Dewasa awal adalah peralihan dari mas remaja. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan kemasa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan yang realistis.
Ciri-ciri Masa Dewasa Awal
1. Masa Pengaturan
2. Usia Produktif
3. Masa Bermasalah
4. Masa Ketegangan Emosional
5. Masa Keterasingan Sosial
6. Masa Komitmen
7. Masa Ketergantungan
8. Masa Perubahan Nilai
9. Masa Penyesuaian Diri dengan Cara Hidup Baru
10. Masa Kreatif
Tugas-tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal
1. Mulai Bekerja
2. Memilih Pasangan
3. Belajar Hidup dengan Tunangan
4. Mulai Membina Keluarga
5. Mengasuh Anak
6. Mengelola Rumah Tangga
7. Mengambil Tanggung Jawab sebagai Warga Negara
8. Mencari Kelompok Sosial yang Menyenangkan
ASPEK FISIK
Usia 20-40 tahun
Puncak dan penurunan kemampuan fisik.
Puncak kesehatan fisik <30
kesehatan, kekuatan, energi, daya tahan, ketajaman visual.
Fungsi tubuh berkembang sempurna.
Pilihan gaya hidup memengaruhi kesehatan
ASPEK KOGNITIF
Pemikiran postformal (bersifat relatif)
Pemikiran yang berdasarkan pada pengalaman subjektif dan intuisi serta logika, berguna dalam menghadapi ambiguitas, ketidakpastian, ketidakkonsitenan, kontradiksi, ketidaksempurnaan, dan konformis.
Fleksibel, terbuka, adaptif, individualitas.
Fase pencapaian prestasi, fase tanggung jawab (K. Warner Schaise)
Kriteria Pemikiran Postformal
1. Fleksibel
2. Multikausalitas/multisolusi
3. Pragmatisme
4. Kesadaran akan paradoks
ASPEK KOGNITIF
Pemikiran beragam.
Penggunaaan intelektual lebih baik dari remaja.
Perubahan dari "mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan"
Kualitas produktivitas tertinggi usia 30-an.
Puncak kreatifitas.
Tahapan Operasional Formal lebih berkembang.
Pekerjaan dan Karier
Seleksi & Masuk > Penyesuaian Diri > Pemeliharaan > Pensiun
Wanita Berkeluarga dan Bekerja
Keuntungan :
1. Keuangan
2. Hubungan yang setara dengan suami
3. Meningkatkan harga diri
Kerugian :
1. Tuntutan waktu dan tenaga tambahan
2. Konflik peram pekerjaan dan keluarga
3. Persaingan kompetitif suami-isteri
4. Perhatian terhadap kebutuhan anak
Ciri-ciri Masa Dewasa Awal
1. Masa Pengaturan
2. Usia Produktif
3. Masa Bermasalah
4. Masa Ketegangan Emosional
5. Masa Keterasingan Sosial
6. Masa Komitmen
7. Masa Ketergantungan
8. Masa Perubahan Nilai
9. Masa Penyesuaian Diri dengan Cara Hidup Baru
10. Masa Kreatif
Tugas-tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal
1. Mulai Bekerja
2. Memilih Pasangan
3. Belajar Hidup dengan Tunangan
4. Mulai Membina Keluarga
5. Mengasuh Anak
6. Mengelola Rumah Tangga
7. Mengambil Tanggung Jawab sebagai Warga Negara
8. Mencari Kelompok Sosial yang Menyenangkan
ASPEK FISIK
Usia 20-40 tahun
Puncak dan penurunan kemampuan fisik.
Puncak kesehatan fisik <30
kesehatan, kekuatan, energi, daya tahan, ketajaman visual.
Fungsi tubuh berkembang sempurna.
Pilihan gaya hidup memengaruhi kesehatan
ASPEK KOGNITIF
Pemikiran postformal (bersifat relatif)
Pemikiran yang berdasarkan pada pengalaman subjektif dan intuisi serta logika, berguna dalam menghadapi ambiguitas, ketidakpastian, ketidakkonsitenan, kontradiksi, ketidaksempurnaan, dan konformis.
Fleksibel, terbuka, adaptif, individualitas.
Fase pencapaian prestasi, fase tanggung jawab (K. Warner Schaise)
Kriteria Pemikiran Postformal
1. Fleksibel
2. Multikausalitas/multisolusi
3. Pragmatisme
4. Kesadaran akan paradoks
ASPEK KOGNITIF
Pemikiran beragam.
Penggunaaan intelektual lebih baik dari remaja.
Perubahan dari "mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan"
Kualitas produktivitas tertinggi usia 30-an.
Puncak kreatifitas.
Tahapan Operasional Formal lebih berkembang.
Pekerjaan dan Karier
Seleksi & Masuk > Penyesuaian Diri > Pemeliharaan > Pensiun
Wanita Berkeluarga dan Bekerja
Keuntungan :
1. Keuangan
2. Hubungan yang setara dengan suami
3. Meningkatkan harga diri
Kerugian :
1. Tuntutan waktu dan tenaga tambahan
2. Konflik peram pekerjaan dan keluarga
3. Persaingan kompetitif suami-isteri
4. Perhatian terhadap kebutuhan anak
Pelecehan Seksual JIS, Ibaratnya Hanya Secuil Selai
By Gusti Gina - Saturday, April 26, 2014
Lagi heboh banget ni ya kasus JIS. Inilah potret kehidupan yang selama ini luput dari perhatian kita yang kini meledak. Banyak kok kasus lain yang serupa. Kenapa JIS yang menjadi sorotan? Why? Karena ini adlaha lembaga internasional, sehinggga lebih menarik perhatian publik. Padahal disisi lain, ada banyak kasus hal serupa banyak anak yang menjadi korban pencabulan.
Apa sih penyebabnya?
Manusia pada dsarnya memiliki insting seks, yaitu hasrat untuk pemenuhan kebutuhan biologisnya. Nah, hal ini tidak selalu normal dan sama merata pada setiap manusia. Hal ini mengingat banyak nya jumlah manusia dan keberagaman kepribadian. Pelaku mungkin saja memiliki gangguan, kelaianan, atau bahkan penyakit yang menganggu kesehatan jiwanya. Ironis memang, tetapi sebaiknya kita berusaha untuk tidak menjudge mereka habis-habisan. Berupayalah untuk memandang suatu masalah dari berbagai sisi, termasuk dari sudut pandang pelaku.
Pelaku mungkin saja memiliki habit yang kurang baik, misalnya kehidupannya dekat dengan dunia yang berbau porno. Teknologi makin canggih, dapat hampir dipastikan semua cowok menyukai hal-hal yang berbau seks. Namun, tergantung bagaimana regulasi diri (pengontrolan diri) individu saja lagi dalam menyikapi hal tersebut. Bagi mereka yang tidak dapat mengelak dorongan mereka, tentunya akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dan bagi mereka yang dapat menegendalikan secara positif, semuanya akan baik-baik saja. Ketika dorongan seksnya meninggi, dia bisa saja mencari kesibukan untuk memindahkan dorongan tersebut, misalnya olahraga dan menyibukkan diri.
Dari sisi korban, coba lihat lagi apa sih yang bikin anak diem aja digituin sama orang tua. Pada dasarnya, anak-anak itu polos, sehingga dia masih belum bisa berpikir secara sempurna. Pengetahuannya terhadap hal boleh-tidak boleh, bahaya-tidak, dan sebagainya memang masih minim. Selain itu, kondisi keluarga juga sangat menentukan perkembangan anak. Maka bagi orang tua, sayangi anak kalian, selalu anak kalian. Dekati mereka secara lebih mendalam, yang dibutuhkan mereka tidak hanya uang. Kontrol sosial sangat diperlukan dalam sebuah keluarga, agar balance dalam suatu sistem sosial terjaga dan tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan sosial.
Ada orang terdekat saya sewaktu kecil telah mengalami pelecehan seksual, yang dilakukan oleh pamannya sendiri. Namun semua itu baru terkuak setelah 11 tahun, itu pun karena nya ada desakan dia untuk mengaku. Pelecehan seksual pada anak memiliki dampak yang serius, bagi emosinya, mentalnya, kepribadiannya, bahkan moralnya. Sebut saja orang yang saya bicarakan ini adalah R. R telah mengalami beberapa kali pelecehan seksual, dia mengaku tiodak berani bicara pada orang tuanya dikarenakan takut itu salah, takut dimarahi, dan takut di kira BERBOHONG. Nah inilah yang menjadi kebanyak alasan anak kecil kenapa dia nggak ngomong.
Semakin lama R semakin merasa ketakutan. Dia mulai beranjak dewasa, dan mulai mengetahui pentingnya arti keperawanan. Namun sayang, dia sudah tidak memiliki keperawanannya lagi, itu sudah lama hilang. R merasa tidak ada gunanya menjadi gadis baik-baik, lebih baik menikmati hidup. Dia mulai bergaul sana sini, mulai menjalin cinta ke sana ke mari, dan semua itu menurutnya adalah jalan yang pantas yang ia jalani.
Perhatian terhadap anak sangat diperlukan, oleh karena itu jangan dianggap enteng hal tersebut. Jadilah pelindung bagi anak, bukan bagi predator bagi mereka.
Apa sih penyebabnya?
Manusia pada dsarnya memiliki insting seks, yaitu hasrat untuk pemenuhan kebutuhan biologisnya. Nah, hal ini tidak selalu normal dan sama merata pada setiap manusia. Hal ini mengingat banyak nya jumlah manusia dan keberagaman kepribadian. Pelaku mungkin saja memiliki gangguan, kelaianan, atau bahkan penyakit yang menganggu kesehatan jiwanya. Ironis memang, tetapi sebaiknya kita berusaha untuk tidak menjudge mereka habis-habisan. Berupayalah untuk memandang suatu masalah dari berbagai sisi, termasuk dari sudut pandang pelaku.
Pelaku mungkin saja memiliki habit yang kurang baik, misalnya kehidupannya dekat dengan dunia yang berbau porno. Teknologi makin canggih, dapat hampir dipastikan semua cowok menyukai hal-hal yang berbau seks. Namun, tergantung bagaimana regulasi diri (pengontrolan diri) individu saja lagi dalam menyikapi hal tersebut. Bagi mereka yang tidak dapat mengelak dorongan mereka, tentunya akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dan bagi mereka yang dapat menegendalikan secara positif, semuanya akan baik-baik saja. Ketika dorongan seksnya meninggi, dia bisa saja mencari kesibukan untuk memindahkan dorongan tersebut, misalnya olahraga dan menyibukkan diri.
