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan,
karena masalah tersebut mendasari pemikiran mereka untuk mulai menetapkan
pasangan hidupnya.
Berkenaan dengan upaya untuk
menetapkan pilihan pasangan hidup, perkembangan sosial psikologis remaja
ditandai dengan upaya menarik lawan jenis dengan berbagai cara yang ditunjukkan
dalam bentuk perilaku. Dalam situasi pergaulan yang khusus atau berkencan,
seorang gadis hendaknya bersikap pasif dan perjaka yang lebih bersikap aktif.
Pada umumnya remaja, khususnya wanita, tidak mengalami kesulitan untuk menerima
tugas tersebut. Hanya sebagian kecil dari mereka mengalami sedikit kesulitan.
Hampir setiap remaja mempunyai dua
tujuan utama, pertama menemukan jenis pekerjaan yang sesuai, kedua menikah dan
membangun sebuah rumah tangga (keluarga). Hal ini tidak selalu harus muncul
dalam aturan tertentu, tetapi perlu diketahui bahwa seorang remaja akan
mengalami “jatuh cinta” di dalam kehidupannya setelah mencapai usia belasan
tahun (Garrison, 1956: 48)
BAB III
ANALISIS KASUS
1.
Kasus Bipolar
Disorder : Sheyna dan Dunianya
Gambaran
Kasus
Sheyna, 13 tahun,
memiliki orangtua yang overprotective dan sangat menuntut supaya
Sheyna mengikuti apa saja perintah yang diberikan kepadanya.
Sheyna merupakan
anak bungsu dari 3 bersaudara, dan hanya ia yang perempuan. Sheyna menganggap
dirinya sangat bergantung pada orangtua, ditambah lagi orangtua memperlakukan
Sheyna seperti anak kecil yang berusia di bawah usia dirinya.
Kedua kakak Sheyna
sangat pembangkang bahkan kakak pertama Sheyna (18 tahun) pernah blak-blakan mengaku
kepada orangtua mereka bahwa ia telah melakukan aktivitas seksual dengan teman
di sekolah. Tentu saja, orangtua menjadi sangat marah, apalagi orangtua sangat strict terhadap
isu-isu seksual. Bahkan, orangtua selalu membahas kepada Sheyna dan kedua kakak
bahwa virginity itu harus dijaga hingga kelak
menikah. Kondisi kakaknya ini berbanding terbalik dengan Sheyna yang
sangat pasif dan penurut, serta menjadi satu-satunya anak yang dianggap “baik”
oleh orangtuanya sehingga Sheyna dijuluki “Little Miss Perfect”.
Ada riwayat sakit
mental di dalam keluarga Sheyna. Nenek kandung Sheyna dari pihak Ibu serta Bibi
Sheyna dari pihak Ayah sama-sama menderita depresi.
Sheyna
mengalami insomnia sejak ia berusia 10 tahun. Setiap malam ia
mengalami kesulitan untuk tidur dan akhirnya mengganggu kegiatan belajar di
sekolah. Nilai Sheyna sampai mengalami penurunan yang cukup parah, sehingga
orangtua memutuskan supaya Sheyna menjalani home-schooling saja
supaya Sheyna dapat mengatur waktu kapan untuk belajar. Perilaku insomnia ini
dialami Sheyna pasca pertengkaran hebat di dalam keluarga, di mana kakak
pertama Sheyna ternyata sampai menghamili temannya di sekolah. Pada saat itu,
kondisi rumah sangat “panas”, Ayah dan Ibu selalu bertengkar setiap ada
kesempatan di pagi-siang-sore-malam. Keadaan semakin memanas karena kakak
pertama Sheyna sempat kabur dari rumah bersama teman yang ia hamili, sehingga
memicu pertengkaran antara keluarga Sheyna dengan keluarga yang anaknya
dihamili oleh kakak Sheyna tersebut. Kondisi tersebut berlangsung hingga
kurang-lebih dua bulan dan sejak itu, Sheyna sulit sekali memejamkan mata
seberapa pun dirinya mengantuk karena bayangan pertengkaran dan suasana memanas
itu selalu menghantui Sheyna. Untuk pertama kalinya, di masa sebulan itu,
Sheyna mengalami ledakan emosi yang tinggi.
