Psikologi Klinis "Obsessive Compulsive Disorder"

By Gusti Gina - Tuesday, November 01, 2016


A.     Definisi OCD (Obsessive Compulsive Disorder)
Menurut Davison & Neale (dalam Anggraeni, 2015) gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulangulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Suatu obsesi adalah pikiran, ide, atau dorongan yang intrusive dan berulang dan berada di luar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya. Obsesi dapat menjadi sangat kuat dan persisten sehingga dapat mengganggu kehidupansehari-hari dan menimbulkan distress serta kecemasan yang signifikan (Nevid, 2003). Suatu kompulsi adalah perilaku yang berulang (seperti mencuci tangan atau memeriksa kunci pintu) atau tindakan mental repetitif (sepertiberdoa, mengulang-ulang kata-kata tertentu, atau menghitung) yang dirasakan seseorang sebagai keharusan atau dorongan yang harus dilakukan (APA dalam Suryaningrum, 2013). Obsesi memiliki pengertian gangguan bayangan dan impuls yang timbul didalam pikiran secara berulang-ulang, sangat mengganggu dan penderita tidak mampu menghentikannya. Sedangkan kompulsi adalah obsesi yang dimanifestasikan (dalam David, 2000).
B.     Kriteria OCD (Obsessive Compulsive Disorder)
Kriteria Diagnostik 300.3 (F42) dalam DSM 5
A.     Kehadiran obsesi, kompulsi, atau keduanya:
Obsesi didefinisikan oleh (1) dan (2):
1. Pikiran mendesak yang berulang dan terus-menerus pada individu atau gambarpengalamanpada beberapa waktu yangmenganggudan tidak diinginkan, yang menyebabkan kecemasan ditandai dengan tertekan.
2. Individu mencoba untuk mengabaikan atau menekan pikirannya. Untuk menetralisir keadaannya mereka membuat pemikiran lain atau melalui tindakan (yaitudengan melakukan keharusan).
Kompulsi didefinisikan oleh (1) dan (2):
1.      Perilaku berulang (misalnyamencuci tangan, pemesanan, memeriksa) atau melalui tindakan (misalnyaberdoa, menghitung, mengulangi kata-kata diam-diam) bahwa individu merasa didorong untuk melakukan atau menanggapi sebuah obsesi sesuai dengan aturan yang diterapkan secara kaku.
2.      Perilaku atau tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mencegah atau mengurangi kecemasan atau tekanan, atau mencegah beberapa peristiwa atau situasi yang ditakuti;Namun, perilaku atau tindakan ini tidak terhubung dengan cara yang realistis dengan apa yang mereka rancang untuk menetralisir atau mencegah (dapat dikatakan apa yang dilakukan berlebihan).
B. Obsesi atau dorongan yang memakan waktu (misalnyamengambil lebih dari 1 jam per hari) yang menyebabkan distress klinis atau penurunan fungsi penting pada bidang sosial dan pekerjaan
C.     Jenis-Jenis OCD (Obsessive Compulsive Disorder)
Jenis-jenis OCD (Obsessive Compulsive Disorder) dalam DSM V
1.      Obsesif-Compulsive Disorder 300.3 (F42)
2.      Gangguan Dismorfik Tubuh 300.7 (F45.22)
3.      Hoarding Disorder 300,3 (F42)
4.      Trikotilomania (Gangguan Menarik Rambut) 312,39 (F63.2)
5.      Excoriation (Skin-Picking) Disorder /Gangguan Ekskoriasi (Mengelupasi kulit) 698,4 (L98.1)
6.      Obsesif-kompulsif dan gangguan Terkait  yang disebabkan oleh zat kimia/obat,
7.      Obsesif-kompulsif dan Terkait Disorder Karena Kondisi Medis Lain
294,8 (F06.8)
8.      Obsesif-Compulsive spesifikasi lain dan Disorder Terkait 300,3 (F42)
9.      Obsesif-CompulsiveTidak disebutkan dan Disorder Terkait 300,3 (F42)
D.    Faktor dan Aspek OCD (Obsessive Compulsive Disorder)
Penyebab Obsesif Kompulsif adalah sebagai berikut (Widiastuti, 2014).
1.         Genetik - (Keturunan) Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD (Obsesif Compulsive Disorder).
2.         Organik – Masalah organik seperti terjadi masalah neurologi dibagian-bagian tertentu otak juga merupakan satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf seperti yang disebabkan oleh meningitis dan ensefalitis juga adalah salah satu penyebab OCD.
3.         Kepribadian - Mereka yang mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung mendapat gangguan OCD. Ciri-ciri mereka yang memiliki kepribadian ini ialah seperti keterlaluan mementingkan aspek kebersihan, seseorang yang terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit bekerja sama dan tidak mudah mengalah.
4.         Pengalaman masa lalu - Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah mencorakkan cara seseorang menangani masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala OCD.
5.         Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi atau riwayat kecemasan sebelumnya.
6.         Konflik - Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik jiwa yang berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri, di tempat kerja, keyakinan diri.
Kemudian aspek-aspek yang ada di dalam OCD (Obsessive-Compulsive Disorder) adalah :
a.         Aspek Biologis
Davison dan Neale (dalam Anggraeni, 2015) menjelaskan bahwa salah satu penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah serotonin. Keterlibatan serotonin ini belum sebagai penyebab individu mengalami gangguan obsesif kompulsif, melainkan sebagai pembentuk dari gangguan ini. Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi system proyeksinya. Proyeksi pada konteks frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi kompulsi (Pinzon, 2006).