Dari sisi korban, coba lihat lagi apa sih yang bikin anak diem aja digituin sama orang tua. Pada dasarnya, anak-anak itu polos, sehingga dia masih belum bisa berpikir secara sempurna. Pengetahuannya terhadap hal boleh-tidak boleh, bahaya-tidak, dan sebagainya memang masih minim. Selain itu, kondisi keluarga juga sangat menentukan perkembangan anak. Maka bagi orang tua, sayangi anak kalian, selalu anak kalian. Dekati mereka secara lebih mendalam, yang dibutuhkan mereka tidak hanya uang. Kontrol sosial sangat diperlukan dalam sebuah keluarga, agar balance dalam suatu sistem sosial terjaga dan tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan sosial.
Ada orang terdekat saya sewaktu kecil telah mengalami pelecehan seksual, yang dilakukan oleh pamannya sendiri. Namun semua itu baru terkuak setelah 11 tahun, itu pun karena nya ada desakan dia untuk mengaku. Pelecehan seksual pada anak memiliki dampak yang serius, bagi emosinya, mentalnya, kepribadiannya, bahkan moralnya. Sebut saja orang yang saya bicarakan ini adalah R. R telah mengalami beberapa kali pelecehan seksual, dia mengaku tiodak berani bicara pada orang tuanya dikarenakan takut itu salah, takut dimarahi, dan takut di kira BERBOHONG. Nah inilah yang menjadi kebanyak alasan anak kecil kenapa dia nggak ngomong.
Semakin lama R semakin merasa ketakutan. Dia mulai beranjak dewasa, dan mulai mengetahui pentingnya arti keperawanan. Namun sayang, dia sudah tidak memiliki keperawanannya lagi, itu sudah lama hilang. R merasa tidak ada gunanya menjadi gadis baik-baik, lebih baik menikmati hidup. Dia mulai bergaul sana sini, mulai menjalin cinta ke sana ke mari, dan semua itu menurutnya adalah jalan yang pantas yang ia jalani.
Perhatian terhadap anak sangat diperlukan, oleh karena itu jangan dianggap enteng hal tersebut. Jadilah pelindung bagi anak, bukan bagi predator bagi mereka.
but, enjoy it :)
Membaca? Pentingkah?
Iya doooong... Do you know guys? Karena dengan membaca itu bakalan bikin kamu pintar, cantik, berpengetahuan luas, ga percaya? Coba aja sendiri.
Ada beberapa manfaat dari membaca, baik itu media cetak ataupun media online. Cekidot!
1.Pintar. Banyak orang yang pintar tetapi tidak sekolah, Hamka misalnya, beliau pintar dengan belajar otodidak, yaitu membaca buku. Dengan membaca kita akan menyerap informasi dan pengetahuan yang semakin banyak. Nah tu kan, udah dibilangin tadi. :)
2.Produktif dalam menulis dan mempunyai banyak ide. Seorang pembaca yang baik akan mampu menjadi penulis yang baik. Ia akan selalu melahirkan karya - karya yang bermutu. Asyik kan ya bisa nulis gitu, apalagi kalo tulisan kita dibaca orang lain, and they like that. senangnya....
3. Membangun peradaban bangsa. Dengan membaca kita akan menjelajahi dunia. Untuk mengetahui kutub utara atau kutub selatan kita tidak perlu pergi kesana, kita tinggal membuka dan membaca buku. Dengan peradaban yang tinggi, kita akan dapat bersaing dengan negara - negara lain yang telah unggul lebih dulu. Ayo, bikin Indonesia jadi bangsa yang unggul.
4. Mengurangi kemungkinan terserang penyakit demensia atau pikun. Dengan membaca buku kita akan terus berfikir. Apabila seseorang terus berfikir maka kemungkinan untuk terserang pikun pun berkurang. Ga mau kan ya pikun? Makanya maksimalkan otak kita.
5.Memanfaatkan waktu. Terjebak macet atau dalam antrian yang panjang adalah suatu hal yang membosankan. Agar kita tidak merasa jenuh kita dapat memanfaatkanya untuk membaca buku. Selain menghilangkan rasa kesal kita juga dapat menambah ilmu. Tapi sayangnya ga semua orang mau ya ngelakuin hal ini.
6. Membaca juga bermanfaat dalam seputar dunia wanita, untuk menambah wawasan dan juga kita dapat mengetahui rahasia kecantikan wanita dan bagaimana merawat tubuh agar tetap terlihat cantik, itu semua dapat kita peroleh dari membaca. Nah tu kan, membaca bikin cantik. :)
Masih banyak manfaat dari membaca, dan itu semua gak mungkin aku jelasin atu-atu kan ya. Ynag penting, biasain aja membaca. Kalo bisa sih baca sesuatu yang bermanfaat, biar pengetahuan kita makin luas. Jangan jadi orang yang kurang pengetahuan. Be Smart, Be Beautiful! :)
Introvert adalah tipe orang yang cenderung berhati-hati dan berpikir saat berinteraksi dengan orang lain. Mereka cenderung lebih menutup diri dari kehidupan luar. Orang yang bertipe introvert lebih menyukai tempat sepi dan tenang daripada keramaian. Dalam kata lain, seorang introvert adalah orang yang tertutup.
Jika Anda atau orang terdekat Anda termasuk dalam kepribadian ini, kegiatan-kegiatan ini pasti disukai oleh kepribadian yang satu ini, seperti dilansir cosmopolitan.com.
- Menghabiskan waktu di rumah.
- Jalan kaki atau jogging hanya ditemani musik.
- Makan malam dengan seorang atau dua orang lain daripada harus makan beramai-ramai.
- Mengobrol panjang dengan teman dekat.
- Menjaga privasi Anda.
- Proyek atau rencana-rencana pribadi.
- Menulis.
- Bekerja di rumah.
So, apa Anda seorang introvert?
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Masyarakat
sering berpikir bahwa dunia psikologi adalah dunia yang berkaitan
dengan persoalan perasaan, motivasi, kepribadian, dan yang sejenisnya.
Dan kalau berpikir tentang sosiologi, secara umum cenderung memikirkan
persoalan kemasyarakatan. Kajian utama psikologi adalah pada persoalan
kepribadian, mental,
perilaku, dan dimensi-dimensi lain yang ada dalam diri manusia sebagai
individu. Sosiologi lebih mengabdikan kajiannya pada budaya dan struktur
sosial yang keduanya mempengaruhi interaksi, perilaku, dan kepribadian.
Kedua bidang ilmu tersebut bertemu di daerah yang dinamakan psikologi sosial . Dengan demikian para psikolog berwenang merambah bidang ini,
demikian pula para sosiolog. Namun karena perbedaan latar belakang maka
para psikolog akan menekankan pengaruh situasi sosial terhadap proses
dasar psikologikal – persepsi, kognisi, emosi, dan sejenisnya –
sedangkan para sosiolog akan lebih menekankan pada bagaimana budaya dan
struktur sosial mempengaruhi perilaku dan interaksi para individu dalam
konteks sosial, dan lalu bagaimana pola perilaku dan interaksi tadi
mengubah budaya dan struktur sosial. Jadi psikologi akan cenderung
memusatkan pada atribut dinamis dari seseorang; sedangkan sosiologi akan
mengkonsentrasikan pada atribut dan dinamika seseorang, perilaku,
interaksi, struktur sosial, dan budaya, sebagai faktor-faktor yang saling mempengaruhi satu sama lainnya.
Manusia
adalah makhluk sosial, artinya manusia hanya akan menjadi apa dan siapa
bergantung ia bergaul dengan siapa. Manusia tidak bisa hidup sendirian,
sebab jika hanya sendirian ia tidak “menjadi” manusia. Dalam pergaulan
hidup, manusia menduduki fungsi yang bermacam-macam. Di satu sisi ia
menjadi anak buah, tetapi di sisi lain ia adalah pemimpin. Di satu sisi
ia adalah ayah atau ibu,tetapi di sisi lain ia adalah anak. Di satu sisi
ia adalah kakak, tetapi di sisi lain ia adalah adik. Demikian juga
dalam posisi guru dan murid, kawan dan lawan, buruh dan majikan, besar
dan kecil, mantu dan mertua dan seterusnya.
Sosiolog Robert Park
dari Universitas Chicago memandang bahwa masyarakat mengorganisasikan,
mengintegrasikan, dan mengarahkan kekuatan-kekuatan individu- individu
ke dalam berbagai macam peran (roles).
Melalui peran inilah kita menjadi tahu siapa diri kita. Kita adalah
seorang anak, orang tua, guru, mahasiswa, laki-laki, perempuan, Islam,
Kristen. Konsep kita tentang diri kita tergantung pada peran yang kita
lakukan dalam masyarakat. Untuk itu, mempelajari teori peran dipandang
perlu.
-
Identifikasi Masalah
Dari
latar belakang tersebut terdapat berbagai masalah yang dapat
diidentifikasikan bahwa dalam psikologi sosial terdapat teori peran yang
perlu dipelajari untuk mengetahui bagaimana peran kita dalam
masyarakat.
-
Rumusan Masalah
-
Apa pengertian teori peran?
-
Bagaimana konsep teori peran?
-
Ketidakberhasilan Peran
-
Apa saja proses yang umum untuk memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri dari rasa bersalah
-
Tujuan Penulisan
-
Untuk mengetahui pengertian teori peran
-
Untuk mengetahui konsep teori peran
-
Ketidakberhasilan Peran
-
Untuk mengetahui proses yang umum untuk memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri dari rasa bersalah?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
-
Pengertian Teori
Teori
adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang
saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis
mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan
menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena
alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide
pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai
“menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan
hubungan dapat saling berhubungan.
Dalam ilmu pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan berarti model
atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena
sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya.
Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai
fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model
atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta
makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak pengamatan dan
terdiri atas kumpulan ide
yang koheren dan saling berkaitan. Istilah teoritis dapat digunakan
untuk menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum
pernah terpengamatan.