Sejak saat itu,
Sheyna juga semakin sering menyendiri di dalam kamar untuk menghindari
pertengkaran. Bagi Sheyna, dia menjadi lebih rileks dengan berada di dalam
kamar. Dia juga semakin bisa berpikir, mencari tahu, dan menganalisa segala hal
yang ia senangi. Sheyna tertarik dengan politik dan memiliki pemikiran
tersendiri tentang politik, misalnya ia percaya bahwa dirinya merupakan
reinkarnasi dari seorang politikus Romawi di masa lalu.
Keluarga dan
teman-teman Sheyna melihat Sheyna sebagai orang yang sangat rapi dan
teroganisir. Sheyna senang menuliskan apapun ide-ide yang ia miliki dan
menuliskan di buku diary, komputer, bahkan dinding kamarnya penuh
dengan papernote yang ditempelkan secara berantakan dan
berisi ide-idenya tersebut. Kebanyakan ide yang Sheyna tuliskan berisi tentang
hal-hal yang selama ini dianggap tabu untuk dibicarakan di dalam keluarganya,
seperti tentang dorongan seksual dan tingkat spiritualitas. Aktivitas ini
semakin menjadi-jadi saat ia merasakan gairah luar biasa untuk melakukan
sesuatu.
Selama proses
pertengkaran di dalam keluarganya, Sheyna sempat mengalami depresi dan depresi
yang ia miliki semakin menjadi-jadi karena hingga saat ini Sheyna masih
menderita insomnia. Sheyna juga menderita kesulitan untuk makan dan
konsentrasi. Di puncak depresinya, Sheyna akhirnya beberapa kali melakukan
percobaan bunuh diri. Beruntung, Ibu selalu menemukan Sheyna tepat waktu
sehingga Sheyna masih bisa diselamatkan.
Analisa
Kasus Sheyna
Istilah Bipolar Disorder (BD)
dimunculkan karena pada kasus-kasus ganggguan jenis ini, anak tidak hanya akan
mengalami periode episode mania (manic episodes) serta juga akan
mengalami depresi (depression episodes) seumur hidup mereka. Manic dan depression sendiri
merupakan dua hal yang saling berlawanan dan berbeda kutub.
Ada empat
jenis mood episodes di dalam BD yaitu mania, hypomania,
depresi, dan episode campuran. Ketika sedang berada dalam episode mania, maka
anak akan mengalami peningkatan aktivitas fisik maupun mental. Misalnya,
menjadi sangat bersemangat ketika melakukan banyak kegiatan, serta
memiliki banyak ide-ide baru yang ingin diwujudkan. Sebaliknya, ketika ia
sedang berada dalam episode depresi, maka ia akan mengalami penurunan
aktivitas. Misalnya, anak menjadi tidak tertarik melakukan kegiatan
sehari-hari, mengurung diri dalam suatu ruangan dan tertutup. Episode mania
biasanya dimulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara dua minggu hingga lima
bulan, sedangkan episode depresi cenderung berlangsung lebih lama.
Sheyna menunjukkan
simptom perilaku yang mengarah ke Bipolar I
Disorder. Sheyna meyakini bahwa dirinya merupakan reinkarnasi dari
politisi Romawi di masa lalu, yang menunjukkan simptop psikotis ada pada
dirinya. Simptom psikotis sendiri hanya muncul pada Bipolar I Disorder. Sheyna
juga menunjukkan perilaku mania dengan cara menuliskan semua ide-ide yang ia
miliki di buku diary, komputer, bahkan papernote yang
ditempel berantakan di dinding kamarnya. Ide-ide tersebut termasuk pula ide-ide
yang sebenarnya selalu tabu untuk dibicarakan di dalam keluarga (tentang
seksualitas dan spiritualitas). Perilaku ini jelas berbeda dengan kebiasaan
Sheyna yang selalu rapi dan terorganisir. Kemunculan perilaku mania ini
dibarengi pula dengan kemunculan perilaku depresi yang membuat Sheyna sampai
beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri.