b.         Aspek Psikologis
Menurut Steketee dan Barlow (dalam Angraeni, 2015) klien-klien OCD menyetarakan pikiran dengan tindakan atau aktifitas tertentu yang dipresentasikan oleh pikiran tersebut. Ini disebut “thought-action fusion” (fusi pikiran dan tindakan). Fusi antara pikiran dan tindakan ini dapat disebabkan oleh sikap-sikap tanggung jawab yang berlebih-lebihan yang menyebabkan timbulnya rasa bersalah seperti yang berkembang selama masa kanak-kanak, dimana pikiran jahat diasosiasikan dengan niat jahat (Durand & Barlow, 2006).
c.         Aspek Psikososial
Menurut Freud (dalam Anggraeni, 2015) gangguan obsesif-kompulsif bisa disebabkan karena regresi dari fase anal dalam perkembangannya. Mekanisme pertahanan psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi pada gangguan obsesif-kompulsif. Represi perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut.
Individu yang mempunyai gangguan obsesif-kompulsif mengalami kesulitan dalam menghentikan pikiran-pikiran tersebut disebabkan karena:
a.         Mengalami depresi atau selalu cemas dalam kesehariannya sehingga mudah memunculkan pikiran-pikiran negatif meski hanya berupa kejadian kecil;
b.         Memiliki tendensi berpikir moralitas dan kaku, berpandangan bahwa pikiran-pikiran negatif adalah sesuatu yang tidak dapat diterima dan membuat mereka akan merasa cemas dan bersalah bila memiliki pemikiran negatif seperti itu.
c.         Meyakini bahwa harus mampu mengontrol semua pikiran-pikiran dan memiliki kesulitan untuk menerima bahwa setiap orang mempunyai pemikiran yang kadang-kadang memang menimbulkan perasaan takut atau cemas.
Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah (dalam Oltmanss dan Emery, 2012) :
a.         Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home, kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (Teori ini masih dianggap lemah namun masih dapat diperhitungkan).
b.         Faktor neurobiologi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia basalis, dan singulum.
c.         Individu yang memiliki intensitas stress yang tinggi.
d.         Riwayat gangguan kecemasan.
e.         Depresi.
f.           Individu yang mengalami gangguan seksual.
E.     Dampak
Kompulsi yang seringkali dilakukan sebagai jawaban dari pikiran obsesi biasanya akan muncul cukup sering sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari atau menimbulkan distress yang signifikan (Nevid dkk., 2003). Hal ini tentu saja dapat menyebabkan keterlambatan, membuang-buang waktu dan mungkin sekali akan merugikan orang lain.
F.      Saran intervensi
1.    CBT
          Terapi kognitif adalah terapi yang memfokuskan pada bagaimana mengubah pemikiran atau keyakinanyang negatif (Beck, 1979; Martin & Pear, 2003; Antony & Swinson, 2000). Karena banyaknya penelitian yangmenunjukkan bahwa kesuksesan penerapan teknik kognitif akan lebih besar bila disertai teknik-teknik modifikasitingkah laku (misalnya pemberian tugas-tugas rumah dan exposure) daripada teknik “menyerang” pemikiranirasional semata-mata yang merupakan prosedur terapi kognitif (Martin & Pear, 2003) maka teknik yang akan digunakan untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif adalah gabungan dari kedua pendekatan tersebut yaitu Cognitive BehaviorTherapy (CBT).
          Cognitive-behavioural therapy (CBT) adalah terapi yang sering digunakan dalam pemberian treatment pelbagai gangguan kecemasan termasuk OCD. Dalam CBT penderita OCD pada perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia mesti mencuci tangannya secara bertahap. Bila terjadi peningkatan kecemasan barulah terapis memberikan izin untuk individu OCD mencuci tangannya. Terapi ini efektif menurunkan rasa cemas dan hilang secara perlahan kebiasaan-kebiasaannya itu. Dalam CBT terapis juga melatih pernafasan, latihan relaksasi dan manajemen stres pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang memberikan kecemasan, rasa takut atau stres muncul dalam diri individu. Pemberian terapi selama 3 bulan atau lebih (Widiastuti, 2014).
2.    ERP
          Berdasarkan sekian literatur yangditelusuri, terapi exposure-response prevention(ERP) merupakan terapi perilakuyang paling banyak digunakan untukmengatasi individu dengan OCD.Exposure adalah menempatkan individudengan OCD pada situasi yang ditakutinyaatau yang menimbulkan pikiranobsesifnya (Bandura, 1978; Storch &Merlo, 2006). Sedangkan responseprevention meliputi kesempatan individudengan OCD untuk menahan diri darimelakukan ritual atau pengulangan.Terapi ERP seringkali juga dikombinasikandengan terapi kognitif (Nevid,Rathus, & Greene, 2005).
3.    Farmakologi

          Pemberian obat-obatan medis berserta psikoterapi sering dilakukan secara bersamaan dalam masa perawatan. Pemberian obat medis hanya bisa dilakukan oleh dokter atau psikiater atau social worker yang terjun dalam psikoterapi. Pemberian obat-obatan haruslah melalui kontrol yang ketat karena beberapa dari obat tersebut mempunyai efek samping yang merugikan.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments