Makalah Social Cognitive Theory (Bandura-Mischel)
Tugas Mata Kuliah Psikologi Kepribadian II
Dosen Pengampu :
Rahmi Fauzia, S.Psi, MA, Psikolog
Rooswita Santia Dewi, S.Psi , M.Psi, Psikolog
Disusun oleh:
KELOMPOK 4
M. Hifzi Maula (I1C113230)
Ary Saputra (I1C113220)
Gusti Gina Madinatul Munawarni (I1C113080)
Nur Hikmah Purnama Sari (I1C113220)
Syifa Awanis (I1C113228)
Nida Dewi Anjani (I1C113068)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG
MANGKURAT
BANJARBARU
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini yang berjudul "Social
Cognitive Theory". Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini,
baik secara moril maupun materil sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik, lancar, dan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mohon maaf
apabila ada kesalahan dalam penyusunan dan penulisan makalah ini. Akhir kata
penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.
Banjarbaru, 14 Februari 2014
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar .............................................................................................. i
Daftar
Isi ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang .........................................................................................iii
1.2 Perumusan
Masalah ..................................................................................iii
1.3 Tujuan
Penulisan ......................................................................................iii
1.4 Metode
Penulisan ......................................................................................iv
1.5 Sistematika
Penulisan ...............................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Definisi belajar sosial kognitif secara umum........................................1
2.2
Profil dari Albert Bandura.....................................................................1
2.3
Profil dari Walter Mischel.....................................................................1
2.4
Sejarah Munculnya Teori Sosial Kognitif.............................................3
2.5
Konsep teori sosial kognitif Bandura-Mischel secara
umum................4
2.6
Teori Pembelajaran Sosial dari Bandura...............................................6
2.7
Experiment dan Aplikasi Teori Albert Bandura...................................20
2.8
Kotribusi yang diberikan oleh Albert Bandura.....................................24
2.9
Teori Sosial Kognitif Walter Mischel...................................................25
2.10
Experimen dan Aplikasi teori Walter
Mischel......................................28
2.11 Kontribusi
yang diberikan oleh Walter Mischel....................................31
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan ..............................................................................................32
3.2
Saran ........................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Latar
Belakang
Fokus dari ilmu psikologi adalah
perilaku manusia. Psikologi kepribadian merupakan cabang dari ilmu psikologi
yang membahas kepribadian manusia, sehingga psikologi kepribadian membahas apa
dan bagaimana kepribadian itu ada terbentuk pada diri manusia.
Dalam konsep psikologi kepribadian
II, terdapat berbagai teori-teori yang mendasarinya, yaitu teori classical
conditioning, teori operant conditioning,teori stimulus respon, teori social
cognitive, pengantar aliran humanistik, dan teori holisme dan humanisme.
Pada teori sosial kognitif,
dijelaskan mengenai tingkah laku manusia dari segi hubungan timbale balik yang
berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku, dan faktor lingkungan.
Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara
timbal balik (Bandura, 1977). Dalam teori ini, digunakan penjelasan-penjelasan
reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk
memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Di samping itu, pandangan
dalam teori sosial kognitif tidak didorong oleh reinforcement dari dalam dan
juga tidak berasal oleh stimulus-stimulus lingkungan.
Teori sosial kognitif tidak hanya
dikemukakan oleh Albert Bandura, ada tokoh lain yang mengemukakan teori
mengenai sosial kognitif, yaitu Walter Mischel. Karya pertamanya adalah
Personality and Assesment (1968). Dia menerangkan bahwa pada kondisi yang tepat
orang sanggup memprediksi perilaku mereka tanpa harus menjalani tes. Sifat
adalah alat prediksi perilaku yang sangat lemah karena situasilah yang
mempengaruhi perilaku. Karya terbaiknya adalah Introduction to Personality
(1971) dan sudah direvisi ke-7 pada 2004.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini,
permasalahan yang diambil, yaitu:
1.
Apa definisi belajar sosial kognitif secara umum?
2.
Bagaimana Profil dari Albert Bandura?
3.
Bagaimana Profil dari Walter Mischel?
4.
Bgaimanan Sejarah Munculnya Teori Sosial Kognitif?
5.
Konsep teori sosial kognitif gabungan dari
Bandura-Mischel secara umum?
6.
Bagaimana Teori Pembelajaran Sosial dari Bandura?
7.
Bagaimana Experimen dan Aplikasi teori Albert Bandura?
8.
Apa saja Kontribusi yang diberikan oleh Albert Bandura?
9.
Bagaimana Teori Sosial Kognitif Walter Mischel?
10. Bagaimana
Experimen dan Aplikasi teori Walter Mischel?
11. Apa saja
kontribusi yang diberikan oleh Walter Mischel?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari
penulisan makalah ini, antara lain:
· Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian II
· Untuk mengetahui :
1. Definisi
belajar sosial kognitif secara umum
2. Profil dari
Albert Bandura
3. Profil dari Walter
Mischel
4. Sejarah
Munculnya Teori Sosial Kognitif
5. Konsep teori
sosial kognitif gabungan dari Bandura-Mischel secara umum
6. Teori
Pembelajaran Sosial dari Bandura
7. Experimen
dan Aplikasi Teori Albert Bandura
8. Kotribusi
yang diberikan oleh Albert Bandura
9. Teori Sosial
Kognitif Walter Mischel
10. Experimen
dan Aplikasi teori Walter Mischel
11. Kontribusi
yang diberikan oleh Walter Mischel
1.4 Metode
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah
menggunakan metode studi pustaka yang mengambil sumber dari beberapa buku dan
internet.
1.5 Sistematika Penulisan
1. Penulisan
makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu pendahuluan, pembahasan, dan penutup.
Pada bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Pada bab pembahasan
terdiri definisi belajar sosial kognitif secara umum, profil dari Albert
Bandura, profil dari Walter Mischel, sejarah munculnya teori sosial kognitif, konsep
teori sosial kognitif gabungan dari Bandura-Mischel secara umum, teori pembelajaran
sosial dari Bandura, experimen dan aplikasi teori Albert Bandura, kotribusi
yang diberikan oleh Albert Bandura, teori sosial kognitif Walter Mischel, experimen
dan aplikasi teori Walter Mischel, kontribusi yang diberikan oleh Walter
Mischel. Pada bab penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Teori
belajar sosial adalah sebuah teori belajar yang relative masih baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Salah seorang tokoh utama
teori ini adalah Albert Bandura, seorang psikologi pada Universitas Standford
Amerika serikat, dianggap sebagai seorang behavioris masa kini yang moderat.
Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata reflex otomatis atas
stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi anatar
lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri. Prinsip dasar belajar
hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial dan moral
Menurut Bandura, perilaku seseorang
dapat dijelaskan melalui hubungan tiga faktor yang satu sama lainnya saling
menentukan (triadic reciprocity). Prinsip dasar dari teori
ini adalah adanya pengaruh timbal balik (reciprocal determinism) pada
tiga faktor yang ada, yaitu individu, lingkungan dan perilaku.
2.2 Profil
Albert Bandura
Albert Bandura Albert Bandura dilahirkan di Mundare
Northern Alberta Kanada, pada tanggal 04 Desember 1925. Masa kecil dan
remajanya dihabiskan di desa kecil dan juga mendapat pendidikan disana. Pada
tahun 1949 beliau mendapat pendidikan di University of British Columbia, dalam
Jurusan Psikologi. Dia memperoleh gelar Master di dalam bidang psikologi pada
tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga meraih gelar doctor (Ph.D). Bandura
menyelesaikan program doktornya dalam bidang psikologi klinik, setelah lulus ia
bekerja di Standford University. Bandura banyak terjun dalam pendekatan teori
pembelajaran untuk meneliti tingkah laku manusia dan tertarik pada nilai
eksperimen.Pada tahun 1964 Albert Bandura dilantik sebagai professor dan
seterusnya menerima anugerah American
Psychological Association untuk Distinguished
scientific contribution pada tahu 1980.
Semenjak
penelitian awal Bandura, ratusan penelitian eksperimental lainnya mengenai
anak, remaja, dan orang dewasa telah menunjukkan hasil yang serupa, sehingga meyakinkan
banyak psikolog bahwa mengobservasi agresi itu sendiri dapat meningkatkan
agresivitas (Komisi Kekerasan dan Remaja APA, 1993: Bushman & Anderson,
2001; Eron, 1995). Sebuah meta-analisis menunjukkan bahwa semakin tinggi
frekuensi kontak terhadap kekerasan dalam film maupun televisi, semakin kuat
pula kemungkinan seseorang untuk berperilaku secara agresif, bahkan setelah
para peneliti mengontrol kelas sosial, kecerdasan, dan factor-faktor lainnya
(Anderson & Bushman, 2001).
2.3
Profil Walter Mischel
Mischel
lahir di Wina, Austria pada 22 Februari 1930. Bersama kakaknya Teodore awalnya
jadi filsuf tumbuh di lingkungan kondusif tak jauh dari rumah Freud. Masa
indahnya terenggut ketika Nazi menginvansi Austria pada 1938. Kemudian Mischel
dan kelurganya pindah ke USA sampai akhirnya menetap di Broklyn sampai masa SD
dan SMP-nya. Sebelum sempat kuliah, ayahnya sakit dan Walter terpaksa bekrja
serabutan sampai akhirnya dia berhasil kuliah di New York University. Dia
sangat tertarik pada seni lukis juga patung dan berbagi hidup menjadi seniman,
juga mahasiswa psikologi di Greenwich Village.
Saat
perkuliahan ia muak dengan dosen yang selalu mengajarkan teori psikologi
melalui eksperimen tikus yang menurutnya jauh dari manusia. Setelah lulus dia
melanjutkan program MA psikologi klinis City College of New York. Sembari
mengerjakan tesisnya, dia bekerja sosial di kawasan kumuh Lower East Side,
sebuah pekerjaan yang membuatnya ragu dengan manfaat psikoanalitik.
Perkembangan psikologi sosial kognitifnya memuncak saat mengambil studi
doktoral di Ohio State University pada 1953-1956. Kala itu di kampusnya terbagi
menjadi dua kubu, kubu Julian Rotter dan kubu George Kelly. Dia lebih memilih
tidak memihak manapun. Namun belajar dari keduanya. Rotter mengajarkan pentingnya
riset sedangkan Kelly mengajarinya eksperimen manusia haruslah memperhatikan
aspek kognitif dan perasaan.
Selanjutnya
Mischel mengajar 2 tahun di Colorado University. Lalu bergabung dengan
Departemen Hubungan Sosial di Havard dan akhirnya menetap di Columbia
University. Di Havard ia bertemu Harriet Nerlove dan menikahinya.
Karya
pertamanya adalah Personality and Assesment (1968). Dia menerangkan bahwa pada
kondisi yang tepat orang sanggup memprediksi perilaku mereka tanpa harus
menjalani tes. Sifat adalah alat prediksi perilaku yang sangat lemah karena
situasilah yang mempengaruhi perilaku. Karya terbaiknya adalah Introduction to
Personality (1971) dan sudah direvisi ke-7 pada 2004.
2.4 Sejarah Singkat dari Teori Sosial Kognitif
Sebelum Albert Bandura mengemukakan teorinya, sudah
ada beberapa penjelasan tentang bagaimana organisme belajar melalui observasi.
Beberapa diantaranya dijelaskan sebagai berikut.
1)
THORNDIKE
dan WATSON
Edward
L. Thorndike adalah adalah orang pertama yang mencoba mempelajari perilaku
belajar secara observasi melalui eksperimen. Pada tahun 1989, dia melakukan
eksperimen pada kucing. Thorndike membuat sebuah puzzle box, dan mencoba melihat bagaimana perilaku kucing untuk
keluar dari puzzle box tersebut.
Ketika dia menempatkan satu kucing dalam boks, dia menempatkan kucing di boks
yang berdampingan-kucing di boks ini mengobservasi perilaku kucing dalam puzzle box mencari jalan keluar. Ketika
kucing yang mengobservasi kucing dalam puzzle
box ditempatkan pada puzzle box
itu sendiri, si kucing tidak dapat langsung menggunakan cara yang telah dia
amati untuk keluar dari puzzle box, tetapi dia melakukan proses trial-and-error, seperti ketika kucing
pertama berusaha untuk keluar dari puzzle
box. Thorndike pun melakukan percobaan yang sama pada ayam dan anjing, dan
merekapun melakukan hal yang sama, bahkan dengan monyet sekalipun. Pada
akhirnya, dia menyimpulkan bahwa hewan tidak memiliki kemampuan untuk belajar
melakukan sesuatu dari mengobservasi hewan lain melakukannya (Hergenhahn dan
Olson, 1997).
J.B.
Watson melakukan percobaan yang sama seperti yang dilakukan Thordike pada tahun
1901 dengan menggunakan monyet, dan hasilnya sama seperti percobaan Thorndike
(Hergenhahn dan Olson, 1997).
Pada
akhirnya, baik Thorndike maupun Watson menyimpulkan bahwa belajar merupakan
hasil dari pengalaman langsung saja,
dan bukan pengalaman mengamati
(Hergenhahn dan Olson, 1997, hal. 326).
a)
MILLER
dan DOLLARD
Miller dan Dollard berpendapat bahwa bila perilaku meniru diberi penguatan,
perilaku tersebut akan diperkuat, seperti perilaku lainnya. Miller dan Dollard
membagi perilaku menjadi tiga kategori:
1.
Perilaku sama, terjadi
ketika dua atau lebih individu merespon situasi sama dengan cara yang sama,
seperti ketika kita menyapa, semua orang akan merespon dengan “hai”.
2.
Perilaku meniru, meliputi penuntunan oleh seseorang kepada orang
lain, misalnya seorang instruktur yoga mengajari muridnya posisi yoga. Ketika
sang murid dipuji, dia akan mendapat penguatan atas perilaku itu.
3. Perilaku
menyocokkan-dependen,
seorang pengamat diberi penguatan untuk meniru tindakan model. Misalnya ketika
seorang kakak mendengar suara langkah kaki ayahnya pulang, dia berlari ke arah
pintu, dan mendapatkan permen dari sang ayah sebagai penguatan. Adiknya yang
ikut berlari juga mendapatkan permen. Karena mendapat penguatan, hal ini
diulangi kembali oleh kedua anak. Namun, perbedaannya adalah, sang kakak
terstimulasi oleh suara langkah kaki, sedangkan sang adik terstimulasi oleh
kakaknya yang berlari. Perilaku adik merupakan perilaku dependen pada perilaku
kakak.
Miller dan Dollard menekankan bahwa perilaku meniru
bisa menjadi kebiasaan, dan menyebut bahwa kecenderungan untuk meniru perilaku
pada individu sebagai peniruan umum (Hergenhahn
dan Olson, 1997, hal. 326-327).
Teori sosial kognitif terbentuk
dalam cakupan yang luas dari konsep teori dan telah di realisasikan di beberapa
bidang. Miller dan Dollart (1941) dengan jelas memperkenalkan apa yang mereka
sebut dengan teori pembelajaran sosial yang menjelaskan tentang peniruan
perilaku hewan dan manusia. Konsep teori pembelajaran sosial didasarkan pada
prinsip pembelajaran klasik dan ide motivasi dari Hull (1943). Teori
pembelajaran menjelaskan mekanisme dari perilaku.
Rotter pertama kali mengaplikasikan
prinsip pembelajaran sosial pada psikologi klinik (1954). Pada tahun 1962,
Albert Bandura menerbitkan sebuah artikel tentang pembelajaran sosial dan
tiruannya. Bandura dan Walters (1963) mengusulkan bahwa anak-anak dapat
menyaksikan anak-anak lain untuk belajar perilaku baru dan tidak membutuhkan
hadiah secara langsung. Jadi, seorang anak belajar dengan cara mengobservasi
perilaku anak-anak lain dan menghargai pemberian orang lain. Pada tahun 1969
Bandura mendeskripsikan dasar konsepsual untuk perubahan perilaku dengan
menegaskan pada teori pembelajaran tradisional.
Mischel (1973) mengusulkan pertama
kali gagasan kognitif yang membentuk sebuah dasar kognitif untuk teori sosial
kognitif. Stokols (1975) mengaplikasikan konsep pembelajaran observasi pada
penurunan risiko penyakit cardiovaskuler. Pada tahun 1977 Bandura menyatakan
sanggahannya terhadap prinsip teori pembelajaran
2.5 Konsep Teori Sosial Kognitif Bandura-Mischel
Prinsip
belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami,
hal ini berbeda dengan situasi di laboratorium atau pada lingkungan social yang
banyak memerlukan pengamatan tentang pola perilaku beserta konsekuensinya.
Kritik Bandura terhadap belajar itu sebagai hubungan antar stimulus dan respon
adalah :
1.
Kurang menjelaskan
tentang diperolehnya respon yang baru. Dalam situasi alami menurut Bandura,
orang akan berbuat lebih banyak daripada sekedar meniru perilaku yang telah
ada.
2.
Hanya mengamati direct learning (belajar langsung) yaitu
orang berperilaku sesuatu dan mengalami akibatnya. Sebaliknya bandura
mengatakan bahwa seorang anak dalam hubungan pribadinya dengan orang dewasa,
melalui interaksi anak dan orang tuanya, dengan persaan irinya dan sebagainya
menyebabkan anak meniru perilaku tertentu.
Mischel (1973) dan Bandura (1977,
1986) merumuskan sejumlah konsep teori sosial kognitif yang penting pada
pemahaman dan intervensi dalam perilaku. Pembahasan berikutnya akan menjelaskan
mengenai teori Bandura dan dan teroti Mischel secara spesifik, berikut adalah
konsep teori secara umum kedua tokoh teori kognitif sosial, yaitu :
Reciprocal Determinism
Pada teori sosial kognitif, perilaku
bersifat dinamis. Tergantung pada aspek lingkungan dan manusia dimana semuanya
saling mempengaruhi satu sama lain. Interaksi ini berlanjut antara
karakteristik manusia, perilaku manusia dan lingkungan dimana perilaku
ditunjukkan yang disebut pengaruh timbal balik (reciprocal determinism).
Lingkungan dan Situasi
Istilah lingkungan berkenaan dengan
sebuah gagasan objektif dari semua faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
seseorang tetapi merupakan faktor eksternal. Contoh dari lingkungan sosial
termasuk anggota keluarga, teman, rekan di tempat kerja atau di ruang kelas.
Lingkungan fisik termasuk diantaranya ukuran ruangan, temperature sekitar atau
tersedianya makanan tertentu.
Observational Learning
Lingkungan merupakan bagian yang
penting dalam teori sosial kognitif karena menyediakan models untuk
perilaku. Seseorang dapat belajar dari orang lain tidak hanya dari menerima
penguatan dari mereka tetapi juga pengamatan mereka. Observational learning
terpikir ketika seseorang menyaksikan tindakan orang lain dan kekuatan yang
diterima seseorang. Proses ini juga disebut penghargaan pada diri sendiri
(vicarious reward) atau pengalaman diri sendiri (vicarious experience)
(Bandura, 1972, 1986).
Behavioral Capability
Perilaku sangat kompleks dan dapat
dilihat dari banyak level (Frederiksen, Martin, dan Webster, 1979), dari
pemilihan makanan, memakan makanan yang spesifik, mengambil sejumlah makanan ke
dalam mulut, sebagai contoh pendidik kesehatan harus menentukan dengan jelas
perilaku target. Behavioral capability merupakan hasil dari latihan individu,
kemampuan kapasitas intelektual, dan gaya pembelajaran. Teknik kemampuan disebut
mastery learning yang memberikan pengetahuan kognitif dari apa yang
ditampilkan, latihan untuk menampilkan suatu aktivitasnya dan umpan balik untuk
mendapatkan penampilan yang baik sampai dengan orang tersebut menampilkan
perilaku pada tingkat yang dapat diterima (Block, 1971).
Reinforcement
Reinforcement merupakan konsep utama
dalam bentuk operant dari teori pembelajaran. Positif reinforcement atau
penghargaan merupakaan respon perlaku seseorang yang meningkatkan kemungkinan
dimana perilaku akan berulang. Dalam teori operant tradisional reinforcement
bekerja dengan cara mekanisme yang tidak dikenal untuk mempengaruhi perilaku.
Outcome Expectation
Outcome expectation adalah
aspek perilaku yang sudah ada lebih dulu dimana Bandura menyebutnya
perilaku antecedent determinants..
Outcome Expectancies
Outcome expectancies (disebut incentives oleh
Bandura, 1997b, 1996) berbeda dengan harapan (expectation) dimana
ekspetasi (expectancies) merupakan nilai dimana seseorang bertempat pada
hasil tertentu.
Self-Efficacy
Self-efficacy adalah
keyakinan seseorang dalam melakukan suatu kegiatan tertentu, termasuk keyakinan
dalam mengatasi masalah saat melakukan tindakan. Bandura mengemukakan bahwa self-efficacy adalah prasyarat yang
paling penting dalam perubahan perilaku karena hal ini mempengaruhi seberapa
besar usaha yang dilakukan dalam suatu tugas dan pada tingkat berapa suatu
tindakan dapat dicapai (Erwart, Taylor, Reese, dan Debusk, 1983).
Self-Control of Performance
Istilah performance berkenaan
tentang perilaku manusia yang berfokus pada pencapaian sebuah tujuan. Salah
satu tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengarahkan tindakan perilaku
sehat agar dapat dikendalikan oleh individu. Bandura (1991) mengemukakan bahwa
sistem self-control memiliki beberapa
komponen subfungsi.
Management of Emosianal Arousal
Bandura (1977b) mengakui bahwa
timbulnya emosi yang berlebih menghambat pembelajaran dan penampilan, dan dia
mengusulkan stimulus tertentu memberikan peningkatan pada pemikiran ketakutan
yang berlebih (stimulus-outcome-expectancies). Pikiran takut yang
berlebih ini mengakibatkan timbulnya emosi dan perilaku bertahan yang cepat.
Perilaku bertahan berhubungan secara efektif dengan stimulus, sehigga adanya
penurunan rasa ketakutan, kegelisahan, permusuhan, atau emosi.
Reciprocal Determinism Revisited
Ini merupakan pembelajaran untuk
mengembalikan pada konsep pengaruh timbal balik (resiprocal determinism) dan
mengujinya dalam keterangan konsep komponen teori kognitif sosial. Jika
karakteristik seseorang, lingkungan, atau perilaku berubah, situasi berubah,
dan perilaku, situasi, dan orang-orang dievaluasi ulang.
2.6. Teori Pembelajaran Sosial dari Bandura
Teori belajar sosial dari Bandura
didasarkan pada 3 konsep, yaitu :
1.
Determinis Resiprokal
Bandura berpendapat, seseorang berperilaku tertentu karena adanya
interaksi timbal balik antara orang, lingkungan, dan perilaku orang tersebut,
menghasilkan perilaku berikutnya. Dari konsep ini, bisa dikatakan bahwa
perilaku mempengaruhi lingkungan, atau lingkungan atau orang mempengaruhi
perilaku. Determini resiprokal dalah konsep yang penting
dalam teori belajar sosial Bandura, karena menjadi pijakan Bandura dalam
memahami tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling-determinis sebagai
prinsip dasar untuk menganalisis fenpmena psiko-sosial diberbagai tingkat
kompleksitas dari perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku interpersonal
serta fungsi interaktif dari organisasi dan sistem sosial.
Gambar berikut menunjukkan
timbal balik antara orang-lingkungan-perilaku

2. Tanpa
Reinforsemen
Bandura memandang teori Skinner dan Hull
terlalu bergantung kepada reinforsemen. Jika setiap unit respon sosial yang
kompleks harus dipilah-pilah untuk direinforse satu persatu, bisa jadi orang
malah tidak belajar apapun. Menurutnya, reinforsemen penting dalaa menentukan
apakah tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk tingkah
laku. Orang dapat belajar lewat apa yang dia lihat dengan mengamati sesuatu dan
kemudian mengulangnya. Belajar melalui reinforsemen yang terlibat, berarti
tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok dari
teori belajar sosial.
3. Kognisi
dan Regulasi Diri
Teori belajar tradisional sering terhalang
oleh ketidak senangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses
kognitif. Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat
mengatur diri sendiri, mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur
lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah
lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berpikir simbolik menjadi sarana
yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan menyimpang penagalaman
(ingatan) dalam wujud verbal dan gambaran imajinasi untuk kepentingan tingkah
laku pada masa mendatang. Kemampuan untuk menggambarkan secara imajinatif hasil
yang diinginkan pada masa yang akan datang mengembangkan strategi tingkah laku
yang membimbing ke arah tujuan jangka panjang.
Struktur
Kepribadian
1.
Sistem Self (Self System)
Tidak seperti Skinner yang teorinya
tidak memilki konstruk self, Bandura yakin bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh
self sebagai salah satu determinan tingkah laku tidak dapat dihilangkan tanpa
membahayakan penjelasan dan kekuatan peramalan. Dengan kata lain self diakui
sebagai unsur struktur kepribadian. Saling determinis menempatkan semua hal
saling berinteraksi, dimana pusat atau pemulanya adalah sistem self. Sistem
self itu bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tapi mengacu ke
struktur persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku. Pengaruh self tidak
otomatis atau mengatur tingkah laku secara ontonom, tetapi self menjadi
interaksi resiprokal.
2.
Regulasi Diri
Bandura
mengatakan bahwa perilaku manusia sebagian besar merupakan
perilaku yang diatur oleh
dirinya sendiri (self-regulated behavior). Manusia belajar suatu standar
performa (performance standards), yang menjadi dasar evaluasi diri.