Masalah genetis
adalah faktor umum yang menjadi penyebab BD. Anak yang memiliki salah satu
orangtua dengan BD memiliki resiko mengidap penyakit yang sama sebesar 15-30%.
Apabila kedua orangtuanya mengidap BD, maka anak-anaknya beresiko mengalami BD
sebesar 50-75%. Kembar identik dari seorang pengidap BD juga memiliki resiko
tertinggi akan juga mengalami BD dibandingkan anak yang bukan kembar identik.
Orangtua dengan
anak yang mengalami depresi biasanya juga memiliki saudara dekat (first-degree
relatives) yang mengalami mood disorder. Ibu yang mengalami
depresi juga besar kemungkinan akan memiliki anak yang juga mengalami depresi.
Pada kasus Sheyna,
ditemukan bahwa ada riwayat genetis di dalam keluarga dekatnya yang memiliki
gangguan depresi, yaitu Nenek kandung Sheyna dari pihak Ibu serta Bibi Sheyna
dari pihak Ayah. Perlu ada pemeriksaan mendalam tentang apakah kasus Sheyna
terkait dengan riwayat genetis di dalam keluarganya. Tetapi, kemungkinan itu
tetap ada.
Secara fisiologis,
salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap BD adalah karena
terganggunya keseimbangan cairan kimia utama di dalam otak seperti hormon norepinephrin, dopamine,
dan serotonine. Sebagai contoh, ketika seseorang yang mengalami BD
dan kadar dopamine dalam otaknya sedang tinggi, maka saat itu
ia akan merasa sangat bersemangat, antusias, dan agresif.
Ada pula Central
Nervous System (CNS) yang mempengaruhi mood seseorang.
Pentingnya pengaruh CNS pada mood seseorang sudah diketahui
sejak lama, diawali dengan adanya penelitian terhadap orang dewasa yang diberi
obat reserpine untuk menurunkan tekanan darah tinggi.
Hasilnya, 20% dari orang tersebut menjadi mengalami depresi parah. Sejak saat
itu, diketahui bahwa reserpine memang menurunkan pergerakan
dari monoamine neurotransmitters (norepinephrin, dopamine,
dan serotonine) dalam CNS. Penemuan ini mengarahkan pada
munculnya monoamine hypothesis, yaitu penurunan monoamine
neurotransmitters menyebabkan depresi. Hipotesis ini rpada
perkembangan pengobatan trycyclic antidepressant, seperti imipramine,
yang menyebabkan peningkatan monoamine neurotransmitters dan
mengurangi perasaan depresi.
Penelitian
selanjutnya menemukan bahwa monoamine hypothesis terlalu
sederhana karena ditemukan juga neurotransmitters lainnya yang
banyak berpean dalam depresi. Ada pula peranan hypothalamus-pituitary-adrenal (HPA)
yang merespon stress.
Sementara itu,
secara psikologis, seseorang yang mengalami banyak tekanan dari dalam
maupun luar dirinya akan dapat mengalami disstres berkepanjangan.
Apabila tidak ditambah dengan strategi pemecahan masalah (coping) yang
memadai, maka ia pun dapat menderita BD.
Pola asuh orangtua
yang neglectful dan abusive juga mempengaruhi
perkembangan anak, di mana anak berkemungkinan untuk mengalami depresi yang disebabkan
oleh stress. Bayi atau anak yang masih kecil yang belum mampu melakukan
regulasi emosi atau mood negatif akan mengalami mood negatif
lebih sering dan memakan waktu lebih lama, di mana hal ini meningkatkan
kemungkinan mereka untuk mengembangkan perilaku BD pada masa anak-anak dan
remaja. Regulasi emosi ini mengacu pada proses pengaturan pengendalian, dan
modifikasi dari emotional arousal untuk menghasilkan perilaku
yang adaptif. Tujuan utama dari regulasi emosi pada bayi adalah supaya mereka mempelajari
cara untuk meregulasi dorongan emosi yang disebabkan stress fisiologis, seperti
kebutuhan untuk mendapatkan makanan. Meskipun bayi memiliki kemampuan untuk
menenangkan diri sendiri di masa-masa stressful, namun pengaturan
terhadap dorongan tersebut harus dibantu oleh orang lain seperti dengan
digendong, diberi makan, dan diberi kehangatan emosional.
Menurut
Meilissa Miguez dkk dalam jurnalnya, Screening for bipolar disorder in
adolescents with the Mood Disorder Questionnaire–Adolescent version (MDQ-A) and
the Child, bahwa Bipolar Questionnaire (CBQ)Kemungkinan terjadinya gangguan
bipolar (BD) pada usia muda sekarang telah diakui, dengan onset antara usia 15
dan 19 seperti yang telah ditunjukkan dalam ulasan pada awal prodrome dan
pengakuan dari BD. 5,6 antara 15% dan 28% dan 50% dan 66% dari orang dewasa
dengan BD dilaporkan usia onset sebelum 13 dan 19 tahun, berturut-turut. model
kognitif kerentanan stres dapat menjelaskan mengapa saat remaja adalah (umur
yang berisiko) untuk terjadinya BD dan meskipun kesadaran penyakit ini dalam
komunitas medis, remaja dengan BD masih rentan terhadap alasan yang tidak dapat diterima berturut-turut 6-10 tahun durasi perlakuan penyakit
yang tidak diobati.
Presentasi
klinis penyakit pada anak-anak, gejala yang tumpang tindih dari BD dan gangguan
perhatian defisit/hiperaktif (ADHD) dan co-morbiditas yang tinggi antara dua
kondisi medis adalah tiga faktor yang menyebabkan kesulitan untuk mendiagnosa
Pediatri BD. pertanyaan tentang
fenomenologi yang berbeda dari Pediatri versus BD dewasa telah diuji.
presentasi variabel gejala sebagian besar tergantung pada perkembangan
umur. BD pada anak-anak telah terputus, kronis dan tidak teratur. studi tentang BD dan ADHD melaporkan
sering terjadi dari kedua diagnosa dan
kemungkinan terjadi peningkatan diagnosis yang tidak wajar dari ADHD pada
remaja.
Gejala
yang tidak konsisten telah dilaporkan oleh orang tua, guru dan anak
berkontribusi pada kontroversi tentang signifikansi klinis pada gejala gangguan subthreshold mood
yang umum. Untuk meningkatkan diagnosis anak dan remaja BD dalam komunitas
praktek, kehandalan dan keabsahan menggunakan beberapa strategi informan harus
diteliti. Hipotesis diagnostik yang dilakukan secara seksama membantu untuk
lebih percaya diri mengenali BD, dan rekomendasi dalam penilaian Pediatri Bd
harus dilaporkan. ketika penilaian mutu
berbasis penelitian dilaksanakan, hampir satu setengah dari remaja sebelumnya
didiagnosa mengalami bipolar yang
diklasifikasikan sebagai depresi atau gangguan perilaku. meskipun instrumen
semistructured ada untuk diagnosis BD pada remaja, mereka sangat memakan waktu,
membutuhkan pelatihan khusus dan tidak dapat digunakan secara rutin dalam
praktek klinis. Oleh karena itu, pemeriksaan instrumen pediatrik BD telah dikembangkan,
di antaranya kuesioner Bipolar anak (CBQ) dan kuesioner kekacauan suasana hati-
versi remaja (MDQ-A). CBQ dikembangkan sebagai pengaturan diri laporan orang
tua untuk menetapkan kriteria inklusi pada anak-anak-penelitian onset BD dan
mendeteksi kehadiran dari penyakit ADHD.
MDQ-A diadaptasi dari MDQ, instrumen yang sah dan handal untuk skrining BD pada
orang dewasa. Menurut studi validasi asli, versi orangtua mengungguli laporan
kejiwaan remaja dalam populasi kejiwaan pasien rawat jalan.
Dalam kasus
Sheyna, BD yang diderita Sheyna merupakan masalah yang perlu penanganan hingga
seumur hidup karena tidak dapat dengan mudah ditentukan bahwa gejala mania dan
depresi yang diderita Sheyna tidak akan lagi muncul di masa depan. Cara terbaik
untuk memberikan treatment kepada Sheyna adalah dengan memberikan
pengobatan medis yang tepat serta menjalani psikoterapi. Misalnya,
mengkombinasikan pemberian obat antipsychotic (seperti: Seroquel)
dan mood-stabilizer (seperti: Lithium),
ditambah psikoterapi (seperti: terapi regulasi emosi, anger management untuk
membantu Sheyna dalam mengatasi mania dan depresi yang muncul di dirinya).
1.
Kasus Psychasthenia : Aku Tanpa
emosi
Gambaran
Kasus
CD
adalah laki-laki berumur 15 tahun yang dirawat di
unit psikiatri remaja dengan onset baru
psikosis. Sebelum
istirahat pertama untuk psikotik, ia adalah mahasiswa yang
sangat brilian. Dia bermain sepak bola dan bola basket dengan teman-temannya. memiliki rasa
realitas yang masih utuh. Setelah istirahat psikotik, ia
tidak bisa membaca buku atau berkonsentrasi pada belajar Ketika
ia berusia 14 tahun dan sekolah SMP, ia merasa perasaan tidak nyaman di otaknya untuk
pertama kalinya dan dia mulai mengalami kesulitan
mengatur pikirannya. Saat berusia 6 tahun ia
menderita dari gangguan tic (mata berkedip, batuk kering). Informasi dari ibunya
mengungkapkan bahwa CD keras kepala di masa kecilnya . Dia memiliki obsesif
kepentingan dalam hal-hal seperti mengumpulkan mainan
dan bermain sepak bola. Dia berkonsentrasi intens
ketika ia belajar. Ibunya memiliki sejarah yang sama
dengan gejala yang
memerlukan pemeriksaan medis. CD mengeluh mengalami kesulitan mengingat suatu
kesan yang sesuai situasi umum. Misalnya , ketika ia
melihat bayi, sulit baginya untuk mengingat perasaan 'cute'. Ketika ia mencoba
untuk makan makanan ringan, sulit untuk merasakan suka
cita makan. Dia merasa kehilangan emosi sederhana seperti kebahagiaan
atau kesenangan.
Analisis Kasus
Psychasthenia
adalah gangguan psikologis yang ditandai dengan fobia, obsesi, kompulsi, atau kecemasan
berlebihan. Pasien dengan psychasthenia tidak dapat menolak tindakan tertentu atau pikiran,
terlepas dari sifat maladaptif mereka dan memiliki cukup kontrol atas kesadaran mereka berpikir dan memori yang ada, kadang-kadang berkeliaran tanpa tujuan dan melupakan apa yang mereka
lakukan. Pikiran mereka dapat terbagi dan membutuhkan usaha
yang signifikan untuk mengaturnya, sering mengeluarkan kalimat yang tidak sebagaimana dimaksud, membuat sedikit perasaan
kepada kepada orang lain. Mental
yang konstan berusaha menginduksi
kelelahan fisiologis yang mampu memperburuk kondisi tersebut.
Meskipun demikian, psychasthenia telah menjadi gangguan yang
terlupakan. Dalam International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problems (Edisi 10), Psychasthenia diklasifikasikan sebagai "
gangguan neurotik " (diagnostik kode F48.8), tetapi tidak ada penjelasan tambahan
tentang gangguan ini. Istilah
Psychasthenia ini pertama kali
digunakan oleh Pierre Janet. Pada saat itu, hanya sedikit perhatian yang diberikan untuk konsep ini. Istilah ini tidak ada lagi dalam kejiwaan. Penggunaan
diagnostik, meskipun masih membuat satu dari sepuluh sub-skala klinis populer Minnesota
Multiphasic Personality Inventory ( MMPI ). Psychasthenia
mirip dengan gangguan obsesif-kompulsif
namun bukan konsep asli dari
pengurangan tonus psikologis.
Kondisi CD lebih mirip dengan obsesif
kompulsif, meskipun ia memiliki karakteristik
selain neurosis umum.
objek berpikir kompulsif
bervariasi, dan tidak ada dicatat perilaku atau
tindakan mental untuk menetralisir nya pemikiran kompulsif. Psychasthenia tidak memiliki kriteria lain untuk bertemu gangguan mental.