Menurut
Ismaun dalam Achmad Sudrajat mengemukakan bahwa teori adalah pernyataan
yang berisi kesimpulan tentang adanya keteraturan subtantif. Menemukan
keteraturan itulah tugas ilmuwan, dan dengan kemampuan kreatif
rekayasanya, ilmuwan dapat membangun keteraturan rekayasa. Keteraturan
rekayasa ini dapat dibedakan dalam tiga keteraturan, yaitu : (1)
keteraturan alam, (2) keteraturan kehidupan sosial manusia dan (3)
keteraturan rekayasa teknologi.
-
Pengertian Peran
Menurut Kozier Barbaraperan adalah
seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi
oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat
stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang
pada situasi sosial tertentu.
Peran
adalah deskripsi sosial tentang siapa kita dan kita siapa. Peran
menjadi bermakna ketika dikaitkan dengan orang lain, komunitas sosial
atau politik. Peran adalah kombinasi adalah posisi dan pengaruh.
Menurut
Biddle dan Thomas dalam Arisandi, peran adalah serangkaian
rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari
pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku
ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi
penilaian, memberi sangsi dan lain-lain.
Menurut
Horton dan Hunt [1993], peran (role) adalah perilaku yang diharapkan
dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang tergabung
dan terkait pada satu status ini oleh Merton [1968] dinamakan perangkat
peran (role set). Dalam kerangka besar, organisasi masyarakat, atau
yang disebut sebagai struktur sosial, ditentukan oleh hakekat (nature)
dari peran-peran ini, hubungan antara peran-peran tersebut, serta
distribusi sumberdaya yang langka di antara orang-orang yang
memainkannya. Masyarakat yang berbeda merumuskan, mengorganisasikan, dan
memberi imbalan (reward) terhadap aktivitas-aktivitas mereka dengan
cara yang berbeda, sehingga setiap masyarakat memiliki struktur sosial
yang berbeda pula. Bila yang diartikan dengan peran adalah perilaku yang
diharapkan dari seseorang dalam suatu status tertentu, maka perilaku
peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran
tersebut. Perilaku peran mungkin berbeda dari perilaku yang diharapkan
karena beberapa alasan. Sedangkan, Abu Ahmadi [1982] mendefinisikan
peran sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya
individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan
status dan fungsi sosialnya.
BAB III
PEMBAHASAN
- Pengertian Teori Peran
Teori
peran adalah perspektif dalam sosiologi dan psikologi sosial yang
menganggap sebagian besar kegiatan sehari-hari menjadi pemeran dalam
kategori sosial (misalnya ibu, manajer, guru). Setiap peran sosial
adalah seperangkat hak, kewajiban, harapan, norma dan perilaku
seseorang untuk menghadapi dan memenuhi. Model ini didasarkan pada
pengamatan bahwa orang berperilaku dengan cara yang dapat diprediksi,
dan bahwa perilaku individu adalah konteks tertentu, berdasarkan posisi
sosial dan faktor lainnya. Teater adalah metafora sering digunakan untuk menggambarkan teori peran.
-
Konsep Teori Peran
Menurut
teori ini, sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada skenario
yang disusun oleh masyarakat, yang mengatur apa dan bagaimana peran
setiap orang dalam pergaulannya. Dalam skenario itu sudah `tertulis”
seorang Presiden harus bagaimana, seorang gubernur harus bagaimana,
seorang guru harus bagaimana, murid harus bagaimana. Demikian juga sudah
tertulis peran apa yang harus dilakukan oleh suami, isteri, ayah, ibu,
anak, mantu, mertua dan seterusnya. Menurut teori ini, jika seseorang
mematuhi skenario, maka hidupnya akan harmoni, tetapi jika menyalahi
skenario, maka ia akan dicemooh oleh penonton dan ditegur sutradara.
Dalam era reformasi sekarang ini nampak sekali pemimpin yang menyalahi
scenario sehingga sering didemo public.
Park
menjelaskan dampak masyarakat atas perilaku kita dalam hubungannya
dengan peran, namun jauh sebelumnya Robert Linton (1936), seorang
antropolog, telah mengembangkan Teori Peran. Teori Peran menggambarkan
interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai
dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini,
harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita
untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran
tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain
sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan
peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia
adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia
harus mengobati pasien yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh
peran sosial.
Kemudian, sosiolog yang bernama Glen Elder (1975) membantu memperluas penggunaan teori peran. Pendekatannya yang dinamakan “life-course”
memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap
anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan
kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Contohnya, sebagian besar warga Amerika Serikat akan menjadi murid
sekolah ketika berusia empat atau lima tahun, menjadi peserta pemilu
pada usia delapan belas tahun, bekerja pada usia tujuh belah tahun,
mempunyai istri/suami pada usia dua puluh tujuh, pensiun pada usia enam
puluh tahun.
Di Indonesia berbeda, usia sekolah dimulai sejak
tujuh tahun, punya pasangan hidup sudah bisa usia tujuh belas tahun,
pensiun usia lima puluh lima tahun. Urutan tadi dinamakan “tahapan usia”
(age grading). Dalam masyarakat kontemporer kehidupan kita dibagi ke
dalam masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua, di mana
setiap masa mempunyai bermacam-macam pembagian lagi.
-
Ketidakberhasilan Peran
Dalam
kaitannya dengan peran yang harus dilakukan, tidak semuanya mampu untuk
menjalankan peran yang melekat dalam dirinya. Oleh karena itu, tidak
jarang terjadi kekurangberhasilan dalam menjalankan perannya. Dalam ilmu
sosial, ketidakberhasilan ini terwujud dalam role conflict dan role strain.
-
Role Conflict
Setiap
orang memainkan sejumlah peran yang berbeda, dan kadang-kadang
peran-peran tersebut membawa harapan-harapan yang bertentangan. Menurut
Hendropuspito [1989], konflik peran (role conflict) sering terjadi pada
orang yang memegang sejumlah peran yang berbeda macamnya, kalau
peran-peran itu mempunyai pola kelakuan yang saling berlawanan meski
subjek atau sasaran yang dituju sama. Dengan kata lain, bentrokan
peranan terjadi kalau untuk menaati suatu pola, seseorang harus
melanggar pola lain. Setidaknya ada dua macam konflik peran. Yakni,
konflik antara berbagai peran yang berbeda, dan konflik dalam satu peran
tunggal. Pertama, satu atau lebih peran (apakah itu peran independen
atau bagian-bagian dari seperangkat peran) mungkin menimbulkan
kewajiban-kewajiban yang bertentangan bagi seseorang. Kedua, dalam peran
tunggal mungkin ada konflik inheren.
-
Role Strain
Adanya
harapan-harapan yang bertentangan dalam satu peran yang sama ini
dinamakan role strain. Satu hal yang menyebabkan terjadinya role strain
adalah karena peran apapun sering menuntut adanya interaksi dengan
berbagai status lain yang berbeda. Sampai tingkatan tertentu,
masing-masing interaksi ini merumuskan peran yang berbeda, karena
membawa harapan-harapan yang berbeda pula. Maka, apa yang tampak sebagai
satu peran tunggal mungkin dalam sejumlah aspek sebenarnya adalah
beberapa peran. Misalnya, status sebagai karyawan bagian pemasaran
(sales) eceran di sebuah perusahaan, dalam arti tertentu sebenarnya
membawa beberapa peran: sebagai bawahan (terhadap atasan di perusahaan
itu), sebagai sesama pekerja (terhadap karyawan-karyawan lain di
perusahaan itu), dan sebagai penjual (terhadap konsumen dan masyarakat
yang ditawari produk perusahaan tersebut).
-
Stres Peran
Posisi
dimasyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur
sosial yang menimbulkan kesukaran, atau tuntutan posisi yang tidak
mungkin dilaksanakan. Stres peran terdiri dari :
-
Konflik peran, dialami jika peran yang diminta konflik dengan sistem individu atau dua peran yang konflik satu sama yang lain.
-
Peran yang tidak jelas, terjadi jika individu yang diberi peran yang tidak jelas dalam hal perilaku dan penampilan yang diharapkan.
-
Peran yang tidak sesuai, terjadi jika individu dalam proses transisi merubah nilai dan sikap. Misalnya, seseorang yang masuk dalam satu profesi, dimana terdapat konflik antara nilai individu dan profesi.
-
Peran berlebih, terjadi jika individu menerima banyak peran misalnya, sebagai istri, mahasiswa, perawat, ibu. Individu dituntut melakukan banyak hal tetapi tidak tersedia waktu untuk menyelesaikannya. (Keliat, 1992)
-
Faktor-faktor Penyesuaian Peran
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan, yaitu :
-
Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran
-
Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan
-
Kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang diemban
-
Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran
-
Pemisahan perilaku yang akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peran
-
Proses Yang Umum Untuk Memperkecil Ketegangan Peran Dan Melindungi Diri Dari Rasa Bersalah
Menurut
Horton dan Hunt [1993], seseorang mungkin tidak memandang suatu peran
dengan cara yang sama sebagaimana orang lain memandangnya. Sifat
kepribadian seseorang mempengaruhi bagaimana orang itu merasakan peran
tersebut. Tidak semua orang yang mengisi suatu peran merasa sama
terikatnya kepada peran tersebut, karena hal ini dapat bertentangan
dengan peran lainnya. Semua faktor ini terpadu sedemikian rupa, sehingga
tidak ada dua individu yang memerankan satu peran tertentu dengan cara
yang benar-benar sama.Ada beberapa proses yang umum untuk memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri dari rasa bersalah, yaitu antara lain:
-
Rasionalisasi
Rasionalisasi
yakni suatu proses defensif untuk mendefinisikan kembali suatu situasi
yang menyakitkan dengan istilah-istilah yang secara sosial dan pribadi
dapat diterima.
Rasionalisasi
menutupi kenyataan konflik peran, yang mencegah kesadaran bahwa ada
konflik. Misalnya, orang yang percaya bahwa “semua manusia sederajat”
tapi tetap merasa tidak berdosa memiliki budak, dengan dalih bahwa budak
bukanlah “manusia” tetapi “benda milik.”
-
Pengkotakan (Compartmentalization)
Pengkotakan (Compartmentalization)
yakni memperkecil ketegangan peran dengan memagari peran seseorang
dalam kotak-kotak kehidupan yang terpisah, sehingga seseorang hanya
menanggapi seperangkat tuntutan peran pada satu waktu tertentu.
Misalnya, seorang politisi yang di acara seminar bicara berapi-api
tentang pembelaan kepentingan rakyat, tapi di kantornya sendiri ia terus
melakukan korupsi dan merugikan kepentingan rakyat.