Apabila tindakan seseorang bisa sesuai atau bahkan melebihi standar performa,
maka ia akan dinilai positif, tetapi sebaliknya, bila dia tidak mampu
berperilaku sesuai standar, dengan kata lain performanya dibawah standar, maka
ia akan dinilai negatif.
Menurut Bandura manusia mempunyai
kemampuan berpikir, dan dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan,
sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Bandura
berpendapat akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi
diri.strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir
tecapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang
memotivasi dan membimbing tingkah lakunya sendiri dengan strategi proaktif,
menciptakan ketidakseimbangan, agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya
berdasarkan atisipasi apa saja yang dibutuhhkan untuki mencapai tujuan. Ada
tiga proses yang dipakai untuk melakukan pengaturan diri, yaitu memanipulasi
faktor eksternal, memonitor da mengevaluasi tingkah laku internal. Tingkah laku
manusia adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan faktor internal
itu.
2.1. Faktor
Eksternal
Faktor eksternal mempengaruhi bagian
diri dengan dua cara, pertama faktor eksternal memberi standar untuk
mengevaluasi tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan
pengaruh-pengaruh diri seseorang, melalui orang tua dan guru anak-anak belajar
baik-buruk, tingkah laku ynag dikehendaki dan tingkah laku yang tidak
dikehendaki. Kedua, faktor eksternal meempengaruhi regulasi diri dalam bentuk
penguatan (reinforcement). Hadiah
intrinsik tidak selalu memberi kepuasan , orang membutuhkan insentif yang
berasal dari lingkungan eksternal.
2.2. Faktor
Internal
Banduran mengemukakan 3 bentuk pengaruh
internal, yaitu :
1. Observasi
diri (self observation) : dilakukan
berdasarkan faktor kualitas dan kuantitas penampilan, orisinalitas tingkah
laku, dan seterusnya. Orang harus mampu memonitor perfomansinya, apa yang
diobservasi seseorang tergantung dari minat dan konsep dirinya. Kompetensi atau
skill adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk menyelesaikan dan
menghadapi masalah dalam hidupnya. Kompetensi meliputi cara bepikir tentang
masalah dalam kehidupan dan kemampuan bertingkah laku dalam menyelesaikan
masalah. Skill adalah kompetensi yang dimiliki individu dalam konteks yang
spesifik. Kompetensi diperoleh melalui interaksi sosial dan observasi terhadap
dunia. Perkembangan kompetensi kognitif dan tingkah laku juga turut
mempengaruhi delay gratification skill,
kemampuan individu dalam menunda kepuasan impuls yang tidak tepat secara social
atau secara potential membahayakan diri sendiri. Delay gratification skill ditentukan oleh hasil yang diinginkan,
pengalaman pribadi di masa lalu serta observasi terhadap konsekuensi yang
diterima oleh model.
Proses penilaian atau mengadili tingkah
laku (judgement procces) : melihat
kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku
dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan
pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performansi.
Standar pribadi bersumber dari
pengalaman mengamati model misalnya orang tua.guru, dan menginterpretasi
balikan/penguatan dari perfomansi diri. Berdasarkan sumber model dan
performansi yang mendapat penguatan, proses kognitif menyusun ukuran-ukuran
atau norma yang sifatnya sangat pribadi, karena ukuran itu tidak selalu sinkron
dengan kenyataan. Standar pribadi ini jumlahnya terbatas. Sebagian besar
aktivitas harus dinilai dengan membandingkan ddengan ukuran eksternal, berupa
norma standar perbandingan sosial, perbandingan dengan orang lain, atau
perbandingan kolektif.
2. Reaksi-diri-afektif
: akhirnya berdasarkan pengamatan dan judgement itu, orang mengevaluasi diri
sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau menghukum diri
sendiri. bisa terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif
membuat keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi
kurang bermakna secara individual. Individu memiliki evaluative standards yang
merepresentasikan tujuan yang akan dicapai dan landasan dalam mengharapkan reinforcement dari orang lain dan diri
sendiri. Evaluative standard yang
melibatkan pemikiran mengenai sesuatu harus seperti apa, yaitu kriteria mental
untuk mengevaluasi baik atau buruknya suatu peristiwa. Hal ini meliputi
pengalaman akan emosi seperti malu, bangga, merasa puas atau tidak puas
terhadap dirinya. Evaluative standards
yang dipelajari juga meliputi prinsip-prinsip moral dan etika dalam bertingkah
laku. Di dalam evaluative standards yang
dimiliki seseorang terdapat pengaruh eksternal meskipun berasal dari internal
individu. Evaluative standards merupakan hal yang mendasari motivasi dan performance dari seseorang. Standar
evaluasi sering memicu reaksi emosional. Seseorang merasa bangga bila mencapai
standar performanya dan kecewa ketika gagal mencapai standar tersebut. Hal
tersebut mengarah pada self-evaluation reactions, yaitu seseorang
mengevaluasi tindakannya dan kemudian berespons secara emosional (puas atau
tidak puas) sebagai hasil dari evaluasi.
Tabel Proses Regulasi Diri
Faktor Eksternal
|
Faktor Internal
|
||
Self-Obsevation
|
Judgement Process
|
Self-Response
|
|
1.Standar
masyarakat
2.Penguatan
|
1.
Dimensi Performansi :
-Kualita
-Keseringan
-Kuantita
-Orisinalitas
-Kebenaran
bukti
-Dampak
-Penyimpangan
-Etika
|
1.
Standar Pribadi:
Sumber
model
Sumber
penguat
2.
Pedoman Performansi :
-Norma
standar
-Perbandingan
sosial
-Perbandingan
personal -perbandingan kolektif
3.
Menghargai Aktivitas :
-Sangat
dihormati
-Netral
-Direndahkan
4.
Atribusi Performansi :
-Lokus
pribadi
-Lokus
eksternal
|
1.
Reaksi evaluasi diri:
-positif
-negatif
2.
Dampak terhadap self :
-dihadiahi
-dihukum
3.
Tanpa respon self
|
3. Efikasi
Diri (Self-Efficacy)
Bagaimana orang bertingkah
laku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan
dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhunungan dengan
keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang
memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau harapan diri ini sebagai efikasi
diri, dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil. Bandura bependapat
harapan/keyakinan ada 2, yaitu :
1. Efikasi
diri atau efikasi ekspektasi
Adalah “persepsi diri
sendriri seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu”. Dalam
kata lain, efikasi diri juga disebut aspek perilaku yang sudah ada lebih
dulu dimana Bandura menyebutnya perilaku antecedent determinants.
Seseorang belajar bahwa kejadian-kejadian tertentu kemungkinan besar
menimbulkan respon pada perilakunya dalam kondisi tertentu dan kemudian
berharap terjadi ketika keadaan tersebut muncul lagi. Untuk perilaku yang tidak
termasuk dalam kebiasaan, orang-orang mengantisipasi beberapa aspek dari
keadaan dimana kemungkinan perilaku dilakukan, berkembang, dan pengujian
strategi yang berhubungan dengan keadaan dan antisipasi apa yang akan mungkin
terjadi sebagai hasil dari perilaku mereka pada keadaan tersebut. Pada keadaan
seperti itu, orang-orang mengembangkan ekspektasinya mengenai keadaan dan
ekspektasi untuk hasil dari perilaku mereka sebelum mereka benar-benar
mengalami keadaan tersebut. Pada kasus yang paling banyak, perilaku yang sudah
ada lebih dulu mengurangi kegelisahan mereka dan meningkatkan kemapuan mereka
untuk mengendalikan situasi.
Pencegahan merokok pada remaja
memberikan contoh bagaimana ekspektasi dapat berkembang dan berubah. Secara
umum, remaja belajar menduga-duga dari iklan, kawan orang yang lebih tua
darinya, atau mencontoh dari peranan orang dewasa bahwa merokok dapat menjadi
menyenangkan atau pengalaman yang menarik atau dia dapat mencapai
kedewasaan atau bahkan penampilan yang lebih menarik dengan merokok. Pendekatan
ini telah berhasil dalam menangulangi bahaya merokok (Flay, 1985). Hal ini
berhasil karena konsekuensi sosial negatif (akibat negatif ekspektasi) untuk
remaja yang lebih muda, hal ini telah berubah.
2. Ekspektasi
hasil (Outcome expectations)
Outcome
expectancies (disebut incentives oleh
Bandura, 1997b, 1996) berbeda dengan harapan (expectation) dimana
ekspetasi (expectancies) merupakan nilai dimana seseorang bertempat pada
hasil tertentu. Ekspetasi memiliki besaran, nilai kuantitatif bisa positif atau
negatif dan biasanya mewakili dalam suatu rangkaian dari -1 sampai +1.
Ekspektasi mempengaruhi perilaku menurut pada prinsip hedonic, yaitu jika semua
barang adalah sama, seseorang akan memilih untuk melakukan aktivitas yang
maksimum hasilnya positif atau minimal hasilnya negatif. Mischel (1973)
mengusulkan bahwa ekspektasi menjelaskan kondisi klasik. Sebagai contoh, ketika
mengajar kemampuan mengurangi berat badan pada orang dewasa yang kelebihan
berat badan, salah satunya mungkin dibutuhkan untuk menolong orang tersebut
menggantikan hasil positif dari komsumsi makanan dengan hasil yang negatif.
Harapan
positif seseorang akan bisa menafsirkan secepatnya dalam beberapa proyek
membentuk perubahan dalam perilaku sehat, agar dapat mengidentifikasi motivator
untuk perilaku tersebut. Beberapa peneliti telah mengobservasi, sebagai contoh
, seseorang akan lebih menyukai untuk menyewa dalam kativitas fisik untuk
menghasilkan keuntungan yang sementara (menjadi lebih baik, kompetitif dengan
teman dalam tennis) dibandingan dengan menghasilkan penambahan dalam jangka
panjang (sebagai contoh, menghindar dari serangan jantung selama 30 tahun dari
sekarang). McAlister (1980) menunjukkan bahwa program pencegahan merokok bagi
remaja lebih berhasil jika mereka mengemukakan efek negatif dari rokok secara
serta merta, seperti sulit bernapas dibandingan dengan efek jangka panjang,
seperti kesaitan dan kematian akibat kanker dan penyakit hati. Oleh sebab itu,
penekanan secara serta merta akan lebih mempengaruhi terhadap perilaku
dibandingkan dengan penekanan dalam jangka yang lama. Dari sumber lain juga
mengatakan bahwa ekspektasi hasil merupakan perkiraan atau estimasi diri bahwa
tingkah laku yang dilakukan itu akan mencapai hasil tertentu (Alwisol, 2009)
Jadi, Self-efficacy adalah keyakinan
seseorang dalam melakukan suatu kegiatan tertentu, termasuk keyakinan dalam
mengatasi masalah saat melakukan tindakan. Bandura mengemukakan bahwa self-efficacy adalah prasyarat yang
paling penting dalam perubahan perilaku karena hal ini mempengaruhi seberapa
besar usaha yang dilakukan dalam suatu tugas dan pada tingkat berapa suatu
tindakan dapat dicapai (Erwart, Taylor, Reese, dan Debusk, 1983). Self-efficacy merupakan suatu peramal
utama dalam pemilihan makanan sehat antara anak-anak kelas 3 dan 4 (Parcel dan
lain-lain, 1995).
Teknik observasional dan interactive
learning dapat digunakan dalam memperkenalkan dan mempromosikan setiap
rangkaian perilaku target (Badura, 1986). Pengulangan tindakan dalam suatu
tugas tunggal membangun self-efficacy seseorang dengan terjadinya perubahan
tindakan ekspetasi seseorang. Sebagai contoh, ahli kesehatan yang melatih
penderita diabetes untuk melakukan sendiri injeksi insulin. Proses
penginjeksian insulin terbagi dalam sejumlah tahapan-tahapan kecil dimana
setiap individu dapat belajar secara berulang-ulang (contohnya, mengisi
suntikan dengan jumlah insulin yang tepat, memastikan bahwa semua alat steril,
melihat bahwa tidak ada gelembung yang masuk ke dalam suntikan, dan memastikan
bahwa cairan tepat pada tanda dalam suntikan). Kemudahan setiap tahapan dan
keikutsertaan individu dalam berlatih pada setiap tahapan secara terpisah
disertai beberapa pengulangan tindakan, memungkinkan mereka untuk membentuk
self-efficacy hampir di setiap tahapan. Ketika seseorang memiliki keyakinan di
setiap tahapan, mereka akan menempatkan setiap tahapan secara bersama-sama dan
membangun self-efficacy hampir di
seluruh kegiatan. Pengukuran self-efficacy harus lebih spesifik pada perilaku
target serta dalam menghadapi masalah yang berdasarkan pada pemahaman dan
kemampuan target pendengar dan anggota pendengar (Maibach dan Murphy, 1995).
