Review Materi dan Soal Psikologi Sosial : Teori Identitas Diri, Teori Peran, Teori Medan, dan Teori Massa
By Gusti Gina - Sunday, May 18, 2014
RIVIEW MATERI
Teori Identitas Sosial, Teori Peran,
Teori Medan, dan Teori Massa
Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial
II
Dosen Pengampu :
Rusdi Rusli, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Neka Erlyani, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Disusun oleh:
Kelompok 1
Choerunnisa Mutiara A. (I1C112058)
Nadya Khairina (I1C112215)
Gusti Gina Madinatul Munawarni (I1C113080)
Rizki Amelia (I1C113024)
Faizah (I1C113062)
Suzanti Rizky Handayani (I1C113014)
Aserina Julianti D. (I1C113212)
Wiwin Widayanti (I1C113220)
Anggi Diono Kusuma (I1C113034)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG
MANGKURAT
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan review materi
dengan tema "Teori Identitas Sosial, Teori Peran, Teori Medan, dan
Teori Massa". Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan review ini, baik secara
moril maupun materil sehingga review ini dapat diselesaikan dengan baik,
lancar, dan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan review
ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mohon maaf apabila ada
kesalahan dalam penyusunan dan penulisan review ini. Akhir kata penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.
Banjarbaru, 17 Mei 2014
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar .............................................................................................. i
Daftar Isi ....................................................................................................... ii
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Teori Identitas sosial................................................................................. 1
1.2 Teori Peran................................................................................................ 10
1.3 Teori
Medan.............................................................................................. 18
1.4 Teori Massa. ............................................................................................. 29
BAB II SOAL
2.1 Teori Identitas
sosial................................................................................. 35
2.2 Teori Peran................................................................................................ 36
2.3 Teori
Medan.............................................................................................. 37
2.4 Teori Massa. ............................................................................................. 38
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................... 40
BAB I
MATERI
1. IDENTITAS
SOSIAL
A.
Pengertian identitas sosial
Identitas
Sosial adalah definisi seseorang tentang siapa dirinya, termasuk di
dalamnya atribut pribadi dan atribut yang dibaginya bersama dengan orang lain,
seperti gender dan ras (Baron & Byrne).Menurut
Jacobson (2003) teori identitas sosial fokus terhadap individu dalam
mempersepsikan dan menggolongkan diri mereka berdasarkan identitas personal dan
sosial mereka. Lebih lanjut teori identitas sosial menyatakan ketika individu
bergabung dengan kelompok, dan kelompok itu memiliki status yang superior
dibandingkan kelompok lain, maka hal ini akan meningkatkan self-image mereka
sendiri. Peran yang dimainkan oleh identitas sosial dalam hubungan antar
kelompok tergantung pada dimensi mana yang berlaku.Jackson dan Smith (1999)
menyatakan bahwa hal yang mendasari keempat dimensi tersebut adalah dua tipe
dasar identitas; aman dan tidak aman. Ketika identitas aman memiliki derajat
yang tinggi, individu cenderung mengevaluasi out- group lebih baik, lebih
sedikit bias bila membandingkan in-group degan out-group, dan kurang yakin pada
homogenitas in-group. Sebaliknya identitas tidak aman dengan derajat yang
tinggi berhubungan dengan evaluasi yang sangat positif terhadap in-group , bisa
lebih besar bila membandingkan in-group dengan out group , dan persepsi
homogenitas in-group yang lebih besar.
B. Pengaruh
identitas sosial terhadap perilaku individu Identitas sosial sangat berkaitan
dengan persepsi., karena dalam proses identitas sosial peran persepsi sangat
penting. Menurut Tajfel dan Turner (Nuraeini, 2005) manusia mempunyai
kecenderungan untuk membuat kategorisasi sosial atau mengklasifikasikan
individu-individu dalam kategori-kategori atau kelompok-kelompok sosial
tertentu. Pada umumnya individu-individu membagi dunia sosial ke dalam dua
kategori yang berbeda yakni “kita” dan “mereka”, “kita” adalah ingroup
sedangkan outgroup adalah mereka. Ketika terjadi persaingan antar dua kelompok,
maka kelompok lain sebagai out-group disepsepsikan sebagai musuh atau yang
mengancam (Sear., dkk., 1994). Beberapa kasus menunjukan bahwa solidaritas
terhadap kelompoknya terkadang membawa individu ke arah perilaku yang melanggar
norma-norma. Misalkan kasus tawuran suporter Bola (Bonek persebaya dan persija
Jakarta). Menurut Hogg dan Abram (dalam Nuraeini, 2005) menjelaskan identitas
sosial sebagai rasa keterikatan, peduli, bangga dapat berasal dari pengetahuan
seseorang dalam berbagai kategori keanggotaan sosial dengan anggota yang lain,
bahkan tanpa perlu memiliki hubungan personal yang dekat. Secara psikologis,
Identitas kelompok berpengaruh terhadap perilaku anggotanya. Ada rasa
kebanggaan dan perasaan senang dengan identitas yang dimilikinya. Identitas
sosial yang yang tinggi nantinya bisa melahirkan sikap konformitas terhadap
kelompok. Menurut Zillmann, dkk (dalam Jacobson, 2003) Menimbulkan rasa
pertemanan dan solidaritas antar anggota kelompok. Pada stuasi-situasi
tertentu, ini bisa menimbulkan dampak negatif, yaitu perilaku agresif. misalkan
kerusuhan etnis antara betawi dengan madura atau kerusuhan antar suporter bola.
Setiap individu memiliki identitas, baik secara personal maupun secara sosial.
Ketika individu akan bergabung pada sebuah kelompok, pada dirinya melekat
identitas personal dan ketika ia telah menjadi anggota sebuah kelompok, maka ia
akan mengidentifikasi terhadap kelompoknya, yang menyebabkan identitas
personalnya terabaikan akan melebur atau tertutupi oleh identitas sosial (Vugt
& Hart, 2004). Selain itu, dalam memililih kelompok, seseorang akan
mempertimbangkan kesamaan antara identitas personal dengan identitas kelompok
yang akan dipilihnya. Hal ini dikarenakan untuk memudahkan individu dalam
melakukan penyesuaian terhadap kelompoknya. Selain itu, pengaruh kelompok
terhadap individu sangat kuat bila kondisi kelompok tersebut mengalami suatu
ketidakadilan. Ada rasa senasib dan sepenanggungan. Bila kondisi semacam itu
terjadi, maka individu dalam kelompok akan cenderung patuh terhadap kelompok.
Apa yang disuruh kelompok dilakukan. Walaupun hal itu melanggar hukum. Dengan
kata lain konformitas individu terhadap kelompok dapat berpotensi memunculkan perilaku
agresif (Sarwono, 1999). Melihat kondisi yang sesungguhnya di masyarakat,
identitas kelompok (etnis, agama, organisasi) yang memiliki prinsip, karakter
dan identitas sosial kuat, menunjukan seringya terjadi konflik, yang tak jarang
berujung pada perilaku agresi. misalkan, konflik di maluku, poso, Dayak dengan
Madura, dan Bonek (surabaya) dengan Jack mania (persija). Kelompok yang memilki
identitas sosial kuat akan secara langsung atau langsung memiliki keterikatan
emosional antaranggota kelompok. Identitas sosia yang dibangun kelompok bisa
melaui simbol, nilai, budaya, bahas dan visi. Ketika semua sudah
terinternalisasikan pada setiap anggota kelompok, maka timbul komitmen,
solidaritas, dan tanggung jawab terhadap sesama anggota dan kelompok. Banyak
perilaku agresif yang terjadi antar kelompok karena persaan tidak terima
anggota kelompoknya disakiti oleh kelompok lain. Identitas sosial telah
mengikat setiap anggota kelompok, dan telah menjadikan arah petunjuk anggota
dalam bersikap dan berperilaku. Ketika tujuan kelompok tidak sesuai dengan
tujuan individu, maka terjadi sebuah dilema dalam diri individu.
ASPEK-ASPEK IDENTITAS SOSIAL
IDENTITAS SOSIAL : SEBUAH TINJAUAN
Awal dari kehidupan, setiap orang
mulai memiliki pandangan tentang siapa dirinya, termasuk apakah ia harus
melabel dirinya sebagai “perempuan” atau “laki - laki”. Dengan kata lain,
setiap membangun sebuah identitas sosial
(social identity), sebuah defenisi diri
yang memandu bagaimana kita mengonseptualisasi dan mengevaluasi diri sendiri.
Menurut Jackson dan Smith, identitas sosial dapat di konseptualisasikan paling
baik dalam empat dimensi: persepsi dalam konteks antarkelompok, daya tarik
in-group, keyakinan yang saling terkait, dan depersonalisasi.
THE SELF : KOMPONEN IDENTITAS UNIK SESEORANG
Berpikir mengenai dirinya sendiri adalah aktivitas
manusia yang tak dapat dihindari pada umumnya, secara harfiah orang akan
berpusat pada dirinya sendiri. Sehingga self adalah pusat dari
dunia sosial setiap orang.
o Konsep
self : Skema Dasar
Konsep self adalah kumpulan keyakinan dan persepsi
diri mengenai diri sendiri yang terorganisasi.Self memberikan sebuah kerangka
berpikir yang menentukan bagaimana kita mengolah informasi tentang diri kita
sendiri, termasuk motivasi, keadaan emosional, evaluasi diri, kemampuan dan
banyak hal lainnya. Sedikides dan Skowronski menyatakan bahwa self
berevolusi sebagai sebuah karakteristik adaptif. Aspek pertama yang
muncul adalah kesadaran diri subjektif, hal ini melibatkan kemampuan organisme
untuk membedakan dirinya dengan lingkungan fisik dan sosialnya. Kemudian
kesadaran diri objektif yaitu kapasitas organisme untuk menjadi objek
perhatiannya sendiri, menyadari keadaan pikirannya sendiri, dan
mengetahui bahwa ia tahu, mengingat bahwa ia ingat. Sedangkan kesadaran diri
simbolik adalah kemampuan organisme untuk membentuk sebuah konsep abstrak dari
self melalui bahasa.Kemampuan ini membuat organisme mampu untuk berkomunikasi,
menjalin hubungan, menentukan tujuan, mengevaluasi hasil, dan membangun sikap
yang berhubungan dengan self, dan membelanya terhadap komunikasi yang
mengancam.
o Konsep
Self Sosial
Self sosial terdiri dari dua komponen: (1) berasal dari hubungan
interpersonal dan (2) berasal dari keanggotaan pada kelompok yang lebih
besar dan kurang pribadi seperti ras, etnis atau budaya.
Konsep self sosial adalah setiap konsep self keseluruhan seseorang
terdiri dari banyak komponen yang berbeda yang memberikan skema terhadap aspek
spesifik dalam hidupnya.Satu komponen tersebut yaitu interaksi sosial.Untuk
kaum muda, konsep self sosial ini dapat dibagi lebih jauh dalam kategori
yang lebih spesifik, seperti interaksi sosial di sekolah dan interaksi sosial
dalam keluarga.Di dalam setiap interaksi, spesifikasi lebih lanjut adalah dalam
interaksi dengan teman sekelas versus dengan guru dan orangtua versus saudara.
Walaupun orang dalam budaya individualistis, pada umunya mengasumsikan
bahwa self relatif tetap konstan, namun tak disangkal bahwa orang dapat
dan mampu berubah seiring dengan berjalannya waktu. Nyatanya, membandingkan
diri sendiri sekarang dengan diri sendiri di masa lalu sering kali menyenangkan
karena hal tersebut memungkinkan melihat perbaikan yang terus menerus.
§ Faktor
Eksternal Yang Mempengaruhi Konsep Self
Konsep self berubah sesuai dengan perubahan situasi.Diantara
banyak faktor yang menyebabkan perubahan dalam konsep self,salah satunya adalah
faktor yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang. Sebagai contoh, persepsi
diri seseorang sangat dipengaruhi oleh pekerjaan.