-
Ajudikasi (Adjudication)
Ajusikasi
yakni prosedur yang resmi untuk mengalihkan penyelesaian konflik peran
yang sulit kepada pihak ketiga, sehingga seseorang merasa bebas dari
tanggung jawab dan dosa.
-
Kedirian (Self)
Kadang-kadang
orang membuat pemisahan secara sadar antara peranan dan “kedirian”
(self), sehingga konflik antara peran dan kedirian dapat muncul sebagai
satu bentuk dari konflik peran. Bila orang menampilkan peran yang tidak
disukai, mereka kadang-kadang mengatakan bahwa mereka hanya menjalankan
apa yang harus mereka perbuat. Sehingga secara tak langsung mereka
mengatakan, karakter mereka yang sesungguhnya tidak dapat disamakan
dengan tindakan-tindakan mereka itu.Konflik-konflik nyata antara peran
dan kedirian itu dapat dianalisis dengan konsep jarak peran (role
distance) yang dikembangkan Erving Goffman. “Jarak peran” diartikan
sebagai suatu kesan yang ditonjolkan oleh individu bahwa ia tidak
terlibat sepenuhnya atau tidak menerima definisi situasi yang tercermin
dalam penampilan perannya. Ia melakukan komunikasi-komunikasi yang tidak
sesuai dengan sifat dari peranannya untuk menunjukkan bahwa ia lebih
dari sekadar peran yang dimainkannya. Seperti, pelayan toko yang
mengusulkan pembeli untuk pergi ke toko lain karena mungkin bisa
mendapatkan harga yang lebih murah. Ini merupakan tindakan mengambil
jarak dari peran yang mereka lakukan dalam suatu situasi. Penampilan
“jarak peran” menunjukkan adanya perasaan kurang terikat terhadap
peranan. Pada sisi lain, “penyatuan diri” dengan peranan secara total
merupakan kebalikan dari “jarak peran.” Penyatuan diri terhadap peran
tidak dilihat dari sikap seseorang terhadap perannya, tetapi dari
tindakan nyata yang dilakukannya. Seorang individu menyatu dengan
perannya bila ia menunjukkan semua kemampuan yang diperlukan dan secara
penuh melibatkan diri dalam penampilan peran tersebut.
BAB IV
PENUTUP
-
Kesimpulan
Manusia
adalah makhluk sosial, artinya manusia hanya akan menjadi apa dan siapa
bergantung ia bergaul dengan siapa. Manusia tidak bisa hidup sendirian,
sebab jika hanya sendirian ia tidak “menjadi” manusia. Dalam pergaulan
hidup, manusia menduduki fungsi yang bermacam-macam. Teori
peran adalah perspektif dalam sosiologi dan psikologi sosial yang
menganggap sebagian besar kegiatan sehari-hari menjadi pemeran dalam
kategori sosial (misalnya ibu, manajer, guru). Setiap peran sosial adalah seperangkat hak, kewajiban, harapan, norma dan perilaku seseorang untuk menghadapi dan memenuhi. Menurut
teori ini, sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada skenario
yang disusun oleh masyarakat, yang mengatur apa dan bagaimana peran
setiap orang dalam pergaulannya.
DAFTAR PUSTAKA
Janah, Lailia Fatkul. 2009. Teori Peran (Online). Tersedia: http://bidanlia.blogspot.com/2009/07/teori-peran.html
Mustafa, Hasan. 2009. Perspektif Dalam Psikologi Sosial(Online). Tersedia: http://home.unpar.ac.id/~hasan/PERSPEKTIF%20DALAM%20PSIKOLOGI%20SOSIAL.doc
Anonym. 2011. Role Theory (Online). Tersedia: http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Role_theory
Iwan. 2010. Teori Peran ( Online ): Tersedia : http://iwansmile.wordpress.com/teori-resolusi-konflik/.
Anonim. 2009. Teori Peran (Online) : Tersedia : http://konsultasikehidupan.wordpress.com/2009/05/07/teori-peran-role-theory/.
Badan Awank. 2011. Perspektif Dalam Psikologi Sosial 4 : Tersedia : http://www.mail-archive.com/kmnu2000@yahoogroups.com/msg06617.html.
Syakira, Gana. 2009. Teori Peran (Online). Tersedia: http://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/konsep-diri-peran.html
Makalah Teori Eksistensialisme Viktor Frankl : Psikologi Kepribadian II
By Gusti Gina - Friday, April 11, 2014
Makalah Teori Eksistensialisme
Viktor Emil Frankl
Tugas Mata Kuliah Psikologi Kepribadian II
Dosen Pengampu :
Rooswita Santia Dewi, S.Psi , M.Psi, Psikolog
Muhammad Syarif Hidayatullah, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Disusun oleh:
KELOMPOK 4
Gusti Gina Madinatul Munawarni (I1C113080)
Wiwin Widayanti (I1C113220)
Dita Maulida (I1C113228)
Herlin (I1C113068)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG
MANGKURAT
BANJARBARU
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini yang berjudul Teori Viktor Frankl. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan makalah ini, baik secara moril maupun materil sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik, lancar, dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penyusunan dan
penulisan makalah ini. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan.
Banjarbaru, 9 April 2014
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar .............................................................................................. i
Daftar
Isi ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang .........................................................................................iii
1.2 Perumusan
Masalah ..................................................................................iii
1.3 Tujuan
Penulisan ......................................................................................iii
1.4 Metode
Penulisan ......................................................................................iv
1.5 Sistematika Penulisan ...............................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Biographi Viktor
Emil Frankl.................................................................
2.2 Konsep dasar
dari teori eksistensialisme..................................................
2.3 Konsep
tentang manusia menurut Viktor...............................................
2.4 Struktur dan
dinamika kepribadian menurut Viktor.................................
2.5 Kodrat
manusia yang sehat.........................................................................
2.6 Aplikasi
dari teori eksistensialisme......................................................
2.7 Bagaimana mengenai psikopatologi menurut Viktor..........................
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan ..............................................................................................32
3.2
Saran ........................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Latar
Belakang
Fokus dari ilmu psikologi adalah
perilaku manusia. Psikologi kepribadian merupakan cabang dari ilmu psikologi
yang membahas kepribadian manusia, sehingga psikologi kepribadian membahas apa
dan bagaimana kepribadian itu ada terbentuk pada diri manusia.
Dalam konsep psikologi kepribadian
II, terdapat berbagai teori-teori yang mendasarinya, yaitu teori classical
conditioning, teori operant conditioning,teori stimulus respon, teori social
cognitive, pengantar aliran humanistik, dan teori holisme dan humanisme.
Pada teori sosial kognitif,
dijelaskan mengenai tingkah laku manusia dari segi hubungan timbale balik yang
berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku, dan faktor lingkungan.
Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara
timbal balik (Bandura, 1977). Dalam teori ini, digunakan penjelasan-penjelasan
reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk
memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Di samping itu, pandangan
dalam teori sosial kognitif tidak didorong oleh reinforcement dari dalam dan
juga tidak berasal oleh stimulus-stimulus lingkungan.
Teori sosial kognitif tidak hanya
dikemukakan oleh Albert Bandura, ada tokoh lain yang mengemukakan teori
mengenai sosial kognitif, yaitu Walter Mischel. Karya pertamanya adalah
Personality and Assesment (1968). Dia menerangkan bahwa pada kondisi yang tepat
orang sanggup memprediksi perilaku mereka tanpa harus menjalani tes. Sifat
adalah alat prediksi perilaku yang sangat lemah karena situasilah yang
mempengaruhi perilaku. Karya terbaiknya adalah Introduction to Personality
(1971) dan sudah direvisi ke-7 pada 2004.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini,
permasalahan yang diambil, yaitu:
1.
Siapa itu Viktor Emil Frankl?
2.
Apa konsep dasar dari teori eksistensialisme?
3.
Bagaimana konsep tentang manusia menurut Viktor?
4.
Bagaimana struktur dan dinamika kepribadian menurut
Viktor?
5.
Bagaimana kodrat manusia yang sehat?
6.
Apa aplikasi dari teori eksistensialisme?
7.
Bagaimana mengenai psikopatologi menurut Viktor?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari
penulisan makalah ini, antara lain:
-
ntuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian
II
-
Untuk mengetahui beberapa hal di bawah ini:
1.
Siapa itu Viktor Emil Frankl
2.
Konsep dasar dari teori eksistensialisme
3.
Konsep tentang manusia menurut Viktor
4.
Bagaimana struktur dan dinamika kepribadian menurut
Viktor
5.
Bagaimana kodrat manusia yang sehat
6.
Aplikasi dari teori eksistensialisme
7.
Bagaimana mengenai psikopatologi menurut Viktor
1.4 Metode
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah
menggunakan metode studi pustaka yang mengambil sumber dari beberapa buku dan
internet.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan
makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu pendahuluan, pembahasan, dan penutup.
Pada bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Pada bab pembahasan terdiri
dari biografi Viktor Frankl, konsep dasar teori, konsep tentang manusia,
struktur dan dinamika kepribadian, kodrat manusia yang sehat, aplikasi teori,
dan pembahasan mengenai psikopatologi. Pada bab penutup terdiri dari kesimpulan
dan saran.
BAB II
ISI
A.
Biographi
Viktor Emil Frankl dilahirkan di Wina pada tanggal 26
Maret 1905 dari keluarga Yahudi kelas menengah masyarakat Austria. Nilai-nilai
dan kepercayaan Yudaisme berpengaruh kuat atas diri Frankl. Pengaruh ini
ditunjukkan antara lain oleh minat Frankl yang besar pada persoalan spiritual,
khususnya persoalan mengenai makna hidup. Di tengah suasana kehidupan keluarga
yang memperhatikan hal-hal keagamaan itulah, Frankl menjalani sebagian besar
hidup dan pendidikannya, mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Viktor E. Frankl adalah Profesor dalam bidang
neurologi dan psikiatri di The University of Vienna Medical School dan guru
besar luar biasa bidang logoterapi pada U.S. International University. Dia
adalah pendiri apa yang biasa disebut madzhab ketiga psikoterapi dari Wina
(setelah psikoanalisis Sigmund Freud dan psikologi individu Alfred Adler),
yaitu aliran logoterapi.