Mereka mengatakan bahwa itu sulit
untuk mempertahankan fungsi psikologisnya.
mereka harus mengambil perhatian kompulsif mereka. perbedaan yang
paling karakteristik dengan skizofrenia adalah bahwa mereka memiliki rasa kenyataan,
setidaknya secara lahiriah. Secara
historis, istilah psychasthenia
telah dikaitkan terutama dengan karya Pierre Janet, yang dibagi ke dalam neurosis
psychasthenias dan Histeria, membuang istilah
neurasthenia, karena tersirat teori neurologis di mana tidak ada
kemampuan3)
.Pasien dengan psikastenia menunjukkan hiper atau hipoiritabilitas , khususnya
dalam bidang psikis, semacam kelemahan dalam kemampuan untuk mengurus,
mengatur, dan mensintesis perubahan pengalaman. Seorang pasien dengan
psychasthenia lebih suka untuk menarik diri dari teman-temannya dan tidak terkena
situasi di mana kompleks abnormal kuat yang mampu merampas pikiran, memori, dan
ketenangan . Pasien dengan psychasthenia kurang percaya
diri dan
rentan terhadap pikiran obsesif, tidak berdasar ketakutan, pengawasan
diri, dan kebingungan.
Pada pasien
kami, psychasthenia jelas berbeda dari gangguan
obsesif-kompulsif dan skizofrenia.
Pasien psychasthenia dengan perjuangan
terus-menerus untuk mempertahankan realitas, dan mereka mengeluh kelelahan psikologis. Sebaliknya, pasien dengan neurasthenia
mengeluh kelelahan fisik dengan pengertian
utuh tentang realitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien dengan psychasthenias mengeluh penurunan karena penurunan ketegangan psikologis atau upaya untuk memulihkan pengurangan ketegangan.
Ketika
ia mengunjungi rumah sakit, ia mengatakan bahwa ia merasa bahwa otaknya lelah
dan diperketat. Ketika ia merasakan ini , ia tidak dapat bertindak secara alami . Kondisi ini
menjadi buruk ketika CD melihat wanita, ketika ia melihat musisi perempuan di
televisi, ia merasa bahwa otaknya telah menjadi lumpuh. Dia memiliki pemikiran
kompulsif dalam berbagai situasi. Dia terobsesi dengan pernapasan, makan,
berjalan secara alami, dan berbicara lancar.
Dia mendorong dirinya untuk bertindak secara alami,
tetapi hal itu tidak bekerja. Dia melakukan apa yang ingin ia katakan lebih
dan lebih dari berpura-pura menjadi alami .
Dia disajikan dengan suasana hati yang depresif ( CDI 27
) dan
pikiran obsesif ( Y - BOCS 27 ) . laboratorium
skrining hitung darah lengkap ( CBC ) temuan
yang tidak signifikan . Gejala psikotik mereda
( CDI 14 ) dalam waktu 20 hari setelah ia memulai kembali
terapi obat antidepresan .
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pasien dengan psychasthenia mengeluh
mengenai penurunan yang
terjadi karena pengurangan
ketegangan psikologis atau upaya untuk memulihkan pengurangan ketegangan.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja
merupakan masa di mana anak akan mencari jati dirinya. Keluarga mempunyai andil
besar dalam mendidik sang anak agar dapat tumbuh dengan baik dan dapat dengan
mudah melewati fase remaja yang akan di lewati oleh anak tersebut. Maka kasih
sayang dan perhatian dari orangtua, guru, keluarga dan lingkungan sekitarnya
sangat dibutuhkan remaja dalam menjalani masa di mana para remaja mencoba untuk
mencari jati dirinya. Perkembangan remaja dapat dilihat dari sudut pandang
psikologi dalam berbagai aspek, yaitu perkembangan fisik, kognitif, sosial,
emosi, moral, kepribadian, dan kesadaran akan beragama.