§
Self-Esteem : Sikap terhadap
Diri Sendiri
Self-esteem adalah evaluasi diri yang dibuat oleh
setiap individu, sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi
positif-negatif.Evaluasi terhadap diri sendiri dikenal sebagai
self-esteem. Sedikides (1993) menyatakan tiga kemungkinan motif dalam
evaluasi diri, orang dapat mencari self-assesment(untuk memperoleh
pengetahuan yang akurat tentang dirinya sendiri), self-enhancement (untuk
mendapatkan informasi positif tentang diri mereka sendiri) atau
self-verification (untuk mengkonfirmasi sesuatu yang sudah mereka ketahui
tentang diri mereka sendiri).
Memiliki self-esteemyang tinggi berarti seorang
individu menyukai dirinya sendiri. Evaluasi positif ini sebagian berdasarkan
opini orang lain dan sebagian lagi berdasarkan dari pengalaman spesifik.
Tingkah laku individu dengan self-esteem yang relatif rendah lebih mudah
diprediksikan daripada individu dengan self-esteem yang tinggi, karena skema
diri yang negatif diorganisasi lebih ketat daripada skema diri yang positif.
Sebagai contoh, jika anda memandang diri anda negatif, anda dapat dengan mudah
menjelaskan kegagalan atau penolakan dalam hubungannya dengan kelemahan
anda.
Self-esteemseringkali diukur sebagai sebuah
peringkat dalam dimensi dimensi yang berkisar dar negatif sampai positif
atau dari rendah sampai tinggi. Sebuah pendekatan yang berbeda adalah
dengan meminta responden untuk mengindikasikan self ideal mereka seperti
apa, self mereka yang sebenarnya, dan kemudian meneliti
perbedaan diantara keduanya. Semakin besar perbedaan antara self dan
idealnya, semakin rendah self-esteem.Walaupun konten spesifiknya dapat
bervariasi seiring dengan berjalannya waktu, perbedaan self dengan ideal
cenderung stabil. Menyenangkan menerima umpan balik yang menunjukkan bahwa kita
berfungsi di tingkat ideal dalam beberapa aspek dalam hidup kita, dan
kurang menyenangkan untuk menghadapi kenyataan bahwa kita kurang ideal.
§ Efek
Self-EsteemYang Tinggi Versus Rendah
Dalam
kebanyakan kasus, self-esteemyang tinggi memiliki konsekuensi yang
positif yang positif, sementara self-esteemyang rendah memiliki efek
sebaliknya. Sebagai contoh, eveluasi diri negatif dihubungkan dengan
keterampilan sosial yang tidak memadai, kesepian, depresi, dan unjuk kerja
lebih buruk yang menyertai pengalaman kegagalan. Tubuh seseorang dapat menjadi
sumber self-esteem dan saat mereka diingatkan pada sifat mereka yang dapat
berubah, hal ini akan meningkatkan perjuangan self-esteem.
§ Perubahan
Dalam Self-Esteem
Peristiwa
negatif dalam hidup memiliki efek negatif terhadap self-esteem. Sebagai contoh,
ketika masalah muncul di sekolah, di tempat kerja, di dalam keluarga, atau
diantara teman, akan terjadi penurunan self-esteem. Peningkatan kecemasan, dan
individu yang terganggu akan berusaha mencari penguatan melalui berbagai cara.
Namun, biasanya tingkat self-esteemkita relatif konstan karena kita
menggunakan mekanisme majemuk untuk mempertahankan tingkat itu. Mereka
dengan self-esteem yang tinggi mengigat peristiwa yang menyenangkan dengan
lebih baik, yang membantu mempertahankan evaluasi diri yang positif.
Sedangkan mereka dengan self-esteemyang rendah melakukan hal yang sebaliknya,
mengingat peristiwa yang tidak menyenangkan dengan lebih baik, untuk
mempertahankan sebuah evaluasi diri yang negatif.
Aspek
Lain Dari Fungsi Self : Memfokuskan, Memonitor Dan Menilai
- Memfokuskan Perhatian Pada Self atau Pada Dunia Eksternal
Self-focusing
didefinisikan sebagai perhatian yang diarahkan pada diri sendiri daripada
sekelilingnya.Self-focusing yang terus menerus dan konsisten dapat menciptakan
kesulitan. Misalnya, sebagai respon terhadap interaksi sosial yang tidak
menyenangkan, individu dengan gaya yang terfokus pada self mengalami
perasaan negatif lebih banyak, dan reaksi ini lebih kuat pada wanita dibanding
pria. Suatu hal yang penting untuk mampu memfocuskan diri secara seimbang.