Sumber Efikasi Diri
Perubahan tingkah laku,
dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi
diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah,
ditingkatkan atau diturunkan melalui salah satu sumber, yakni :
§ Pengalaman
sebelumnya dalam situasi yang hampir sama (performing
attainment) atau pengalaman menguasai suatu prestasi (performance accomplishment)
§ Observasi
lain dalam situasi yang hampir sama (vicarious
experience)
§ Mendengar
situasi yang hampir sama dari orang lain atau kepercayaan sosial (sosial persuation)
§ Respon/pembangkitan
emosional (Emotionall Physiological
states) atau psikologi perilaku (physiological
arousal)
Tabel Strategi Pengubahan Sumber Ekspektasi Efikasi
Sumber
|
Cara Induksi
|
|
Pengalaman Performansi
|
Participant modelling
|
Meniru
model yang berrprestasi
|
Performance
desensitization
|
Menghilangkan
pengaruh buruk pada prestasi buruk masa lalu
|
|
Performance exposure
|
Menonjolkan
keberhasilan yang prnah diraih
|
|
Self-instructed
performance
|
Melatih
diri untuk melakukan yang terbaik
|
|
Pengalaaman Vikarius
|
Live modelling
|
Mengamati
model yang nyata
|
Symbolic modelling
|
Mengamati
model simbolik, komik, film, cerita.
|
|
Persuasi Verbal
|
Sugestion
|
Mempengaruhi
dengan kata-kata berdasarkan kenyataan
|
Exhortation
|
Nasihat,
peringatan yang mendesak/memaksa
|
|
Self-instruction
|
Memerintah
diri sendiri
|
|
Intrepretive
treatment
|
Interpretasi
baru memperbaiki interpretasi lama yang salah
|
|
Pembangkitan Emosi
|
Atribution
|
Mengubah
atribusi, penanggung jawab suatu kejadia emosional
|
Relaxation
biofeedback
|
Relaksasi
|
|
Symbolic
desensitization
|
Menghilangkan
sikap emosional dengan modeling sombolik
|
|
Symbolic exposure
|
Memunculkan
emosi secara simbolik
|
·
Pengalaman Vikarius
Diperoleh
melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan
orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jiks mengamati orang yang
kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya dan ternyata gagal. Kalau figur yang
diamati bewrbeda dengan diri si pengamat, pengaruh vikarius tidak besar.
Sebaliknya, ketika mengamati kegagalan figur yang setara dengan dirinya, bisa
jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang
diamatinya dalam jangka waktu lama.
·
Persuasi Sosial
Efikasi
diri juga dapat diperoleh, diperkuat, atau diperlemahkan melalui persuasi
sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat
persuasi sosial dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu
adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang
dipersuasikan.
·
Keadaan Emosi
Keadaan
emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi diri dibidang
kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi
diri. Namun bisa terjadi peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat
meningkatkan efikasi diri.
Bandura
(1977b) mengakui bahwa timbulnya emosi yang berlebih menghambat pembelajaran
dan penampilan, dan dia mengusulkan stimulus tertentu memberikan peningkatan
pada pemikiran ketakutan yang berlebih (stimulus-outcome-expectancies).
Pikiran takut yang berlebih ini mengakibatkan timbulnya emosi dan perilaku
bertahan yang cepat. Perilaku bertahan berhubungan secara efektif dengan
stimulus, sehigga adanya penurunan rasa ketakutan, kegelisahan, permusuhan,
atau emosi.
Kategori dari manajemen perilaku
untuk emosi dan psikologi diidentifikasi oleh Moos (1976). Salah satu kategrori
termasuk psikologi bertahan (penolakan, penekanan, dan sublimasi). Kategori
yang lain termasuk di dalamnya beberapa tehnik kognitif, seperti
merestrukturisasi masalah. Kategori ketiga, yaitu tehnik manajemen stress
(relaksasi atau olah raga) dimana merawat gejala penderitaan secara emosional.
Kategori keempat termasuk metode-metode penyelesaian masalah secara efektif
(klarifikasi masalah dan identifikasi, seleksi, dan implementasi solusi yang
dapat mengakibatkan timbulnya emosi). Konsep dan metode teori sosial kognitif
biasanya direalisasikan untuk mempelajari kemampuan manajemen perilaku
tersebut.
Meskipun banyak program menggunakan
strategi manajemen perilaku, strategi ini berbeda berdasarkan individu dan
budayanya (Diaz-Guerrero, 1979). Sebagai contoh, beberapa orang yang mengalami
kelebihan berat badan menemukan bahwa sulit untuk menolak atau menahan kondisi
mereka. Orang-orang sering bereaksi negatif pada orang yang kelebihan berat
badan, dan reaksi ini dapat meningkatkan kegelisahan mengenai kelebihan berat
badan (Hudson dan William, 1981). Untuk orang yang obesitas, kegelisahan ini
mengakibatkan reaksi yang berlebihan di kemudian hari (Slochower dan Kaplan,
1980). Kegelisahan yang tinggi juga dapat membuat hal ini sulit bagi orang
tersebut untuk menghadiri pesan kesehatan dari ahli kesehatan (Ley dan Spelman,
1965). Oleh karena itu, pendidik kesehatan dan sarjana jurusan perilaku dapat
membantu orang belajar metode yang membantu meminimalisasi timbulnya emosi
sebelum mereka menolong mereka merubah perilaku mereka atau menunda intervensi
sampai dengan kegelisahan mereda.
Efikasi
Diri sebagai Prediktor Tingkah Laku
Menurut
Bandura, sumber pengontrol tingkah laku adalah resiprokal antar lingkungan,
tingkah lakum dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang
penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman
mengenai prestasi, akan menjadi penentu tingkahlaku mendatang yang penting.
Berbeda dengan konsep diri (Rogers) yang bersifat kesatuan umu, efikasi diri
bersifat fragmental. Setiap individu
mempunyai efikasi diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung
kepada :
1. Kemampuan
yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu
2. Kehadiran
orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu
3. Keadan
fisiologis dan emosional : kelelaham, kecemasan, apatis, murung, dll.
Efikasi
yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau
tidak responsif akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku.
Tabel kombinasi efikasi dengan lingkungan sebagai
predikto tingkah laku
Efikasi
|
Lingkungan
|
Prediksi hasil tingkah laku
|
Tinggi
|
Responsif
|
Sukses,
melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuannya
|
Rendah
|
Tidak
responsif
|
Depresi,
melihat orang lain sukses pada tugas yang dianggapnya sulit
|
Tinggi
|
Tidak
responsif
|
Berusaha
keras mengubah lingkungan menjadi responsif, melakukan protes, aktivasi
sosial, bahkan melaksanakan perubahan
|
Rendah
|
Responsif
|
Orang
menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu
|
Efikasi
Kolektif (Collective Efficacy)
Keyakinan
masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat mengasilkan perubahan
sosial tertentu disebut efikasi kolektif. Ini bukan “jiwa kelompok” tetapi
lebih sebagai efikasi pribadi dari orang banyak yang bekerja sama. Bandura
berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya melalui
efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif. Efikasi kolektif
timbul berkaitan dengan masalah-masalah perusakan hutan, kebijakan perdagangan
internasional, perusakan ozone, kemajuan teknologi, huku, dan kejahatan,
birokrasi, perang, kelaparan, bencana alam, dan sebagainya.
Selain
itu, ada lagi satu hal yang berkaitan dengan efikasi diri, yaitu beliefs. Sebuah
pemikiran melibatkan beliefs mengenai seperti apa dunia yang sesungguhnya dan
seperti apa masa depan. Ketika beliefs diarahkan pada masa depan maka disebut
dengan expectancies. Ekspektansi terhadap masa depan merupakan hal utama yang
menentukan bagaimana kita bertingkah laku. Individu memiliki ekspektansi pada
tingkah laku yang diterima oleh orang, reward dan punishment yang mengikuti
tingkah laku tertentu, serta kemampuan individu untuk mengatasi stres dan
tantangan. Inti dari kepribadian adalah pada perbedaan cara dimana manusia sebagai
individu yang unik menerima suatu situasi, mengembangkan ekspektansi mengenai
keadaan yang akan datang, dan menampilkan perbedaan pola perilaku sebagai hasil
dari perbedaan persepsi dan ekspektansi tersebut. Sama halnya dengan
kompetensi, ekspektansi yang dimiliki individu bersifat kontekstual.
Bandura (1997, 2001, dalam Pervin, Cervone, & John, 2005) telah menekankan bahwa ekpektansi manusia mengenai kemampuan performanya menjadi kunci dalam prestasi manusia dan kesejahteraannya. Bandura mengacu ekspektansi tersebut sebagai persepsi dari self-efficacy. Perceived self-efficacy kemudian mengacu pada persepsi seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk bertindak dalam situasi yang akan datang. Persepsi self-efficacy menjadi penting karena mempengaruhi keberhasilan seseorang.
Bandura (1997, 2001, dalam Pervin, Cervone, & John, 2005) telah menekankan bahwa ekpektansi manusia mengenai kemampuan performanya menjadi kunci dalam prestasi manusia dan kesejahteraannya. Bandura mengacu ekspektansi tersebut sebagai persepsi dari self-efficacy. Perceived self-efficacy kemudian mengacu pada persepsi seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk bertindak dalam situasi yang akan datang. Persepsi self-efficacy menjadi penting karena mempengaruhi keberhasilan seseorang.
Dinamika
Kepribadian
Menurut Bandura, motivasi
adalah konstruk kognitif yang mempunyai dua sumber, gambaran hasil pada masa
yang akan datang (yang dapat menimbulkan motivasi tingkah laku saat ini), dan
harapan keberhasilan didasarkan pada pengalaman menetapkan tujuan-tujuan anatara..
Dengan kata lain, harapan mendapat reinforsemen pada masa yang akan datanng
memotivasi seseorang untuk bertingkha laku tertentu, dan dengan menetapkan
tujuan atau tingkat performansi yang diinginkan, dan kemudian mengevaluasi
performansi dirinya, orang termotivasi untuk bertindak pada tingkat tertentu.
Bandura setuju bahwa
penguatan menjadi penyebab belajar. Namun orang juga dapat belajar dengan
penganut yang diwakilkan (vicarious
reinforcement), penguat yang ditunda (expectation
reinforcement), atau bahkan tanpa penguat (beyond reinforcement) :
1. Penguatan
vikarius : mengamati orang lain yang berhasil dan berusaha dengan gigih untuk
menjadi sperti orang yang diamati tersebut.
2. Penguatan
yang ditunda : orang terus menerus berbuat tanpa penguatan, karena yakin akan
mendapatkan penguatan yang memuaskan dimasa yang mendatang.
3. Tanpa
penguatan : belar tanpa ada reinforsemen sama sekali, mirip dengan konsep
otonomi fungsional dari Allport.
Dinamika kepribadian
menurut teori social-cognitive,
fungsi-fungsi kompetensi, ekspektasi, goal dan evaluative standards dapat
berkembang melalui observasi terhadap orang lain (observational learning dan vicarious conditioning) maupun dari
pengalaman sendiri. Observational
learning adalah keadaan di mana individu dapat belajar dengan cara
mengobservasi atau mengamati tingkah laku orang lain (model). Sementara itu, vicarious conditioning dapat diartikan
sebagai proses mempelajari reaksi emosional melalui observasi terhadap orang
lain. Bandura mengatakan bahwa terdapat dua prinsip teoritis yang harus
digunakan untuk menganalisis dinamika proses kepribadian, yaitu penyebab
perilaku yang disebut dengan reciprocal determinism, dan lainnya adalah
kerangka kerja untuk berpikir mengenai proses kepribadian internal yang disebut
dengan cognitive-affective processing
system (CAPS). CAPS ini akan dibahas dalam teori Walter Mischel.
Tindakan
Moral (Moral Conduct)
Seseorang
akan mempelajari kode moral (moral code) dari model. Kode moral
ini menentukan perilaku mana yang boleh dilakukan dan perilaku mana yang akan
mendapat sangsi bila dilakukan dan perilaku mana yang tidak. Apabila seseorang
melanggar kode moral, orang tersebut akan mengalami self-contempt (menyalahkan/jijik pada diri sendiri), yang merupakan
pengalaman yang tidak menyenangkan. Namun dalam perkembangannya, Bandura
melihat sebuah mekanisme dimana seseorang bisa melakukan pelanggaran moral
tanpa mengalami self-contempt.
Mekanisme ini seperti dijabarkan oleh Hergenhahn dan Olson (1997) adalah:
-
Justifikasi
Moral (Moral Justification)
Dalam justifikasi moral, seseorang membenarkan pelanggaran moral karena
alasan yang lebih mulia.
Contohnya, orang yang mencuri mengatakan bahwa dia mencuri untuk
menghidupi keluarganya.
-
Pelabelan
Eufemistis (Euphemistic Labelling)
Dalam pelabelan eufimistis, seseorang menyebut hal yang tercela sebagai
suatu ungkapan yang halus.
Contohnya, seorang dokter disebut bukan “membunuh pasiennya” tetapi
“menghilangkan penderitaan pasien”.
-
Perbandingan
yang Menguntungkan (Advantageous Comparison)
Dalam perbandingan yang menguntungkan, seseorang membandingkan perilaku
pelanggaran moral dengan pelanggaran lain yang lebih berat, sehingga orang
tersebut bisa membenarkan diri.
Contohnya, seorang pencuri ayam membandingkan perbuatannya dengan
seorang koruptor, yang “dosanya” lebih besar.
-
Pengalihan
Tanggung Jawab (Displacement of Responsibility)
Dalam pengalihan tanggung jawab, seseorang membenarkan pelanggaran moral
karena ada perintah dari pihak otoritas yang lebih tinggi.
Contohnya, seorang pembunuh bayaran tidak merasa beralah, karena yang
menyuruhnya adalah sang bos.
-
Difusi
Tanggung Jawab (Diffusion of Responsibility)
Dalam difusi tanggung jawab, pertanggungjawaban atas suatu pelanggaran moral
memudar (bias) atas pelanggaran moral karena ditanggung bersama-sama.
Sebagai contoh, koruptor tidak merasa bersalah, karena dia melakukan
korupsi bersama-sama dengan rekan-rekan kerjanya.
-
Pengabaian
atau Distorsi Konsekuensi (Disregard or Distortion of Consequences)
Dalam pengabaian atau distorsi konsekuensi, seseorang mengabaikan bahaya
yang akan ditimbulkan dari perbuatannya.
Contohnya, para teroris yang melakukan pemboman, mereka mungkin
mengatakan bahwa mereka hanya menaruh bom, kemudian bom itu akan hilang ditelan
asap.
-
Dehumanisasi
(Dehumanization)
Dengan menganggap manusia lain sebagai makhluk yang lebih rendah,
pelanggaran moral bisa dilakukan tanpa self-contempt.
Contohnya, pada zaman dahulu, orang kulit putih bisa dengan semena-mena
mempekerjakan dan menyiksa orang kulit hitam karena merasa bahwa orang kulit
hitam memiliki derajat yang lebih rendah dari dirinya.
-
Atribusi
Kesalahan (Attribution of Blame)
Dalam atribusi kesalahan, seseorang menyalahkan pihak lain atas
pelanggaran moral yang telah diperbuatnya.
Contohnya, pemerkosa tidak merasa bersalah karena korban memakai pakaian
dan berperilaku menggoda.
Determinisme versus kebebasan (Determinism versus Freedom)
Karena
manusia bisa mengatur perilakunya sendiri, bukan berarti dia bisa bebas melakukan
apa saja sekehendak hatinya. Bandura mendefinisikan kebebasan (freedom)
sebagai sejumlah pilihan yang tersedia dan kesempatan untuk melakukannya
(Hergenhahn dan Olson, 1997).
Ketidakleluasaan dari pilihan
bebas:
1.
Inkompetensi (Incompetence)
Pada inkompetensi, orang tidak mampu untuk memanfaatkan kesempatan dan
pilihan-pilihan yang ada di lingkungan.
2.
Ketakutan akan ketidakterjaminan (Unwarranted
Fears)
Adanya ketakutan bahwa pilihan-pilihan dan kesempatan-kesempatan tidak
menjamin keuntungan bagi diri membuat pilihan bebas seseorang terganggu.
3.
Kepastian diri yang berlebihan (Excessive
Self-Ensure)
Rasa
kepercayaan diri yang berlebihan mengakibatkan seseorang untuk mengambil
pilihan atau kesempatan yang terlalu tinggi, yang tidak sesuai dengan kondisi
aktual dirinya, dan pada akhirnya, dia sendiri tidak mampu untuk
menjalankannya.
4.
Penghambat Sosial, berupa prasangka dan
diskriminasi (Social Inhibitors - prejudice, discrimination). Prasangka dan diskriminasi dari masyarakat membuat
pilihan bebas seseorang terbatas.
·
Perkembangan Kepribadian
Belajar Melalui
Obsevasi (Observational Learning)
Observational learning merupakan
pendekatan yang lebih efisien daripada operant learning untuk mempelajari
perilaku yang kompleks. Pada pendekatan operant, seseorang harus memperlihatkan
sebuah perilaku yang dikuatkan setelahnya. Melalui proses percobaan dan
kesalahan, seseorang melanjutkan untuk memperlihatkan perilakunya yang
mendekati sesuatu yang diinginkannya. Percobaan dan kesalahan adalah proses
yang tidak efisien. Dalam observational learning, pengamat tidak perlu melalui
proses yang membutuhkan waktu dan dalam keadaan yang tidak tentu. Bahkan,
pelajar menemukan aturan yang mencatat perilaku lainnya dengan pengamatan dan
kekuatan yang diterima pada perilaku mereka. Seseorang belajar dengan tepat
dari pengamatan perilaku kesuksesan dan kesalahan orang lain. Banyak tipe dari
perilaku yang dapat dipelajari selama observational learning (Bandura dan
Walters, 1963; Bandura, 1972, 1986). Proses pencatatan ini untuk mengetahui
pola perilaku umu yang dimiliki anggota keluarga. Anak-anak mengamati orang tua
mereka ketika mereka makan, merokok, minum dan menggunakan sabuk pengaman, dan
mereka melihat berbagai jenis penghargaan atau hukuman yang diberikan orang tua
untuk aktivitas ini. Beberapa anak-anak mengamati anak-anak lain yang merokok
di sekolah dan hukuman yang diterima perokok. Jika perokok mendapat respon
dimana peneliti menyadari hukuman (dukungan dari teman sebaya atau gambaran
yang diinginkan), pengamat menjadi lebih suka untuk merokok.
-
Peniruan (Modelling)
Inti belajar malalui observasi adalah
modelling. Peniruan atau meniru sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kada
modeling, karena modeling bukan sekadar menirukan atau mengulangi apa yang
telah dilakukan modelnya, tetapi modeling melibatkan penambahan atau
pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan
sekaligus melibatkan melibatkan proses kognitif.
Modelling Mengubah
Tingkahlaku Lama
Disamping dampak
mempelajari tingkah laku baru, modelling mempunyai dua macam dampak terhadap
tingkah laku lama. Pertama tingkah laku model; yang diterima secara sosial
dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pngamat. Kedua, tingkahlaku model
yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat/memperlemah pengamat untuk
melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah
tingkah laku model itu diganjar atau dihukum. Kalau tingkah laku itu diganjar,
pengamat akan menirunya. Sedangkan apabila tingkah laku itu dihukum, maka
pengamat respon pengamat cenderung melemah.
Jenis-jenis modeling
ada yaitu :
·
Modeling Simbolik
Dewasa ini sebagian besar modeling tingkah laku
berbentuk simbolik. Media cetak dan media elektronik menyediakan contoh tingkah
laku yang tak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatnya. Ada 5 jenis,
yaitu :
1. Modeling Langsung Pembelajaran Langsung
Modeling ini dikembangkan
berdasarkan teori pembelajaran sosial Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran
ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau
mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu
dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses
perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai.
2. Modeling Tak Langsung.
Modeling tak langsung
adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh: meniru
watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3. Modeling Gabungan Peniruan
Modeling jenis ini
adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan
langsung dan tidak langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan
cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.
4. Modeling Sesaat/seketika. Tingkah laku yang ditiru
hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV,
tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5. Modeling Berkelanjutan Tingkah laku yang ditiru boleh
ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
·
Modeling Kondisioning
Modeling
dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi kondisioning klasik vikarius
(vicarious classical conditioning). Modeling semacam ini banyak dipakai untuk
mempelajari respon emosional. Pengamat mengobservasi model tingkah laku emosional
yang mendapat penguatan. Muncul respon emosional yang sama di dalam diri si
pengamat dan respon itu ditujukan kepada objek yang ada didekatnya
(kondisioning klasik) saat mengamati model itu, atau yang dianggap mempunyai
hubungan dengan objek yang menjadi sasaran emosional model yang diamati. Semosi
seksual yang timbul akibat menonton film cabul dilampiaskan ke objek
yangdidekatnya saat itu. Misalnya menjadi kasus pelecehan seksual, dan
perkosaan anak.
Faktor-faktor Penting
dalam Belajar Melalui Observasi
Meskipun Bandura menyatakan bahwa belajar observasional terjadi secara
independen dari penguatan, bukan berarti bahwa variabel lainnya tidak
memengaruhinya. Bandura (1986) menyebutkan empat proses yang memengaruhi
belajar observasional, yaitu :
1. Proses
Atensional
Sebelum suatu hal dapat dipelajari
dari model, model itu harus mendapat perhatian. Bandura menganggap belajar
adalah proses yang terus berlangsung, tetapi dia menunjukkan bahwa hanya yang
diamati sajalah yang dapat dipelajari.
2. Proses Retentional
Agar informasi yang sudah diperoleh
dari observasi bisa berguna, informasi itu harus diingat atau disimpan ke dalam
memori. Bandura menyatakan bahwa ada proses dimana informasi itu disimpan
secara simbolis melalui dua cara, secar imajinal (imajinatif) dan secara
verbal.
3. Proses
Pembentukan Perilaku
Setelah seseorang belajar dan
melakukan observasi secara kognitif, informasi yang merupakan hasil belajarnya
itu akan diterjemahkan ke dalam perilaku. Untuk menentukan sejauh mana hal-hal
yang telah dipelajari yang kemudian diterjemahkan ke dalam tindakan atau
performa, dapat dilihat dari proses pembentukan perilaku. Selain itu, akan ada
modifikasi dari yang diobservasi ke dalam bentuk perilaku dikarenakan ada
keterbatasan pada diri seseorang.
4. Proses
Motivasional
Proses ini merupakan unsur yang
menjadi penentu bila dibandingkan dari ketiga unsur sebelumnya, karena motivasi
merupakan penggerak unsur untuk melakukan sesuatu. Dalam proses motivasi ini,
Informasi tentang penguatan atau konsekuensi yang didapatkan model dalam proses
modeling juga dapat menjadi alasan bagi pengamat dalam proses observasi untuk
memberikan respon terhadap hasil pengamatan.
Proses Kognitif yang Salah (Faulty Cognitive Processes)
Sebagaimana
manusia telah belajar tentang kode moral, self-efficacy,
dan mampu mengatur perilakunya sendiri, bisa dikatakan bahwa perilaku manusia
semuanya melibatkan proses kognitif. Seseorang bisa membayangkan berbagai hal
dalam pikiran (imagine) dan bisa
memperngaruhi perilaku. Sayangnya, proses kognitif yang salah (faulty
cognitive processes) dapat menghambat perilaku atau bahkan bisa
memunculkan perilaku yang salah.
Sebab-sebab
munculnya pemrosesan kognitif yang salah:
1.
Anak
mengevaluasi penampilan
Anak-anak
cenderung untuk melihat dari penampilan. Pada perkembangannya, melihat
berdasarkan penampilan ini bisa memunculkan perilaku yang salah. Misalnya
ketika seseorang melihat pria yang kekar, berwajah sangar, dan bertato, orang
tersebut bisa saja berperilaku waspada atau menjauhi, atau bahkan takut, karena berdasarkan
penampilannya, pria tadi tampak seperti preman.
2.
Pemikiran
keliru karena salah informasi dan bukti yang tidak mencukupi
Seseorang
terkadang berperilaku salah karena dia salah mempersepsi suatu hal, bisa
disebabkan oleh informasi yang salah ataupun bukti terhadap suatu hal yang
tidak cukup. Contohnya, kita mendengar gosip bahwa teman sekelas kita adalah
seorang pencuri, kita akan menjauhi teman tersebut, membencinya, atau bahkan
mencurigainya (informasi yang salah). Gosip tersebut juga beredar karena bukti
belum cukup, tapi orang sudah berperilaku mencurigai duluan.
3. Pemrosesan informasi yang keliru
Seseorang
terkadang percaya orang lain begini atau begitu, dan itu mempengaruhi
persepsinya terhadap orang lain. Misalnya, seseorang percaya bahwa petani itu
bodoh, maka orang tersebut akan menyimpulkan bahwa setiap petani yang dia temui
adalah bodoh
2.7.Eksperimen
Albert Bandura
Eksperimen Albert Bandura Eksperimen yang sangat
terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak-anak meniru seperti
perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya. Albert Bandura seorang tokoh
teori belajar sosial ini menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan “permodelan “.
Beliau menjelaskan lagi bahwa aspek perhatian pelajar terhadap apa yang
disampaikan atau dilakukan oleh guru dan aspek peniruan oleh pelajar akan dapat
memberikan kesan yang optimum kepada pemahaman pelajar. Eksperimen Pemodelan
Bandura :
a. Kelompok A = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang
dewasa memukul, menumbuk, menendang, dan menjerit kearah patung besar Bobo.