Frankl meraih gelar Dokter dalam obat-obatan (M.D.)
pada tahun 1930, dan Doktor filosofi (Ph.D.) pada tahun 1949, keduanya dari
Universitas Vienna. Disamping itu, dia juga mendapatkan gelar Honoriskausa dari
universitas di seluruh dunia yang jumlahnya lebih dari 120. Dia menjadi
pembicara terhormat pada United States International University di San Diego.
Selain itu, Frankl juga menjadi Profesor tamu di
Harvard, Duquesne, dan Southern Methodist Univercities. Dia menerima beberapa
gelar kehormatan dari Loyola University di Chicago, Edgecliff, Rockford College
dan Mount Mary College, serta dari universitas-universitas di Brazil,
Venezuela, dan Afrika Selatan. Dia menjadi dosen tamu di berbagai universitas
di seluruh dunia. Dia juga menjabat sebagai presiden di Austrian Medical
Society of Psychotherapy serta anggota kehormatan di Austrian Academy of
Sciences.
Dari tahun 1942 sampai 1945, Frankl menjadi tawanan di
kamp konsentrasi Jerman, dimana orang tuanya, saudara laki-lakinya, isteri dan
anak-anaknya mati. Pengalaman mengerikan di kamp konsentrasi tidak pernah
hilang dari ingatannya, tetapi dia bisa menggunakan kenangan mengerikan itu
secara konstruktif dan tidak mau kenangan itu memudarkan rasa cintanya dan
kegairahannya untuk hidup.
Di kamp konsentrasi yang dibangun oleh Nazi itu,
Frankl banyak belajar tentang makna hidup, dan lebih spesifik lagi makna
penderitaan. Ia pun mempraktekkan psikoterapi kelompok bagi sesama tawanan guna
membantu mereka dalam mengatasi kesia-siaan, keputusasaan, keinginan bunuh diri
dan berbagai kondisi patologis yang ia duga bersumber pada pengalaman
kegagalan menemukan makna. Bagi Frankl, pelajaran dan praktek di dalam kamp
konsentrasi memperkaya hasil studi formalnya dan menjadi bekal yang amat
berharga dalam kehidupan profesinya sebagai teoritisi dan praktisi psikoterapi
di kemudian hari.
Setelah perang berakhir dan semua tawanan yang masih
tersisa di bebaskan, Frankl kembali ke Wina sebagai kepala bagian neurologi dan
psikiatri di Poliklinik Hospital dan mengajar kembali di The University of
Vienna Medical School. Selanjutnya Frankl menyebarluaskan pandangannya tentang
logoterapi melalui artikel, buku dan ceramah-ceramah. Ia juga aktif melakukan
kunjungan-kunjungan ke berbagai universitas di seluruh dunia sebagai dosen tamu
atau pembicara, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas.
Tulisan Dr. Frankl pertama kali dimuat pada tahun 1924
dalam The International Journal of Psychoanalysis dan telah menerbitkan
dua puluh tujuh buku, yang telah diterjemahkan dalam 19 bahasa termasuk bahasa
Jepang dan Cina.
Mulai tahun 1946, setelah pembebasan dari kamp
konsentrasi, karyakarya Frankl mulai muncul dan ternyata mendapat sambutan
hangat dari kalangan ilmuwan, budayawan, pendidik, filosof, dan rohaniwan.
Lebih-lebih setelah pengalamannya menjadi penghuni kamp konsentrasi ditulis
dalam buku from Death Camp to Existensialism, kemudian judulnya diubah
menjadi Man’s Search for Meaning, yang menjadi best seller di
Amerika Serikat. Buku ini seakan-akan menjadi pembuka bagi logoterapi untuk
masuk dan berkembang di Amerika Serikat dan menyebar ke negara-negara lain,
serta akhirnya mendunia sebagai salah satu aliran dalam psikologi atau
psikiatri modern.
Man’s Search for Meaning merupakan edisi revisi dan perluasan dari from Death
Camp to Existensialism, yang terpilih sebagai “Book of The Year” oleh Colby
College, Baker University, Earlham College, Olivet Nazarene College dan St.
Mary’s Dominian College.
Selain itu, buku ini telah terjual lebih dari 2 juta
eksemplar, sebuah rekor penjualan yang cukup spektakuler yang jarang bisa
dicapai oleh buku nonfiksi. Sebagian besar bukunya telah diterjemahkan dari
bahasa Jerman ke dalam berbagai bahasa, yang meliputi bahasa Inggris, Belanda,
Itali, Spanyol, Portugis, Swedia, Polandia, Jepang dan Korea.
Frankl memulai kegiatan menulisnya dengan penulisan
artikel. Artikel pertamanya ditulis untuk jurnal psikologi individual. Ia juga
pernah menulis artikel untuk jurnal psikoanalisis atas permintaan Freud.
Buku-buku penting lainnya yang ditulis Frankl
diantaranya adalah The Will to Meaning, The Unheard Cry for Meaning,
Psychotherapy and Existensialism, The Unconscious God, Synchronization in
Buchenwald yang secara keseluruhan menggambarkan orientasi atau pendekatan
eksistensialfenomenologis Frankl yang unik dalam menangani berbagai masalah
klinis maupun non klinis melalui logoterap. Selain dalam bentuk artikel dan
buku, karya-karya Frankl juga dapat dipelajari melalui film, rekaman dan kaset,
serta edisi braile untuk kaum tuna netra.
B. Konsep Dasar Psikologi Frankl
•
Hidup
memiliki makna dalam semua keadaan
•
Motivasi
utama untuk hidup yang akan kita menemukan makna dalam hidup.
•
Kebebasan
untuk menemukan makna.
Landasan teori
kepribadian Logoterapi bercorak eksistensial – humanistik. Artinya Logoterapi
mengakui manusia sebagai makhluk yang memiliki kebebasan berkehendak sadar
diri, dan mampu menentukan apa yang terbaik bagi dirinya sesuai julukan
kehormatan bagi manusia sebagai the self
determining being. Selain itu manusia memiliki kualitas – kualitas insani (human qualities), yakni berbagai
potensi, kemampuan, bakat, dan sifat yang tidak terdapat pada makhluk – makhluk
lain, seperti kesadaran diri, transendensi diri memahami dan mengembangkan
diri, kebebasan memilih, kemampuan menilai diri sendiri dan orang lain,
spiritualitas dan religiusitas, humor dan tertawa, etika dan rasa estetika,
nilai dan makna dan sebagainya.
Teori
kepribadian ini bukan berorientasi masa lalu (past oriented) seperti halnya psikodinamik atau kini dan di sini (here and now), seperti pada pandangan
behavioral, melainkan berorientasi pada masa mendatang (future oriented), karena makna hidup harus ditemukan dan hidup
bermakna benar – benar sadar dan sengaja dijadikan tujuan, diraih, dan
perjuangkan.
Logoterapi menggambarkan
manusia sebagai kesatuan yang terdiri dari dimensi-dimensi somatic (ragawi),
psikis (kejiwaan), dan spiritual (kerohanian) : unitas bio-psiko-spiritual. Hal
penting dan orisisan pada logoterapi adalah secara eksplisit memasukkan
spiritualitas sebagai salah satu determinan dalam system dan struktur
kepribadian. Namun, di lain pihak Frankl tidak secara eksplisit memasukkan
unsure sosial-budaya sebagai determinan kepribadian. Diduga unsure ini dianggap
secara implicit terangkum dalam dimensi kejiwaan. Mengingat besarnya pengaruh
kondisi lingkungan sosial dan nilai-nilai budaya pada perkembangan kepribadian
manusia.
Struktur teori
kepribadian model logoterapi terdiri dari unsur-unsur internal, eksternal dan
transcendental yang saling berkaitan dan pengaruh-memperngaruhi. Unsure
internal adalah seluruh potensi (antara lain bakat dan kemampuan), sarana
(raga, jiwa, rohani), dan daya-daya pribadi (insting, daya piker, emodi),
kualitas-kualitas insane (human
qualities), dan kehendak untuk hidup bermakna (the will to meaning) serta kemmapuan menentukan apa yang terbaik
bagi dirinya (self determining being)
yang ada pada diri manusia. Unsure eksternal yang berpengaruh pada perkembangan
kepribadian adalah kondisi lingkungan alam sekitar dan situasi masyarakat serta
norma-norma dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku di tempat seseorang
menjalani kehidupan sehari-hari. Unsur transcendental adalah kemmapuan manusia
untuk mnegtaasi kondisi kehidupan saat ini dan menentukan apa yang diinginkan
dengan memanfaatkan daya-daya imajinasi, will
power, kemampuan merencanakan, dan menetapkan tujuan, serta mengambil sikap
baru atas kondisi (tragis) saat ini.
C.
Konsep
Tentang manusia
Frankl menggunakan istilah analisis eksistensial
sebagai persamaan kata dari logoterapi. Kata logos dalam bahasa Yunani
berarti makna (meaning) dan juga rohani (spirituality), sedangkan
terapi adalah penyembuhan atau pengobatan.
Filsafat Logoterapi lahir dari kondisi yang suram dan
tiada penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Suasana Perang Dunia II
benar-benar telah mencampakkan harga diri kemanusiaan sampai ke dasar
terendahnya. Manusia tidak lagi dihargai sebagai entitas yang dapat mengambil
keputusannnya sendiri. Institusi negara dan ideologi-ideologi totaliter telah
merontokkan martabat manusia. Kita bisa melihat karya para filsuf
eksistensialis yang sezaman dengan Frankl, seperti Albert Camus dan Jean Paul
Sartre yang frustasi akan masa depan umat manusia. Mereka melihat kehidupan ini
sebagai sesuatu yang ambigu dan dipenuhi dengan absurditas.
Tetapi Frankl tidak ingin terjebak dalam absurditas
dunia. Dia berusaha melampauinya melalui filsafat hidup Logoterapi. Filsafat
Logoterapi mensiratkan sebuah harapan besar tentang masa depan kehidupan
manusia yang lebih berharga dan bermakna. Teori tentang kodrat manusia dalam
Logoterapi dibangun diatas tiga asumsi dasar, dimana antara yang satu dengan
yang lainnya saling menopang, yakni:
a. Kebebasan berkeinginan (freedom of will)
Pandangan Frankl menentang pendirian dalam psikologi
dan psikoterapi bahwa manusia ditentukan oleh kondisi biologis, konflik-konflik
masa kanak-kanak, atau kekuatan lain dari luar. Ia berpendapat bahwa kebebasan
manusia merupakan kebebasan yang berada dalam batas-batas tertentu. Manusia
dianggap sebagai makhluk yang memiliki berbagai potensi luar biasa, tetapi
sekaligus memiliki keterbatasan dalam aspek ragawi, aspek kejiwaan, aspek
sosial budaya dan aspek kerohanian. Kebebasan manusia bukan merupkan kebebasan
dari (freedom from) bawaan biologis, kondisi psikososial dan
kesejarahannya, melainkan kebebasan untuk menentukan sikap (freedom to take
a stand) secara sadar dan menerima tanggung jawab terhadap kondisi-kondisi
tersebut, baik kondisi lingkungan maupun kondisi diri sendiri. Dengan demikian
kebebasan yang dimaksud Frankl bukanlah lari dari persoalan yang
sebenarnya harus dihadapi.
b. Keinginan akan makna (will of meaning)
Manusia dalam berperilaku mengarahkan dirinya sendiri
pada sesuatu yang ingin dicapainya, yaitu makna. Keinginan akan makna inilah
yang mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya
dirasakan berarti dan berharga. Frankl tidak sependapat dengan prinsip
determinisme dan berkeyakinan bahwa manusia dalam berperilaku terdorong
mengurangi ketegangan agar memperoleh keseimbangan dan mengarahkan dirinya
sendiri menuju tujuan tertentu yang layak bagi dirinya.
c. Makna Hidup (meaning of life)
Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat
penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagai seseorang, sehingga
layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purposein life). Bila hal
itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang
berarti dan akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (heppiness).
Menurut Frankl makna hidup bersifat personal dan unik . Ini disebabkan karena
individu bebas menentukan caranya sendiri dalam menemukan dan menciptakan
makna.
Jadi penemuan dan penciptaan makna hidup menjadi
tanggung jawab individu itu sendiri dan tidak dapat diserahkan kepada orang
lain, karena hanya individu itu sendirilah yang mampu merasakan dan mengalami
makna hidupnya.
Makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan,
menyenangkan atau tidak menyenangkan, keadaan bahagia dan penderitaan. Apabila hasrat
makna hidup ini dapat terpenuhi maka kehidupan dirasakan berguna, berharga dan
berarti (meaningful) akan dialami, sebaliknya bila hasrat ini tidak
terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna .
Menurut Frankl mengartikan makna hidup sebagai
kesadaran akan adanya satu kesempatan atau kemungkinan yang dilatarbelakangi
faktor realitas atau menyadari apa yang bisa dilakukan dalam situasi tertentu.
Pengertian makna hidup menunjukan bahwa dalam makna
hidup terkandung tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi.
Berdasarkan uraian diatas, kebermaknaan hidup adalah kemampuan dan kualitas
penghayatan individu terhadap seberapa besar dirinya dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya dan seberapa jauh individu telah berhasil mencapai
tujuan-tujuan hidupnya untuk memberi arti terhadap kehidupannya.
1. Aspek-aspek kebermaknaan hidup.
Menurut James Crumbaugh & Leonard Maholick (dalam
Koeswara, 1992), kebermaknaan hidup individu dapat diidentifikasi melalui enam
aspek dasar, yaitu :
a. Arti hidup;
makna hidup adalah segala sesuatu yang dianggap penting dan berharga bagi
kehidupan individu, memberi nilai yang spesifik, serta dapat dijadikan sebagai
tujuan hidup bagi individu tersebut.
b. Kepuasan hidup;
Kepuasan hidup adalah penilaian seseorang terhadap hidup yang dijalaninya,
sejauh mana ia mampu menikmati dan merasakan kepuasan dalam hidup dan segala
aktivitas yang telah dilakukannya.
c. Kebebasan;
kebebasan adalah bagaimana individu merasa mampu untuk mengendalikan kebebasan
hidupnya secara bertanggung jawab.
d. Sikap terhadap
kematian; sikap terhadap kematian adalah persepsi tentang kesiapan individu
terhadap kematian yang pasti akan dihadapi oleh setiap manusia.
e. Pikiran tentang
bunuh diri; pikiran tentang bunuh diri adalah persepsi tentang jalan keluar
dalam menghadapi masalah hidup bahwa bunuh diri bukan merupakan solusi.
f. Kepantasan
untuk hidup; kepantasan untuk hidup adalah evaluasi individu terhadap hidupnya
sendiri, sejauh mana ia merasa bahwa apa yang telah ia lalui dalam hidupnya
merupakan sesuatu yang wajar, sekaligus menjadi tolok ukur baginya tentang
mengapa hidup itu layak untuk diperjuangkan.
2
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup
Frankl berpendapat bahwa secara hakiki manusia mampu
menemukan kebermaknaan hidup melalui trandensi diri. Salah satunya dengan
mengambil ajaran-ajaran agama yang diterapkan pada sebuah kehidupan. Namun Di
Muzio berpendapat untuk menemukan makna hidup tidak selalu berkaitan dengan
personalan agama, melainkan bisa dan seringkali merupakan filsafat hidup yang
sifatnya sekuler, bahkan manusia dapat menemukan makna tanpa kehadiran tuhan.
Manusia dapat menemukan makna melalui realisasi
nilai-nilai manusiawi yang meliputi
a. Nilai-nilai kreatif
Menurut Frankl nilai-nilai kreatif adalah apa yang
diberikan individu pada kehidupan. Nilai-nilai ini diwujudkan dalam aktivitas
yang kreatif dan produktif, biasanya berkenaan dengan suatu pekerjaan. Namun
nilai-nilai ini dapat diungkap dalam semua bidang kehidupan. Makna diberikan
kepada kehidupan melalui tindakan yang menciptakan suatu hasil yang kelihatan
atau suatu ide yang tidak kelihatan, atau dengan melayani orang lain .
b. Nilai-nilai pengalaman
Nilai-nilai pengalaman menurut Frankl adalah apa yang
diterima oleh individu dari kehidupan. Misalnya menemukan kebenaran, keindahan
dan cinta. Nilai-nilai pengalaman dapat memberikan makna sebanyak nilai-nilai
daya cipta. Ada kemugnkinan individu untuk memenuhi arti kehidupan dengan
mengalami berbagai segi kehidupan secara intensif meskipun individu tersebut
tidak melakukan tindakan-tindakan yang produktif .
c. Nilai-nilai sikap
Nilai-nilai sikap adalah sikap yang diberikan individu
terhadap kodrat-kodrat yang tidak dapat diubah, seperti penyakit, penderitaan
atau kamatian. Situasi-situasi buruk yang dapat memberikan keputusasaan dan
tanpa harapan dapat memberikan kesempatan yang sangat besar bagi individu untuk
menemukan makna hidupnya. Nilai-nilai sikap ini menerima dengan penuh
ketabahan, kesabaran dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak
mungkin dihilangkan seperti kematian, bencana, sakit yang tidak dapat disembuhkan
dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara
maksimal.
Selain tiga hal di atas, ada
pula sumber- sumber hidup bermakna lain, yaitu :
•
Self Preoccupation (sibuk dengan diri sendiri), makna
hidup dapat diperoleh dengan jaminan keuangan sehingga kebutuhan dasarnya dapat
terpenuhi.
•
Individualism, makna hidup diperoleh melalui prestasi,
aktivitas, dan waktu luang.
•
Collectivism, makna hidup dapat diperoleh melalui
tradisi kebudayaan dan norma-norma sosial.
•
Self Transcendence, makna hidup dapat diperoleh dengan
menghayati nilai-nilai ide-ide, aktivitas keagamaan, dan menolong sesama.
D.
Struktur
dan Dinamika Kepribadian
Pandangan Frankl akan kesehatan psikologis menekankan
pentingnya kemauan akan arti. Terangkum dalam sistem logoterapi. Logoterapi
berasal dari kata yunani logos berarti arti. Logotherapy berbicara tentang arti
eksistensi manusia dan kebutuhan manusia akan arti, dan juga teknik-teknik
terapeutis khusus untuk menemukan arti dalam kehidupan. Logoterapi merupakan
therapi psikologis bagi orang –orang yang kehilangan arti kehidupannya.
Teori tentang kodrat manusia yang berasal dari
logoterapi dibangun atas tiga tiang, yaitu kebebasan, kemauan akan arti, dan
arti kehidupan. Frankl sangat menolak pendirian dalam psikologi dan psikiatri
yang memberikan ciri pada kondisi manusia sebagai yang ditentukan oleh insting
biologis dan konflik masa kecil . manusia mempunyai kebebasan spiritual untuk
menentukan sikap terhadap keadaan dan nasib.
Kemauan dan arti akan kehidupan adalah kebutuhan kita
yang terus menerus mencari bukan diri kita melainkan suatu arti untuk memberi
suatu maksud bagi eksistensi kita. Semakin kita mampu mengatasi diri kita-
memberi diri kita pada satu tujanatau kepada orang lain, maka kita semakin menjadi
manusia sebenarnya.
Hidup Tanpa Makna
Didalam
ketidakberhasilan seseorang menemukan dan memenuhi makna hidup biasanya
menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna (meaningless),
hampa, gersang, merasa tak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tak berarti,
bosan, dan apatis. Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk
membangkitkan minat, sedangkan apatis merupakan ketidakmampuan untuk mengambil
prakarsa.
Penghayatan –
penghayatan seperti digambarkan diatas mungkin saja tidak terungkap secara
nyata, tetapi menjelma dalam berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang
berlebihan untuk : berkuasa (the will to power),bersenang – bersenang mencari
kenikmatan (the will to pleasure),
termasuk kenikmatan seksual (the will to
sex), bekerja (the will to work),
dan mengumpulkan uang (the will to money).
Walaupun
penghayatan hidup tanpa makna ini bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi
dalam keadaan intensif dan berlarut – larut tak diatasi dapat menjelma menjadi
Neurosis Noogenik, Karakter Totaliter, dan Karakter Konformis.
- Neurosis Noogenik merupakan
suatu gangguan perasaan yang cukup menghambat prestasi dan penyesuaian diri
seorang. Gangguan ini biasanya tampil dalam keluhan – keluhan serba bosan,
hampa dan penuh keputusasaan, kehilangan minat dan inisiatif, serta merasa bahwa
hidup ini tidak ada artinya sama sekali.
- Karakter Totaliter adalah
gambaran pribadi dengan kecenderungan untuk memaksakan tujuan, kepentingan dan
kehendaknya sendiri dan tidak bersedia menerima masukan dari orang lain.
- Karakter Konformis adalah
gambaran pribadi dengan kecenderungan kuat untuk selalu berusaha mengikut dan
menyesuaikan diri kepada tuntutan lingkungan sekitarnya serta bersedia pula
untuk mengabaikan keinginan dan kepentingan dirinya sendiri. Karakter Konformis
ini berawal dari kekecewaan dan kehampaan hidup sebagai akibat tidak
berhasilnya memenuhi motivasi utama, yaitu hasrat untuk hidup bermakna.
Nemurosis ini diakibatkan oleh 2 hal :
1.
manusia kehilangan
dorongan /instink alamiah dari alam. Karena itu kita harus secara aktif memilih
apa yang harus kita lakukan.
2.
mulai hilangnya
nilai-nilai agama dan adat yang kemudian menuntut kita untuk dapat bersandar
pada diri sendiri. Kita dihadapkan pada membuat keputusan kta sendiri dan
bertanggung jawab.
Logoterapi memberikan 3 cara bagaimana kita dapat
memberi arti pada kehidupan
1.
dengan menciptakan
sesuatu
2.
dengan sesuatu yang
kita ambil dari dunia dalam pengalaman
3.
dengan sikap yang
kita ambil dalam penderitaan
Didalam teori kepribadian membahas pula determinasi
kepribadian, yaitu bawaan ( genetik ), kondisi psikis, dan situasi sosial –
budaya yang selalu saling berkaitan dan pengaruh – mempengaruhi.
Dengan demikian, teori kepribadian ini bukan
berorientasi masa lalu (past oriented) seperti halnya psikodinamik atau kini –
dan- di- sini ( here and now ), seperti pada pandangan behavioral, melainkan
berorientasi pada masa mendatang ( future oriented ), karena makna hidup harus
ditemukan dan hidup bermakna benar – benar sadar dan sengaja dijadikan tujuan,
diraih, dan perjuangkan.
Neurosis noogenik berkaitan dengan inti spiritual
kepribadian dan bukan menurut peran serta agama, melainkan suatu dimensi
eksistensi manusia, khususnya menunjuk pada konflik-konflik moral . Neurosis
noogenik dapat termanifestasikan dalam tampilan simptomatik yang serupa dalam gambaran
simptomatik neurosis psikogenik, seperti depresi, hiperseksualitas,
alkoholisme, obsesionalisme, dan tindakan kejahatan.
·
Pribadi yang mengatasi diri
Dalam pergulatan mencari jawaban atas eksistensinya,
manusia dihadapkan pada paradoks-paradoks, yang mencakup beberapa aspek: fisik
vs nonfisik; kesadaran vs ketidaksadaran; orientasi diri vs sesama manusia.
Ø Fisik vs Spiritual
Secara lahiriah manusia terdiri dari aspek fisik
(biologis). Konsekuensi dari aspek biologis ini manusia terikat dengan hukum
fisik seperti lapar, sakit, mencari kepuasan biologis, tertarik pada dunia
materi, dan sebagainya.
Di sisi lain, manusia juga terdiri atas aspek-aspek
nonfisik, yaitu psikis, sosial, dan spiritual. Aspek biologis dan aspek
spiritual kita ketahui sebagai dua kutub yang berlawanan.
Sehubungan dengan kecenderungan manusia untuk mencari
kepuasan biologis atau dunia materi, Viktor Frankl, psikolog dari akhir abad
XIX yang ikut mengembangkan psikoterapi, menyatakan bahwa semakin seseorang
memaksa mendorong dirinya ke arah kesenangan, ia akan semakin kurang mampu
menikmati kesenangan. Kendati terdapat kecenderungan mencari kesenangan, di
sisi lain usaha untuk itu justru akan menghalangi seseorang mencapai kepuasan
(kebahagiaan).
Salah satu teknik yang relevan untuk mengatasi
kecenderungan orang mencari kesenangan biologis atau dunia materi, menurut
logoterapi (terapi yang berorientasi pada penemuan makna hidup, dikembangkan
oleh Frankl) adalah bimbingan rohani. Bimbingan rohani diterapkan sebagai
teknik terapi karena sesuai dengan pemikiran dasar Frankl tentang
spiritualitas. Spiritualitas merupakan sisi transendensi pada manusia, yang
mengatasi dunia fisik dan sosial, berfungsi memberikan makna hidup.
Dengan mengembangkan spiritualitas (merealisasi
nilai-nilai kehidupan berdasarkan suara hati), seseorang akan menemukan makna
dari keberadaan (eksistensi) dirinya sebagai pribadi. Ini merupakan sumber rasa
tentram. Spiritualitas yang terintegrasi dalam kepribadian seseorang akan
sanggup memerdekakannya dari dorongan aspek fisik, psikis, maupun sosial yang
seringkali bersifat menjebak.
Yang dimaksud Frankl dengan “spiritualitas yang
terintegrasi dalam kepribadian seseorang akan sanggup memerdekakannya dari
dorongan aspek fisik, psikis, maupun sosial”, bukan berarti bahwa aspek fisik,
psikis, dan sosial manusia diabaikan. Kata”terintegrasi” menunjukkan ada
penyatuan dari beberapa aspek itu, dan membentuk keseimbangan pribadi secara
total.
Ø Kesadaran vs
Ketidaksadaran
Manusia memiliki dimensi kesadaran dan ketidaksadaran.
Tiap-tiap orang memiliki bagian kepribadian yang tidak disadari (personal
unconscious), yang berkembang di luar pengalaman sadar karena telah ditekan:
dorongan-dorongan amoral, dorongan-dorongan seksual yang tidak dapat diterima,
kebutuhan-kebutuhan egoistik, ketakutan, harapan-harapan irasional, pengalaman
yang memalukan, dan motif-motif keji.
Bagian kepribadian yang tidak disadari (karena
ditekan) itu dalam kenyataan selalu mendesak untuk dipuaskan. Namun, dalam alam
sadar, pemuasan terhadap dorongan bawah sadar tersebut tidak dapat diterima
karena tidak sesuai dengan norma masyarakat.
Orang yang sehat secara psikologis, sedikit demi
sedikit telah berhasil menggali bagian kepribadiannya yang tidak disadari, dan
mengintegrasikan sisi gelap (shadow) dengan bagian kepribadian yang disadari.
Dengan jalan ini, seluruh komponen kepribadiannya dapat bekerja sama membentuk
kesadaran penuh, diri (self) yang penuh tujuan.
Ø Orientasi Diri vs
Sesama
Sekalipun semua kebutuhan fisiologisnya terpuaskan,
manusia tetap mengalami keterpisahan dari dunia sekitarnya. Rasa keterpisahan
itu harus didobrak dengan menemukan ikatan-ikatan baru dengan sesama manusia,
menggantikan ikatan-ikatan lama yang didorong oleh insting.
Ada beberapa cara mencari dan mencapai kesatuan dengan
sesama. Salah satunya lewat jalan kepatuhan kepada seseorang, kelompok,
institusi, dan Allah.
Dengan menjadi bagian dari seseorang atau sesuatu yang
lebih besar, lebih berkuasa darinya, manusia mengalami identitasnya dalam
hubungan dengan kekuatan pribadi atau lembaga yang dipatuhinya. Cara yang lain,
dengan jalan berkuasa, menjadikan orang lain bagian dari dirinya (dominasi).
Namun, sungguh ironis bahwa perwujudan hasrat kepatuhan total ataupun dominasi
ini tidak pernah membuahkan kepuasan.
Hanya ada satu syarat yang memuaskan kebutuhan manusia
untuk mempersatukan dirinya dengan dunia, dan pada saat yang sama untuk
memperoleh rasa integritas dan individualitas, yaitu cinta.
E.
Kodrat Eksistensi Manusia
yang Sehat
Hakikat dari eksistensi
manusia terdiri dari tiga faktor, yaitu : spiritualitas, kebebasan, dan
tanggung jawab.
1) Spiritualitas
Spiritualitas adalah suatu
konsep yang sulit dirumuskan. Spiritualitas tidak dapat direduksikan. Bahkan,
spiritualitas tidak dapat diterangkan dengan istilah-istilah material. Meskipun
spiritualitas dapat dipengaruhi oleh dunia material, namun ia ada tidak
disebabkan atau dihasilkan oleh dunia material itu, dapat diartikan sebagai roh
atau jiwa.
2) Kebebasan
Mengenai faktor kebebasan,
kita tidak di dikte oleh faktor-faktor nonspiritual, semacam insting, warisan
nilai yang khusus, atau kondisi-kondisi dari lingkungan kita. Karena kita
memiliki dan harus menggunakan kebebasan kita untuk memilih bagaimana kita akan
bertingkah laku jika kita menjadi sehat secara psikologis. Orang-orang yang
tidak mengalami kebebasan ini adalah mereka yang kadang-kadang berprasangka
karena kepercayaan determinisme atau mereka yang sangat neurotis. Orang-orang
neurotis akan menghambat pemenuhan potensi-potensi mereka sendiri, dengan demikian
menganggu perkembangan kemanusiaan mereka yang penuh.
3) Tanggung jawab
Seseorang tidak cukup hanya
merasa bebas untuk memilih, tetapi harus juga menerima tanggung jawab terhadap
pilihannya. Orang-orang yang sehat akan memikul tanggung jawab ini, menggunakan
waktu keseharian mereka dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat, dengan penuh
tanggung jawab agar karya-karya mereka tetap berkembang meskipun kodrat
kehidupan manusia singkat dan fana.
Untuk mencapai dan
menggunakan spiritualitas, kebebasan, dan tanggung jawab tergantung pada kita.
Tanpa ketiga-tiganya tidak mungkin seseorang menemukan arti dan maksud dalam
kehidupannya. Pilihan benar-benar tergantung hanya pada kita saja.
Orang yang sehat secara
psikologis telah bergerak ke luar atau melampaui fokus pada diri. Menjadi
manusia sepenuhnya berarti mengadakan hubungan dengan seseorang atau sesuatu di
luar diri sendiri. Pendirian Frankl berlawanan dengan ahli-ahli teori yang
mengemukakan bahwa tujuan atau dorongan perkembangan manusia yang penuh ialah
pemenuhan atau aktualisasi diri. Frankl menolak perjuangan manusia untuk
membangun setiap keadaan atau kondisi di dalam diri, entah itu kekuasaan,
kenikmatan, atau aktualisasi. Frankl mengemukakan bahwa pandangan serupa itu
menggambarkan orang sebagai sistem yang tertutup, yang tidak menyangkut
interaksi dengan dunia nyata atau dengan orang lain, tetapi hanya dengan diri.
Frankl juga percaya bahwa mengejar tujuan semata-mata dalam diri adalah merusak
diri.
Frankl menyatakan bahwa
semakin banyak kita dengan sengaja berjuang untuk kesenangan maka mungkin
semakin kurang kita menemukannya. Semakin kita berpusat pada kebahagiaan
sebagai tujuan, maka semakin juga kita tidak akan melihat pertimbangan yang
sehat untuk berbahagia. Kebahagiaan tidak dapat dikejar dan ditangkap, ia
biasanya timbul secara spontan dari pemenuhan arti, dari mencapai tujuan di
luar diri.
Hal yang sama terjadi pula
jika seseorang mengejar aktualisasi diri. Semakin banyak kita berjuang secara
langsung untuk aktualisasi diri, maka kita mungkin semakin kurang mencapainya.
Aktualisasi diri berlawanan dengan transendensi diri dan dapat dicapai hanya
sebagai akibat sekunder dari penemuan arti dalam kehidupan. Jadi, menurut
Frankl, cara satu-satunya untuk mengaktualisasi diri ialah melalui pemenuhan
arti di luar diri.
Menjadi sehat secara
psikologis adalah bergerak ke luar fokus pada diri, kemudian mengatasinya,
menyerapinya dalam arti dan tujuan seseorang. Maka dengan demikian ‘diri’ akan
dipenuhi dan diaktualisasikan secara spontan dan wajar.
Ada tujuh sifat yang bisa
ditampakkan oleh orang berkepribadian sehat, yaitu :
1) Mereka bebas memilih
langkah tindakan mereka sendiri.
2) Mereka secara pribadi
bertanggung jawab terhadap tingkah laku hidup mereka dan sikap yang mereka anut
terhadap nasibnya.
3) Mereka tidak ditentukan
oleh kekuatan-kekuatan di luar dirinya.
4) Mereka telah menemukan arti
dalam kehidupan yang cocok dengan mereka.
5) Mereka secara sadar
mengontrol kehidupan mereka.
6) Mereka mampu mengungkapkan
nilai-nilai daya cipta, nilai-nilai pengalaman, atau nilai-nilai sikap.
7) Mereka telah mengatasi
perhatian terhadap diri.
Logoterapi
sebagai Salah Satu Metode Konseling
Dalam logoterapi pasien dibantu untuk
menemukan nilai-nilai baru dan mengembangkan filosofi konstruktif dalam
kehidupannya. Oleh karena itu, seorang logoterapis tidaklah mengobati
gejala-gejala yang tampak pada pasien atau klien secara langsung, akan tetapi
mengadakan perubahan sikap neurotik pasien terlebih dahulu. Pasien
bertanggungjawab pada dirinya sendiri dan logoterapis memberikan dorongan untuk
memilih, mencari dan menemukan sendiri makna konkrit dari eksistensi
pribadinya. Seorang logoterapis membantu klien untuk menyusun 3 macam nilai
yang akan memberi arti pada eksistensi, yaitu : creative values, experiental
values, dan attitudinal values.
Dalam proses
terapi, klien diperlihatkan bagaimana membuat hidup menjadi penuh arti dengan ‘the
experience of love’. Pengalaman ini akan membuatnya mampu menikmati
ketulusan, keindahan dan kebaikan dan mampu mengerti akan manusia dengan
keunikan-keunikan pribadinya. Dengan demikian, diharapkan klien dapat melihat
bahwa penderitaan mungkin sangat berguna untuk membantunya dalam mengubah sikap
hidup. Tujuan dari logoterapi adalah membangkitkan “kemauan untuk bermakna”
dalam individu tersebut, yang bersifat khusus dan pribadi bagi masing-masing
orang.
Logoterapi
merupakan suatu pendekatan eksistensial khsusus yang meliputi 2 prosedur
re-edukatif yang berbeda, yaitu :
·
Paradoxical Intention
Memanfaatkan
kemampuan mengambil jarak (self-detachment) dan kemampuan mengambil sikap
terhadap kondisi diri sendiri dan lingkungan. Paradoxical intention terutama
cocok untuk pengobatan jangka pendek pasien fobia (ketakutan irrasional).
·
De-reflection.
Memanfaatkan
kemampuan transendensi diri (self-transcendence) yang dimiliki setiap
manusia dewasa. Setiap manusia dewasa memiliki kemampuan untuk membebaskan diri
dan tidak lagi memperhatikan kondisi yang tidak nyaman, tetapi mampu
mengalihkan dan mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang positif dan
bermanfaat.
Logoterapi sebagai
salah satu aliran psikologi yang mempunyai teori yang khas tentang manusia yang
dapat diaplikasikan dalam bentuk pelatihan-pelatihan dalam rangka pengembangan
diri.
F.
Aplikasi Logoterapi
1. Aspek Klinis
Penerapan logoterapi sebagai salah satu corak
psikologi eksistensial telah banyak diterapkan dalam berbagai kehidupan. Dalam
bidang klinis logoterapi cukup membantu dalam menyembuhkan pasien-pasien obsessive-compulsive,
gangguan kecemasan, alcoholism, insomnia, dan kasus-kasus kehampaan
eksistensialis.
Dalam rangka menangani manusia dengan ketiga
dimensinya (fisik, psikis, spirit) logoterapi setidaknya mengembangkan metode
terapi: Medical Ministry untuk gangguan-gangguan perasaan yang terkait
gangguan ragawi; Paradoxical Intention dan Dereflection untuk
penanganan kasus-kasus berkenaan gangguan-gangguan yang bersifat psikologis;
dan Existential Analysis yaitu untuk menangani gangguan yang disebabkan
karena tidak terpenuhinya hasrat hidup bermakna atau gangguan neurosis
noogenik (Bastaman, 2007;98).
2. Logoterapi Sebagai
Metode Pengembangan Diri
Saat ini telah banyak pelatihan-pelatihan
psikologi dalam rangka meingkatkan kualitas diri dan pengembangan diri.
Pelatihan-pelatihan ESQ, AMT, Brain Gym, Brain Fitness, Quantum
Teaching dan bentuk pelatihan psikologi lainnya sudah banyak berkembang.
Logoterapi sebagai salah satu aliran psikologi yang mempunyai teori yang khas
tentang manusia juga dapat diaplikasikan dalam bentuk pelatihan-pelatihan dalam
rangka pengembangan diri. Dalam aplikasinya dalam bentuk pengembangan diri,
setidaknya terdapat Logoanalysis dan Panca Cara Temuan Makna.
G. Psikopatologi
Frankl memerinci asal mula berbagai bentuk psikopatologi. Sebagai
contoh, beragam neurosis kecemasan berawal dari kecemasan eksistensial. Seorang
individu yang tidak memahami bahwa kecemasannya muncul karena dia merasa tidak
mampu memikul tanggung jawab dan tidak menemukan makna kehidupan akan
menggunakan rasa cemas dalam menghadapi setiap kesulitan hidup.
Orang yang obsesif kompulsif adalah orang yang
tidak memiliki rasa puas sebagaimana yang dimiliki orang lain. Karena
kesempurnaan dalam setiap hal adalah mustahil, maka orang obsesif-kompulsif
akan mengalihkan perhatiannya pada hal-hal yang pernah mendatangkan masalah di
masa lalu. Seorang terapis harus membantu pasiennya agar bisa santai dan tidak
melawan dorongan-dorongan pikiran dan tindakannya. Selanjutnya, yang diperlukan
pasien adalah menyadari bahwa keinginan segala sesuatunya akan berjalan dnegan
sempurna itu merupakan tindakan bodoh. Kemudian di perlahan-lahan didorong
belajar menerima sedikit ketidakpastian. Akhirnya, orang yang obsesif kompulsif
dan orang neurotic kecemasan pun pasti dapat menemukan makna kehidupan mereka.
Sama seperti psikolog eksistensial lainnya, Frankl juga menyadari
pengaruh factor genetic dan fisiologis terhadap psikopatologi. Dia menganggap depresi,
misalnya, sebagai akibat kurangnya vitalitas tubuh. Pada level psikologis, dia
mengaitkan depresi dengan perasaan ketimpangan yang kita rasakan ketika berhadapan
dengan tugas-tugas yang berada di luar kemampuan fisik atau mental kita. Pada
level spiritual, Frankl melihat depresi sebagai ketegangan antara seseorang
sebagaimana adanya dengan bagaimana dia seharusnya.
Skizofrenia juga dipahami Frankl
sebagai gangguan mental yang berawal dari persoalan fisiologis. Skizofrenia
adalah suatu kondisi di mana seseorang mengalami dirinya lebih sebagai objek,
bukan sebagai subjek. Biasanya, ketika kita punya ide, kita menyadari bahwa ide
tersebut dating dari pikiran kita sendiri. Kitalah yang memilikinya. Tetapi
pada orang skizofrenik, karena alasan-alasan yang belum diketahui, mereka
cenderung mengambil perspektif pasif terhadap ide tersebut dan menganggapnya
begaia suara-suara dari “luar”. Dia seolah-olah sedang menonton dirinya dan
mencurigainya. Dia merasakan dirinya secara pasif sebagai objek yang dia lihat
dan hakimi.
Daftar Pustaka
Jamest, Coleman, C. Abnormal Psychology and Moder
Life Serent Edition Scott, (Foresman and Comani, London-England, 1985).
Hawari, Dadang, Al-Qur,an; Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Dana
Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997). Khan, Hazrat, Inayah, The Hearth of
Sufisme, (Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002). Raleigh, Drake, Abnormal
Psychology, (Utt Lefield dan Co. Patterson, New Jersey, 1962).
Baihaqi, MIF. 2008. Psikologi
Pertumbuhan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Bastaman, Hanna Djumhana. 2007. Logoterapi: Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Boeree, C. George. 2009.
Personality Theories. Yogyakarta :
Primasophie
Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM
Press.
Feist, J &
Gregory Feist (2010). Teori Kepribadian,
Edisi 7, Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Suryabrata, S
(2011). Psikologi Kepribadian. Jakarta:
Raja Grafmada Persada.