Tugas-tugas
perkembangan remaja yang meliputi tugas kehidupan pribadi sebagai individu,
kehidupan pendidikan dan karier, serta kehidupan keluarga merupakan langkah
awal seorang remaja dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat agar diterima
sebagai individu yang mandiri dan mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi masyarakat
yang sangat kompleks. Penyimpangan/kenakalan remaja juga tidak lain karena
adanya aspek perkembagan masa remaja yang terganggu.
2. Saran
a.
Saran
untuk remaja
Hendaknya para remaja
mampu mamahami makna dan karakteristik perkembangan masa remaja dari berbagai aspek, faktor-faktor yang
mempengaruhi dan pengaruh terhadap tingkah laku, serta mengupayakan
pengembangan hubungan sosial remaja serta mengimplikasikannya. Remaja juga seharusnya bisa memenuhi tugas-tigas
perkembangan dengan baik, dan memiliki kesadqaran diri untuk melewati masa
remaja yang terbilang serba rentan ini dengan sebaik-baiknya. Karena, segala
sesuatu baik atau buruk itu tergantung pada diri remaja sendiri.
b.
Saran
untuk orang tua dan lingkungan sosial
Masa
remaja adalah tindak lanjut dari masa kanak-kanak yang diawali dengan masa
perubahan yang sering disebut dengan masa pubertas. Di Masa inilah peserta
didik itu mulai gencar mencari tahu sesuatu yang menurut mereka masih asing
dalam kehidupan mereka. Di masa ini pula sebaiknya pengekangan-pengekangan yang
diterapkan di masa kanak-kanak hendaknya dikurangi. Karena biasanya anak-anak
pada masa ini mulai mengerti mengapa di waktu kecil mereka dilarang untuk
melakukan sesuatu yang bisa disebut tidak pantas, mereka akan mulai mengetehui
masalah-masalah yang ada dalam kehidupan. Disini orang tua berperan sebagai
penasihat sekaligus pengawas tingkah laku anak agar anak itu bisa mawas diri
dan juga tidak ceroboh dalam mengambil suatu keputusan.
Daftar Pustaka
Sunarto,
dan B. Agung Hartono. 1995. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta.
Puspa,
Nadia. 2007. Perkembangan Social Remaja.
Suryabrata,
Sumadi. 1991. Psikologi Pendidikan.
Jakarta : C.V. Rajawali
Darajat Zakiah,
1995, Remaja Harapan dan Tantangan,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
B. Hur lock Elizabeth, 1999, Psikologis Perkembangan, Jakarta: Erlangga
Syamsu Yusuf, 2004, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
B. Hur lock Elizabeth, 1999, Psikologis Perkembangan, Jakarta: Erlangga
Syamsu Yusuf, 2004, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rumini,
Sri dan Siti Sundari. 2004.Perkembangan
anak dan remaja.Jakarta:PT Rineka Cipta,.
Gerungan,
W.A. 1998.Psikologi sosial.Bandung:PT
Eresco,
Mappiare,
Andi. 1982.Psikologi Remaja.Surabaya:Usaha
Offset Printing
Yusuf, Syamsu. Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda Karya, 2007.
Santrock, John W. Adolescence
(Perkembangan Remaja). The University of at Dallas: Times Mirror higher
Education, 1996.
Ahyadi, Abdul Aziz. Psikologi
Agama Kepribadian Muslim Pancasila. Bandung: C.V. Sinar Baru, 1988.
Jalaluddin dan Ramayulis. Pengantar
Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kalam Mulia, 1987
Journal of Oriental Neuropsychiatry 2013:24(3):245-250. Hyun-Jung Lim, Yong-Ju Kwon, Jae-Eun Lee,
Seung-Hun Cho
Screening for bipolar disorder in adolescents with the
Mood Disorder Questionnaire–Adolescent version (MDQ-A) and the Child Bipolar Questionnaire
(CBQ) , Melissa Miguez, Béatrice Weber, Martin Debbané, Dario Balanzin,
Marianne Gex-Fabry, Fulvia Raiola, Rémy P. Barbe, Marylène Vital Bennour,
François Ansermet, Stephan Eliez and Jean-Michel Aubr
0 comments