Hasil = Meniru apa yang dilakukan orang dewasa malahan
lebih agresif
b. Kelompok B = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang
dewasa bermesra dengan patung besar Bobo
Hasil = Tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif
seperti kelompok A
Rumusan : Tingkah laku anak-anak dipelajari melalui modeling
adalah hasil dari penguatan.
Hasil Keseluruhan Eksperimen : Kelompok A menunjukkan
tingkah laku yang lebih agresif dari orang dewasa. Kelompok B tidak menunjukkan
tingkah laku yang agresif.
Aplikasi
Teori Belajar Sosial Bandura
Contoh aplikasi teori belajar Bandura adalah ketika
seorang anak belajar untuk mengendarai sepeda. Ditahap perhatian, si anak akan
tertarik mengamati para pengendara sepeda dibanding dengan orang yang melakukan
aktifitas lain yang dia anggap kurang menarik. Oleh karena itu, ia akan
mengamati bagaimana seseorang mengayuh sepeda. Selanjutnya pada tahap
penyimpanan dalam ingatan si anak akan tersimpan bahwa bersepeda itu
menyenangkan dan suatu saat jika waktunya tepat ia akan meminta ayahnya
(semisal) untuk mengajarinya mengendarai sepeda. Semuanya itu kemudian
dilaksanakan pada tahap reproduksi di mana si anak kemudian benar-benar belajar
mengendarai sepeda bersama sang ayah. Ketika anak itu sudah berhasil, di
sinilah tugas sang ayah untuk memberi reward sebagai bentuk apresiasi atas
keberhasilan sang anak sekaligus merupakan tahap motivasi.
Beberapa contoh lain dijelaskan dalam poin-poin
berikut:
·
Iklan
mie instan, di iklan tersebut diperlihatkan seseorang yang sedang melihat orang
lain makan mie instan dengan nikmatnya, membuatnya pada akhirnya makan mie
instan yang sama.
·
Melihat
kecelakaan di konser sebuah band nasional yang mengakibatkan seseorang
meninggal, seorang pemudi yang tadinya hendak menonton konser band tersebut di
kotanya menggagalkan niatnya.
·
Kejadian
perampokan/pembacokan yang baru-baru ini terjadi di depan jalan sebuah
perumahan di Ring Road Utara, memakan korban, membuat orang takut untuk lewat
jalan tersebut, dan memilih melewati jalan lain.
·
Iklan
sebuah pasta gigi memperlihatkan seorang anak yang meniru kebiasaan ayahnya
makan, ribut sendiri karena menonton bola, dan cara ayahnya menggosok gigi.
·
Seorang
balita yang kecanduan rokok dan berkata kasar karena lingkungan (orang-orang
dewasa) sekitar terbiasa merokok dan berkata kasar.
·
Seorang
anak melompat dari lantai 4 sebuah rumah susun dengan menggunakan seprai
setelah melihat film superhero.
·
Sosialisasi
penggunaan helm dan mengendarai motor yang baik menggunakan suatu film pendek
yang mengilustrasikan seorang pemuda yang naik motor ugal-ugalan dan tidak
memakai helm, berakibat fatal; kaum muda yang melihatnya menggunakan helm dan
berkendara aman tak hanya untuk menghindari ditilang polisi, tetapi untuk
mengamankan dirinya.
·
Serangkaian
novel yang bercerita tentang percintaan vampir dengan manusia menjadi bestseller, memacu penulis lain untuk
menulis novel-novel yang bercerita tentang percintaan vampir-manusia.
·
Seorang
selebritis mulai berkecimpung di dunia politik, menambah kesuksesannya,
selebritis lain juga akhirnya banyak yang terjun ke dunia politik.
·
Belakangan
ini, ada aktor/aktris yang mencoba peruntungan di dunia tarik suara, dan cukup
sukses. Melihat hal ini banyak aktor/aktris lain yang mulai ikut-ikutan terjun
di dunia tarik suara.
·
Sinetron-sinetron
yang memiliki high rating saat ini
adalah bercerita tentang cinta dan judul sinetronnya adalah nama sang tokoh
utama. Banyak sinetron-sinetron baru yang bermunculan bertema cinta dan
judulnya pun adalah nama sang tokoh utama.
·
Di
negara yang terkenal dengan sebutan negara adikuasa, mulai booming selebritis yang terjun ke usaha garmen, diawali dengan
segelintir selebritis yang mulai mempunyai usaha parfum atau clothing brand.
·
Memenuhi
kebutuhan transportasi anak muda, sebuah perusahaan mobil ternama mendesain
sebuah mobil yang berjiwa muda, dengan ciri mobil kecil (untuk 4 orang) dan
berbentuk kapsul dengan lekukan-lekukan di bodi mobilnya. Melihat jumlah
penjualannya, kini banyak produsen mobil yang memproduksi mobil dengan bentuk
yang mirip.
·
Sebuah
perusahaan telekomunikasi di sebuah negara yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak di Asia memproduksi secara massal ponsel murah dengan tombol QWERTY.
Karena jumlah penjualannya, banyak produsen di negara yang sama, bahkan
Indonesia sendiri memproduksi ponsel dengan bentuk yang sama.
·
Seorang
anak melihat temannya yang terluka karena terkena petasan, anak itu pun
menghindari main petasan.
·
Seorang
pemuda melihat kesuksesan seorang bintang sepak bola dunia, memacunya untuk
berlatih sepak bola sebaik mungkin, berharap bisa mengikuti jejak bintang sepak
bola tersebut.
·
Seorang
remaja melihat sekelompok remaja lain perform
dance dengan gemilang, remaja ini pun mulai belajar dan berlatih dance serupa.
·
Ada
seorang yang kecopetan ponselnya yang dia taruh di tasnya, mengetahui hal
tersebut, seseorang mengindari menaruh ponsel di tas.
·
Seorang
anak melihat ibunya makan bakso, dia juga ingin memakannya dan meminta pada
ibunya. Namun, sang ibu menunjukkan ekspresi kepedasan dan akhirnya si anak
tidak mau memakan bakso tersebut.
Penerapan Teori Bandura dalam
Pendidikan
Penerapan Teori Bandura dalam Pembelajaran Proses
pembentukan perilaku dari tidak suka belajar menjadi suka belajar dapat
dilakukan melalui banyak cara, diantaranya adalah dengan modeling. Kalau
siapapun yang ada di rumah atau di ingkungan anak sudah terbiasa belajar sejak
kecil maka hal ini akan diobservasi oleh anak secara terus menerus dalam
hidupnya. Kemudian anak ini difasilitasi dengan banyak media baik yang alami
maupun buatan untuk mendorong minat belajarnya,misalnya berupa buku bacaan,
buku tulis dan kelengkapannya, serta media cetak atau audio visual yang ditata
secara menarik di rumah atau kelompok kelompok belajar yang ada. Orang tua atau
guru atau pembimbing berperan ganda, sebagai model sekaligus sebagai pamong
belajar. Tanpa ada ancaman, hukuman, ketegangan, ketakutan akan membuat anak
nyaman, tenang, untuk belajar dengan pamongnya. Dominansi kasih sayang,
kelembutan, contoh yang nyata, kejujuran, kesantunan, pujian, penghargaan,
senyuman akan sangat mendorong munculnya perilaku yang diharapkan.
Kesinambungan proses seperti ini akan mengkristal dalam jiwa dan pikir anak
sehingga menjadi perilaku yang permanen dalam hidupnya. Tidak akan mudah lekang
oleh waktu dan tuntutan zaman yang semakin tidak karuan.
Penerapan dalam pelajaran ekonomi dan akuntansi guru
dapat membawa para siswanya ke swalayan, pasar, toko, koperasi, bursa efek,
bank, BMT, salon,dan lain lain yang jelas ke pusat pusat perdagangan atau
ekonomi. Di tempat ini siswa dapat belajar menghitung laba, menarik minat
konsumen untuk membeli barang atau jasa, mengemas barang sehingga menjadi
terjangkau untuk dibeli masyarakat kelas menengah ke bawah, memberi bonus bagi
pelanggan yang tepat waktu membayar cicilan. Penerapan dalam pelajaran sejarah
guru dapat membawa siswanya misalnya ke Gua Selarong untuk mengamati lokasi
Pangeran Diponegoro bersembunyi dari kejaran Belanda yang menjajah Indonesia.
Selain itu, mengamati tandu yang digunakan untuk mengusung Jendral Besar
Sudirman saat bergerilya dalam kondisi sakit paru paru.Sambil mengamati objek
objek belajar tersebut guru dapat memberikan informasi yang pas untuk
menumbuhkan rasa patriotisme atau memberi informasi penting tentang sejarah
Indonesia yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan metode observasi dan modeling
yang menjadi ciri utama Teori Bandura siswa dapat belajar sambil menikmati
indahnya alam sekitar ciptaan Yang Maha Pencipta, siswa dapat menghirup
segarnya udara di luar kelas dengan sepuas puasnya. Siswa dapat mengembalikan
kebugaran fisiknya dengan mengamati banyak objek alami dan fenomena fenomena
baru dibawah bimbingan gurunya.
Siswa dapat berdiskusi dan adu argumentasi setelah
menemukan banyak data di lapangan yang dituliskan dalam tabel pengamatan. Siswa
dapat menemukan sendiri pengetahuan baru (inquiry) setelah mengamati dan
berdiskusi serta tambahan informasi dari teman dan gurunya. Mereka tidak akan
merasakan lelah atau terlalu lama belajar langsung di alam atau mengamati
langsung objek belajar yang asli atau alami. Sekaligus guru dapat memberi
penilaian yang sebenarnya dari kemampuan para siswanya setelah melihat,
mendengar, mendiskusikan masalah, mengumpulkan data dan menarik kesimpulan
bersama seluruh siswanya. Kondisi siswa yang seperti ini penting untuk dapat
mengatasi kejenuhan fisik maupun psikis siswa dalam belajar, karena di metode
belajar ini guru mengaitkan langsung antara materi pelajaran dengan alam ( yang
memiliki komponen biotic berupa makhluk hidup dan komponen abiotik berupa benda
mati ) atau kehidupan sehari hari. Memang diperlukan persiapan dan ketangguhan profesi
dari sang guru atau orangf tua baik berupa fisik maupun psikis dalam menerapkan
konsep belajar ini. Hal ini disebabkan karena akan munculnya banyak kreatifitas
dan kenyataan kenyataan baru dari konsep ilmu yang diperoleh siswa, yang
berbeda jauh dengan teori yang ada di buku atau media belajar cetak maupun
elektronik yang lain. Guru akan menjadi sangat capek karena harus melayani
banyaknya pertanyaan dan temuan temuan siswa yang mulai tumbuh pola berpikir
analitik dan sintetiknya. Kemudian siswa akan terus memburu untuk mendapatkan
jawaban dari permasalahan ini,disini kemampuan guru ditantang untuk dapat
mengelola setiap permasalahan yang diajukan. Guru dapat menghantarkan siswa
untuk membuka buku buku sumber yang ada pada siswa atau di perpustakaan,
membuka internet, memberi kesempatan diskusi pada kelompok, sebelum akhirnya
kesimpulan yang benar akan diperoleh dibawah bimbingan guru. Dari contoh contoh
di atas terbukti sudah bahwa dengan aplikasi teori belajar Bandura dapat
menciptakan masyarakat belajar bagi seluruh siswa atau anak, menimbulkan banyak
pertanyaan, membuat siswa atau anak dapat mengadakan refleksi, menemukan
sendiri konsep konsep ilmu ,guru dapat mengadakan penilaian yang sesungguhnya
dari kemampuan yang dimiliki setiap siswa atau anak, guru maupun siswa lain
dapat menjadi model belajar anak , dan membiasakan berpikir konstruktif bagi
siswa atau anak. Pada akhirnya diharapkan adanya perubahan perilaku anak dari
tidak suka belajar menjadi terbiasa belajar.
2.8. Kontribusi yang diberikan oleh Albert BAndura
Albert Banduran memberikan kontribusi besar dalam
psikologi, melalui teorinya teknik pembelajaran sosial. Teori Albert Bandura
lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya, karena itu menekankan
bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif
orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata reflex
atas stimulus (S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat
interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri. Pendekatan
teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasan
merespon) dan modeling. Selain itu pendekatan belajar sosial menekankan
pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak-anak.
Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak-anak,
faktor sosial dan kognitif.
Kelebihan Teori
Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya, karena itu
menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system
kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan
semata-mata reflex atas stimulus (S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang
timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning
(pembiasan merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu pendekatan belajar
sosial menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan
anak-anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan
anak-anak, faktor sosial dan kognitif.
Kelemahan
yang terdapat pada teori ini adalah pada saat proses penerimaan informasi yang
tidak melihat aspek positif dan negatifnya. Jika manusia belajar atau membentuk
tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan (modeling), sudah pasti terdapat
sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah
laku yang negative, termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.
2.9. Teori
Sosial Kognitif Walter Mischel
Latar Belakang Sistem Kepribadian Afektif-Kognitif
Beberapa teoritis seperti Hans Eysenck dan G. Allport
yakin jika perilaku adalah produk dari sifat kepribadian yang relative stabil.
Namun, Mischel merasa keberatan dengan asumsi ini. Riset-riset awalnya malah
mendorong dia untuk percaya bahwa perilaku merupakan fungsi dari situasi.
Paradoks
Konsistensi
Mischel
melihat bahwa semua orang baik psikolog atau orang awam yakin secara intutif
bahwa perilaku manusia relatif konsisten (Paradoks Konsistensi), padahal bukti
empiris menunjukkan keberagaman situasi. Banyak orang dan psikolog
mendeskripsikan kejujuran, loyalitas agresifitas dan sifat-sifat lainnya adalah
penentu perilaku. Mischel tidak sependapat dalam hal ini. Beberapa riset malah
gagal mendukung paradoks konsistensi. Perilaku itu bergantung pada situasi, ada
kalanya siswa yang jujur malah menyontek saat ujian, padahal dia tidak pernah
mencuri atau suka berbohong.
Interaksi
antara Situasi dan Kepribadian
Seiring
berjalannya waktu, Mischel (1973, 2004) melihat bahwa manusia bukan wadah
kosong tanpa sifat-sifat kepribadian. Dia mulai mengakui sebagian besar orang
memiliki konsistensi tertentu dalam perilaku mereka, meski dia terus
menekanakan bahwa situasi memiliki efek yang sangat penting pada perilaku.
Perilaku disebabakan oleh sifat-sifat personal secara global saja, namun oleh
persepsi orang terhadap dirinya pada situasi tertentu. Misalnya seorang lelaki
yang biasanya malu di depan para gadis, dapat bersikap terbuka dan
terang-terangan bila di antara laki-laki atau perempuan yang lebih tua. Jadi
sebenarnya ekstrovert atau intrivert?. Menurut Mischel kedua disposisi itu
adalah miliknya tergantung kondisi dan situasinya.
Pandangan
kondisional ini yakin bahwa perilaku dibentuk oleh disposisi pribadi dan proses
kognitif-afektif tertentu. Jika teori sifat yakin disposisi global adalah
penentu utama perilaku, maka Mischel yakin kepercayaan, nilai, tujuan, kognisi
dan perasaan seseorang berinteraksi disposisi-disposisi itulah penentu utama perilaku.
Sistem Kepribadian Afektif Kognitif
Cognitive-affective
Processing System (CAPS)
Kepribadian harus
dipahami sebagai sebuah sistem, yang mengacu pada sesuatu yang memiliki
bagian-bagian dalam jumlah yang besar dan saling berinteraksi satu sama lain.
Bagian-bagian yang saling berinteraksi tersebut sering menimbulkan bentuk yang
kompleks dari suatu perilaku. Dinamika interaksi antara bagian-bagian tersebut
menimbulkan kompleksitas dari sistem. CAPS (Mischel & Schoda, 1995, dalam
Pervin, Cervone, & John, 2005) memiliki tiga ciri khas, yaitu:
1) Aspek kognitif dan
emosi saling berkaitan satu sama lain. Pemikiran mengenai goals akan memicu
pemikiran mengenai skills, dan akhirnya memicu pemikiran self-efficacy. Pada
akhirnya mempengaruhi self-evaluations dan emosi,
2) Aspek situasi yang
berbeda mengaktivasi bagian tertentu dari keseluruhan sistem kepribadian, dan
3) Apabila situasi yang
berbeda mengaktivasi bagian tertentu dari keseluruhan sistem kepribadian, maka
perilaku manusia harus berbeda dari satu situasi ke situasi lainnya.
Mischel dan
Shoda yakin kalau sistem kepribadian afektif-kognitif yang disebut juga sistem
pemroresan afektif-kognitif adalah penyebab keberagaman perilaku seseorang
dalam situasi yang berbeda, keragaman perilaku seseorang dalam situasi yang
berbeda walaupun sifatnya relatif stabil untuk waktu cukup lama. Variasi perilaku
dapat dikonsepsikan sebagai : Jika A maka X namun jika B maka Y. Contohnya
jika sesorang pria merasa tertekan isterinya, maka dia akan beraksi dengan
agresi, Namun ketika variebel jika berubah, variabel maka juga
berubah. Jika sang suami ditekan sang bos maka reaksinya adalah kepatuhan.
Perilaku suami ini dengan stimulus sama (ditekan) menghasilkan respon
yang berbeda.
Prediksi
Perilaku
Prediksi perilaku dinyatakan sebagai
berikut. Jika kepribadian merupakan sistem stabil yang terus memproses informasi
situasi eksternal dan internal, maka ketika individu mengahadapi situasi
berbeda, perilaku mereka bisa tetap atau berubah. Konsep ini menyatakan bahwa
prediksi perilaku bersandar sepenuhnya kepada pengetahuan tentang bagaimana dan
kapan beragam unit kognitif dan afektif diaktifkan. Unit afektif dan kognitif
ini meliputi pengkodean, ekspektansi, keyakinan, kompetensi, rencana dan
strategi pengaturan diri, konsekunesi dan tujuan.
1.
Variabel-Variabel
Situasi
Mischel yakin bahwa pengaruh relatif variabel-variabel
situasi dan sifat pribadi dapat ditemukan dengan mengamati keseragaman dan
keragaman respon seseorang pada situasi tertentu. Ketika pribadi yang berbeda
bersikap dengan cara yang mirip, misalkan saat melihat film yang emosional,
maka variabel situasi akan jauh lebih kuat dibandingkan dengan karakteristik
pribadi. Di sisi lain kejadian yang sama menghasilkan respon yang berbeda,
misalnya beberapa pekerja bisa saja mengundurkan diri, namun perbedaan
individual akan mengarah kepada perilaku yang beragam tergantung kebutuhan akan
pekerjaan. Orang akan membentuk perilakunya sesuai situasi, contohnya menunggu
antrian di dokter yang membosankan akan ‘diakal-akali’ (kognitif) dengan
mendengar musik atau main game agar lebih menyenangkan
(afektif).
2.
Unit-Unit Afektif dan Kognitif
Tahun 1973 Mischel menemukan variebel kepribadian yang
relatif stabil, tumpang tindih dan berinteraksi dengan situasi yang menentukan
perilaku. Kelima variabel itu adalah strategi pengkodean, kompetensi dan
starategi pengaturan diri, ekspektansi dan keyakinan, tujuan dan nilai, dan
respon-respon afektif.
a.
Strategi
Pengkodean
Yaitu cara manusia mengkategorikan informasi yang
diterimanya dari stimuli eksternal. Manusia menggunakan proses kognitif unutk
mengubah stimuli menjadi konstruk kepribadian mereka; yaitu cara mereka
memandang diri, orang lain dan dunia.Contoh: seseorang mungkin bereaksi dengan
amarah saat dihina, sementara orang lain malah mengabaikannya.
b. Beberapa kompetensi dan Strategi
Pengaturan Diri
Keyakinan terhadap apa yang bisa
dilakukan berkaitan erat dengan kompetensi (Mischel, 1990), mengacu pada
susunan luas informasi yang diperoleh manusia. Mischel setuju dengan Bandura
bahwa manusia tidak bisa memahami semua stimuli hanya dapat mengkontruksi
secara selektif atau membangkitkan versi kita mengetahui mengenai dunia nyata.
Contoh: Seseorang mahasiswa yang berbakat mungkin percaya dia memiliki
kompetensi bisa lulus, namun tak pernah tahu apa macam dan isi soalnya persis.
Bandura dan Mischel yakin manusia
menggunakan self regulatory strategiesunutk mengontrol perilaku
melalui tujuan yang ditetapkannya sendiri (Self imposed goals) dan
konsekunsi yang dibuatnya sendiri (self produce consecunces). Manusia
tak perlu penghargaan eksternal atau hukuman untuk membentuk perilaku, mereka
menentukan sendiri tujuan hidupnya dan menghargai usahanya sendiri atau
mengkritik tindakannya sendiri (Fiest, Jess, & Fiest Gregory, 2008 terj.)
c. Ekspektansi dan Keyakinan
Pengetahuan mengenai prediksi
kekuatan yang dimiliki terhadap keyakinan akan hasil dan situasi tertentu
adalah prediktor perilaku yang lebih baik dari pada pengetahuan tentang
kemampuan bertindak (Mischel, 2002).
Dari pengalamannya, manusia belajar
mewujudkan perilaku tertentu yang mereka harapkan. Ketika tidak tahu apa yang
harus dilakukan manusia akan cenderung melakukan sesuatu sesuai dengan
pengaharapan pada pengalamannya di masa lalu. Contohnya ketika mahasiswa yang
tidak pernah mengikuti tes pasca sarjana pasti pernah mempersiapkan diri untuk
tes yang lain; dia berharap bentuk teknik belajar yang sama berhasil saat ujian
pasca sarjana yang belum berpengalaman. Mischel menyebutnya dengan behaviour
outcome expectancy.
Manusia juga sering menggunakan
kerangka “jika”…. “Maka”. Jika saya mendekatinya dengan cara yang
sebelumnya saya lakukan kepada orang lain, maka saya dengan cara itu berharap
dia akan mau. Mischel juga mengidentifikasikan jenis kedua ekspektansi,
ekspekatansi terhadap hasil stimulus (Stmimulus-outcome expectancy),
yang mengacu pada banyaknya kondisi stimulus yang mempengaruhi konsekuensi.
Ekspektansi ini membantu memprediksi kejadian yang paling mungkin muncul apda
situasi tertentu. Contohnya seorang anak yang sudah dikondisikan mengaitkan
rasa sakit dengan perawat di rumah sakit akan mulai menangis dan ketakutan saat
melihat perawat mamandangnya.
d. Tujuan dan Nilai
Manusia bereaksi aktif terhadap
situasi. Mereka menentukan tujuan, rencana untuk mencapainya. Contohnya dua
oarang mahasiswa mungkin memiliki prestasi akademik yang sama, dan ekpektansi terhadap
lulus kuliah sama besar, namun nilai yang dipegang berbeda, mahasiswa satu
mangartikan berhasil dengan nilai masksimal, sedangkan mahasiswa yang lain
mengartikan berhasil dengan mendapatkan pekerjaan setelah lulus.
Nilai, tujuan, minat, dan kompetensi
adalah unit afektif kognitif yang paling stabil. Penyabab konsistennya adalah
kadar kemunculan emosi. Contohnya seseorang bisa menempatkan nilai negatif pada
makanan tertentu karena makanan itu berkaitan dengan rasa mual yang pernah
dirasakannya dulu. Nilai patriotik yang tertanampun sama.
e. Respon-Respon Afektif
Respon afektif mencakup perasaan dan
rekasi fisiologis lainnya. Konsep kognitif tidak terpisah dari afektif,
contohnya saat pengkodean orang akan menggunakan sisi kognitif dan afektif
secara bersamaan. Contohnya “saya memandang saya sebagai orang yang baik dan
saya bangga dengan itu”. Dengan cara yang sama kompetensi dan strategi untuk
mengatasi masalah, keyakinan dan ekpektansi tujuan dan nilai seseorang semuanya
diwarnai respon afektif (Mischel & Shoda, 1995 dalam Theories of
Personality).
2.10. Eksperimen dan Aplikasi Teori
Walter Mischel
Marshmallow experiment
Di akhir
tahun 1960an, Walter Mischel, seorang profesor ilmu psikologi di Stanford
University melakukan sebuah percobaan sederhana yang kemudian menjadi buah
bibir di dunia psikologi. Awalnya, dia hanya ingin menyelidiki proses mental
yang membuat sebagian orang mampu mengontrol diri mereka, sementara lainnya
menyerah dengan cepat. Anak-anak yang ikut dalam eksperimennya diundang untuk
masuk satu per satu ke sebuah ruangan di Bing Nursery School, yang terletak di
kampus Stanford University. Ruangan tersebut tidak terlalu besar, dan hanya
terdapat sebuah meja dan kursi di dalamnya. Di atas meja tersebut terdapat
berbagai makanan kesukaan anak kecil: kembang gula marshmallow, biskuit,
dan pretzel.
Anak yang masuk kemudian akan
diminta untuk duduk dan dipersilakan memilih salah satu dari makanan-makanan
kecil tersebut. Seorang periset kemudian mengajukan tawaran: Anak tersebut
boleh langsung mengambil pilihan mereka; atau jika mereka mau menunggu periset
tersebut yang akan keluar selama beberapa menit, anak tersebut boleh
mendapatkan dua jenis makanan kesukaan mereka. Bila mereka tidak sabar menunggu
dan ingin segera menikmati makanan kecil tersebut, mereka boleh membunyikan
lonceng yang ditaruh di atas meja, dan periset tersebut akan langsung masuk
untuk memberikan anak satu jenis jajanan saja. Setelah anak-anak tersebut
mengerti, periset tersebut kemudian meninggalkan ruangan sekitar lima belas
menit.
Eksperimen tersebut dilakukan selama
beberapa tahun. Dalam upaya menahan godaan mereka untuk mendapatkan tawaran
yang nilainya dua kali lebih banyak, sebagian anak-anak menutup mata mereka,
bersembunyi di kolong meja, atau melihat ke arah lain. Yang lainnya
menendang-nendang meja, atau bermain-main dengan rambut mereka. Salah seorang
anak terlihat melirik sekeliling ruangan untuk memastikan tidak ada orang yang
melihat. Kemudian dia mengambil sebuah Oreo, membuka bagian tengahnya,
menjilati krim putihnya, dan kemudian dengan mengembalikan biskuit tersebut ke
tempat semua — dengan wajah penuh kemenangan. Dan tentu saja, beberapa anak
menyerah dan tanpa membunyikan lonceng, langsung menyantap makanan kesukaan
mereka.
Setelah menerbitkan beberapa makalah
dari percobaan di atas, Mischel berpindah ke penelitian-penelitian lain.
Eksperimen yang melibatkan anak-anak yang berjuang melawan nafsu mereka memang
cukup menarik, tetapi Mischel tidak merasa percobaan tersebut bisa melambungkan
namanya. Masih banyak penelitian lain yang kelihatannya lebih menarik dan
berbobot.
Sesekali ketika Mischel
berbincang-bincang dengan tiga orang anak perempuannya yang juga pernah
bersekolah di Bing, dia menanyakan kabar teman-teman sekelas mereka. Bagaimana
kabar Jane? Bagaimana kabar Eric? Dari jawaban-jawaban para putrinya, Mischel
mulai menyadari adanya hubungan antara prestasi akademik teman-teman anaknya
setelah remaja dengan kemampuan mereka menahan diri selama eksperimen di atas.
Dia meminta putri-putrinya memberikan skala 0-5 untuk menilai prestasi akademik
teman-teman mereka, dan hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan data pada percobaan
tersebut. Begitu dia menemukan adanya korelasi yang menarik antara kemampuan
kontrol diri dan prestasi akademik anak-anak tersebut, dia segera memutuskan
kembali meneliti data-data percobaan tersebut dengan serius.
Di tahun 1981, ketika anak-anak tersebut
sudah masuk usia sekolah menengah, Mischel mengirimkan kuisioner kepada para
orang tua dan guru dari 653 anak-anak yang pernah mengikuti eksperimen di Bing
tersebut. Kuisioner tersebut memuat pertanyaan-pertanyaan tentang semua
perilaku yang bisa dipikirkannya, dari kemampuan mereka membuat rencana, atau
berpikir ke depan, kemampuan mengatasi masalah atau konflik, atau kemampuan
antar personal mereka. Dia juga meminta hasil ujian SAT mereka (SAT adalah
ujian standar di Amerika untuk masuk ke perguruan tinggi).
Ketika data-data masuk dan Mischel
mulai menganalisis hasilnya, dia menemukan anak-anak yang tidak sabar, yang
tidak bisa menahan diri mereka dalam percobaan tersebut, lebih mungkin
menghadapi masalah tingkah laku, baik di sekolah atau pun di rumah. Mereka juga
mendapatkan nilai ujian yang lebih rendah, sulit berkonsentrasi dan memiliki
lebih sedikit teman. Mereka yang bisa bertahan selama 15 menit dalam ruangan
tersebut tanpa menyentuh makanan kesukaan mereka, secara rata-rata berhasil
meraih nilai SAT 210 poin lebih tinggi dari mereka yang hanya bertahan 30
detik. Ketika mereka berusia 30 tahun, anak-anak yang dulunya tidak bisa
mengontrol diri mereka memiliki berat badan yang lebih tinggi, dan lebih
mungkin terlibat dalam obat bius.
Mengapa kontrol diri sangat penting?
Selama berpuluh-puluh tahun, para psikolog dan masyarakat umum percaya bahwa
kecerdasan adalah faktor utama untuk menentukan sukses di kemudian hari. Tetapi
seperti yang kita baca di buku Ketika Mozart Kecil Memainkan Jemarinya,
hal tersebut tidak benar. Kecerdasan tanpa pengetahuan mendalam di satu bidang
tidaklah berguna, dan untuk mendapatkan pengetahuan tersebut dibutuhkan kerja
keras. Mischel juga berpendapat demikian. Anak dengan IQ setinggi langit pun
harus mengerjakan pekerjaan rumah mereka, dan kontrol diri memungkinkan mereka
berfokus melakukan hal yang harus dilakukan, meski mereka tidak menyukainya.
Menurut Mischel, apa yang penting
dari eksperimen tersebut, yang kemudian dikenal dengan nama ujian marshmallow,
bukanlah cuma tentang kontrol diri atau kekuatan keinginan, tetapi tentang
bagaimana mereka mencari cara agar tujuan mereka tercapai dalam situasi yang
menantang. Pada dasarnya, semua orang menginginkan “marshmallow” kedua, ketiga,
dan seterusnya. Yang menjadi pertanyaan: Bagaimana cara mendapatkannya? Kita
tidak bisa mengontrol lingkungan kita, tetapi kita bisa mengontrol tanggapan
kita tentang situasi yang sedang kita hadapi tersebut. Kemampuan mengontrol
diri kita sendiri tersebut, pada akhirnya yang akan menentukan ke arah mana
hidup kita akan menuju.
Menurut Mischel, itulah sebabnya
ujian sederhana tersebut mampu meramalkan dengan baik keberhasilan anak-anak
tersebut berpuluh tahun kemudian. Ujian tersebut adalah tentang kemampuan
mengatasi emosi sesaat. Jika Anda bisa menghindari godaan sesaat tersebut, Anda
bisa berfokus pada tujuan jangka panjang yang lebih penting seperti belajar,
berlatih, atau menabung untuk masa depan. Meski eksperimen Mischel ini tidak
ditujukan untuk menjelaskan pencapaian keahlian individu, bisa dipastikan
kemampuan kontrol diri tersebut jelas dibutuhkan untuk menjalani deliberate
practice dan pembelajaran yang benar selama belasan tahun.
Lalu bagaimana kemampuan kontrol
diri tersebut diperoleh? Studi Mischel dan rekan-rekannya yang berikutnya
menemukan perbedaan kemampuan kontrol diri tersebut sudah muncul sejak
anak-anak belajar berjalan, sekitar satu setengah tahun. Anda yang masih
percaya bahwa faktor keturunan adalah faktor utama dalam pencapaian sukses dan
keahlian akan segera bersorak. Nah, akhirnya terbukti juga keturunan adalah
faktor yang paling penting. Namun, tunggu dulu. Jangan bersorak gembira dulu
karena Mischel tidak setuju dengan Anda. Lingkungan lebih mungkin menjelaskan
perbedaan tersebut. Ketika Mischel melakukan eksperimen di keluarga miskin
dengan keluarga kaya, dia menemukan anak-anak dari kalangan berada memiliki
kontrol diri yang lebih tinggi. Mengingat tidak ada gen yang berkaitan dengan
kekayaan, maka penjelasan yang lebih masuk akal adalah kontrol diri merupakan
hasil dari pendidikan di rumah. Orang tua yang miskin tidak memiliki waktu
untuk melatih anak-anak mereka menunda kesenangan karena sibuk dengan urusan
perut yang lebih mendesak. Kontrol diri adalah hasil dari latihan yang
diberikan orang tua sejak sedini mungkin.
Untuk membuktikan hal tersebut, Mischel
dan rekan-rekannya mengajari anak-anak untuk menganggap gula-gula marshmallow
sebagai awan. Melalui latihan tersebut, kontrol diri anak-anak tersebut
meningkat naik. Tentu saja agar kemampuan mengalihkan perhatian tersebut
menjadi kebiasaan, hal tersebut perlu diulang dan dilatih.
Penerapan
Teori Walter Mischel.
Teori
sosial kognitif oleh Walter Mischel sangat dapat dirasakan manfaat dalam
penerapannya. Aplikasi dari teori ini yang terkenal adalah delay
gratification. Delay gratification adalah kemampuan individu dalam menunda
kesenangan. Eksperimen telah dilakukan Mischel menjelaskan bahwa delay
gratification sebenarnya bukan hanya bersifat mental, melainkan juga dapat
dikaitkan dengan upaya kita untuk mengelola keuangan dan cara kita menjadi orang
yang sukses secara finansial.
Contoh delay gratification :
·
Si A begitu menginginkan jenis HP tertentu tetapi
harganya terlalu mahal baginya. Akhirnya, dia pun berusaha menunda. Justru,
dengan beberapa bulan menunda, menyebabkan harga ponsel akhirnya jatuh drastis
yang akhirnya memungkinkan dia membelinya dengan harga yang relatif lebih murah
·
Si B awalnya menginginkan membeli rumah tipe yang
sangat kecil. Namun, akhirnya, ia menahan diri dan menabung lebih banyak lagi
sehingga dapat membeli rumah yang ukurannya lebih sesuai dengan harapannya.
2.11. Kontribusi yang diberikan oleh Walter Mischel
Walter Mischel adalah psikolog kognitif social yang tertarik
menjelajahi bagaimana kepribadian memengaruhi prilaku. Mischel meninggalkan
jejaknya pada bidang kepribadian dengan dua cara. Pertama, kritiknya atas
gagasan kekonsistenan prilaku memicu sejumlah kontroversi yang kemudian dikenal
sebagai perdebatan orang-situasi. Kedua, ia mengajukan model CAPS, suatu cara
berpikir baru mengenai kepribadian. Berikut adalah kontribusi besar yang
diberikan oleh Walter Mischel, :
· Kekonsistenan dan Perdebatan Orang-Situasi
Apakah kita membicarakan berbagai konflik
seksual yang tidak disadari, trait atau motif, seluruh pendekatan yang kita
bahas sejauh ini mengatakan bahwa berbagai karakteristik kepribadian adalah
stabil dan memengaruhi prilaku.
Mischel menyatakan bahwa kepribadian sering
kali berubah menurut situasi yang terberi. Mischel menyatakan bahwa prilaku
adalah diskriminatif-yaitu, seseorang memandang pada tiap-tiap situasi dan
berespons sesuai situasi tersebut. Pandangan Mischel disebut situasionisme, gagasan
bahwa kepribadian dan prilaku sering kali sangat bervariasi dari satu konteks
ke konteks lainnya.
· System Pengolahan Afektif Kognitif (CAPS)
Pendekatan ini bermakna bahwa berbagai pikiran
dan emosi kita mengenai diri kita dan dunia memengaruhi interaksi kita dengan
lingkungan dan menjadi terkait sehingga penting bagi prilaku.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori Sosial Kognitif memberikan
kerangka untuk perancangan dan mengimplementasian program perubahan perilaku
yang komprehensif. Teori Sosial Kognitif menarik untuk program pembelajaran
karena tidak hanya menjelaskan dinamika perilaku individu tapi juga memberikan
petunjuk untuk merancang strategi intervensi yang berpengaruh terhadap
perubahan perilaku. Perhatian yang besar sekarang ini ditujukan pada
kepentingan multikomponen pada intervensi dalam rangka mengembangkan program pembelajaran.
Belakangan ini, intervensi tidak hanya ditujukan pada perubahan perilaku dalam
tingkat individu tetapi juga perubahan dalam lingkungan yang mendukung
perubahan perilaku (Simon-Morton, dll, 1991). Teori Sosial Kognitif
diaplikasikan pada strategi perubahan multilevel karena teori ini memasukkan
konsep lingkungan, personal, dan juga behavioral.
.
3.2 Saran
Kami memiliki saran dari yang telah
dipelajari dari teori sosial kognitif, yaitu :
-
Memberikan
contoh yang baik (menjadi model yang baik), karena kita hidup dengan orang
lain, sehingga orang lain tidak menirukan tindakan kita yang kurang berkenan.
-
Kita
bisa memanipulasi perilaku orang lain dengan pengetahuan tentang penguatan.
DAFTAR PUSTAKA
Hergenhahn, B.R., Olson, Matthew H. 2008. Theories
of Learning (Teori Belajar), edisi ke-7. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.s
Djamarah, Syaiful Bahri. (2002). Psikologi
Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Pervin,
L.A. & John O.P. (2005). Personality : Theory and Research. New York: John
Wiley & Sons, Inc
Hergenhahn, B.R., Olson,
Matthew H. 1997. An Introduction to Theories
of Learning, 3rd edition. New Jersey: Prentice-Hall
International
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Grafindo
Persada
Alwisol. 2009.
Psikologi Kepribadian, edisi Revisi. Malang:UMM Press
Feist Jess & Feist J. Gregory. Theories of Personalits. Terj. Santoso,
Yudi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://www.hhpublishing.com/_onlinecourses/BSL/bsl_demo/bsl/motivation/F2.html diakses tanggal 12 Februari
2014 pukul 23.58
0 comments