Kenyataan bahwa kita dapat mengubah focus telah menjadi bagian dari proses self-regulation
terhadap pikiran kita sendiri. Elemen kuncinya adalah kemampuan untuk
mengontrol apa yang ada pikirkan, arah yang paling menguntungkan bagi focus
seseorang bervariasi sesuai dengan situasi. Dan berfocus pada self sering
kali merupakan sebuah cara yang berguna untuk mengatasi situasi yang penuh
tekanan jika hal itu melibatkan pengendalian keadaan perasaan seseorang dan memikirkan
cara untuk memecahkan masalah. Mereka melakukan hal tersebut dikatakan
melakukan orientasi reflektif terhadap suasana hati mereka.Self-focusing
juga dapat menyebabkan kesulitan. Sebagai contoh, orientasi perenungan melibatkanself-focusing yang berulang
kali mengingat pemikiran yang sama berulang kali daripada berusaha melakukan
pemecahan masalah.
Konsep self seseorang tersusun atas banyak
elemen yang berlainan, merupakan hal yang tidak mungkin untuk memikirkan
seluruh aspek diri Anda sendiri pada saat yang bersamaan, kita hanya dapat
memfocuskan satu bagian kecil pada satu saat.
- Memonitor Tingkah Laku Anda Dengan Menggunakan Tanda-Tanda Internal Atau Eksternal
Istilah self-monitoring
merujuk pada kecenderungan untuk mengatur tingkah laku berdasarkan petunjuk
eksternal seperti bagaimana orang berkreasi (self-monitoring tinggi)
atau berdasar pada petunjuk internal seperti keyakinan seseorang dan sikapnya (self-monitoring
rendah).Orang dengan self-monitoring yang rendahcenderung bertingkah
laku saat situasi berubah.Pernyataan berskala seperti “saya hanya dapat membela
ide yang saya telah yakini kebenarannya” dijawab sebagai sesuatu yang benar
oleh orang dengan self-monitoring yang rendah dan yang salah oleh orang
dengan self-monitoring yang tinggi.
Orang dengan self-monitoring yang tinggi
berusaha menyesuaikan tingkah laku dan peran dalam kondisi yang ada untuk
memperoleh evaluasi positif dari orang lain. Kecenderungan melakukan self-monitoring
dapat muncul dalam berbagai aspek tingkah laku sosial.
- Self-Efficacy : Percaya Pada Diri Sendiri
Self-efficacy adalah evaluasi
seseorang terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas,
mencapai tujuan atau mengatasi hambatan.Evaluasi ini dapat bervariasi,
tergantung pada situasi. Lebih lanjut mengenai self-efficacy, Bandura
mengajukan konsep self-efficacy kolektif, yaitu keyakinan yang dibagi
oleh anggota sebuah kelompok bahwa tindakan kolektif akan menghasilkan efek
yang diinginan. Mereka yang tidak yakin pada self-efficacy kolektif
beranggapanbahwa mereka tidak dapat merubah apapun, sehingga mereka menyerah
dan menjadi apatis.
Individu sering kali kurang memiliki perasaan self-efficacy
dalam situasi interpersonal.Ini disebabkan karena kurangnya kemampuan sosial
atribusi yang tidak tepat, tidak memadainya karakter diri dan tidak bersedia
untuk mengambil inisiatif dalam persahabatan.
Self-efficacy
cenderung konsisten sepanjang waktu, tetapi bukan berarti tidak brubah.Umpan
balik positif terhadap kemampuan seseorang meningkatkan self-efficacy. Penelitian
terhadap efficacy dimulai dengan penelitian yang mengajarkan penderita
fobia ular untuk mengatasi rasa takutnya dengan cara meningkatkan efficacy
mererka dalam menghadapi ular. Mereka yang takut terhadap ular , kurang percaya
diri pada kemampuannya untuk mengatasi ular. Menggunakan bentuk terapi
behavioral, penenliti memberikan individu yang fobia ular serangkaian
pengalaman mengurangi sensitivitas.Setelah serangkaian sesi, partisipan
penelitian belajar untuk rileks selama melihat foto ular, kemudian mainan ular
dan kemudian seekor ular kecil di dalam kandang kaca.Kemajuan yang secara
terus-menerus semakin realistis dilanjutkan hingga mereka merasa nyaman dengan
seekor ular besar yang malata dipangkuan dan bahunya. Dengan berkurangnya
fobia, physiological arousal sebagai respons terhadap ular pun akan
berkurang dan perasaan self-efficacy meningkat.
GENDER
: MENJADI SEORANG LAKI-LAKI ATAU PEREMPUAN SEBAGAI ASPEK KRUSIAL IDENTITAS
- Jenis Kelamin dan Gender
Istilah jenis kelamin dan gender sering kali
digunakan bergantian, tetapi kita akan mengadopsi istilah dari banyak bidang
yang membedakan keduanya. Jenis kelamin (sex) didefinisikan sebagai
istilah biologis berdasarkan perbedaan anatomi dan fisik antara laki-laki dan
perempuan. Barbara Mackoff menyatakan, “perbedaan terbesar antara perempuan dan
laki-laki adalah dalam cara kita memperlakukan mereka.” Seluruh atribut lainnya
mungkin berdasarkan determinan biologis (seperti ada atau tidak adanya kumis).
- Identitas Gender dan Stereotip Gender
Setiap orang memiliki identitas gender yaitu bagian
kunci dari konsep diri dalam label sebagai “laki-laki” atau “perempuan”. Pada
sebagian besar orang, jenis kelamin biologis dan identitas gender
berkorespondensi walaupun proporsinya kecil dalam populasi, identitas gender
mereka berbeda dari jenis kelamin mereka.
- Mengembangkan Identitas Gender
Hal pertaman yang ditanyakan orang
dewasa tentang seorang bayi (bayi mereka atau bayi orang lain) adalah apakah
bayinya laki-laki atau perempuan. Pengumuman akan kelahiran seorang bayi
dimulai dengan informasi tersebut, lalu dipilihnya nama yang berbau laki-laki
atau perempuan baju merah muda atau biru dibeli, kamar bayi didekorasi baik
dengan gaya feminim atau maskulin, mainan dan pakaian yang sesuai dengan gender
pun dibeli.
Secara bertahap, identitas gender diperoleh pada
saat anak mengembangkan kesadaran diri (a sense of self) yang mencakup
kelaki-lakian atau keperempuanan. Antara usia empat dan tujuh tahun, anak mulai
memahami pentingnya konsistensi gender, bahwa mereka menerima prinsip gender
sebagai atribut dasar dari tiap orang.
- Apakah Dasar Dari Identitas Gender?
Walaupun telah lama diyakini bahwa perbedaan paling
nyata antara laki-laki dan perempuan adalah faktor biologis, sebagai penelitian
menunjukkan secara meyakinkan bahwa berbagai karakteristik tipikal maskulin dan
feminim ternyata dipelajari.Teori skema gender menyatakan bahwa anak-anak
memiliki kesiapan umum untuk mengorganisasian informasi tentang self atas dasar
definisi budaya pada atribut laki-laki dan perempuan yang sesuai.Informasi
tersebut diaplikasikan pada self, juga seperti pada hal lainnya.
Dengan bertambah dewasanya anak, tipe jenis kelamin
(sex typing) terjadi ketika mereka memahami stereotip “tepat” yang berhubungan
dengan kelaki-lakian dan keperempuanan dalam budaya mereka. Hal penting dari
apa yang dipelajari anak tentang gender ialah berdasarkan observasi terhadap
orangtua mereka dan mencoba seperti mereka. Secara umum, anak diberi reward untuk
melakukan tingkah laku yang pantas dan sesuai dengan gendernya dan dilarang
ketika tingkah laku mereka tidak sesuai dengan gendernya.
2. TEORI PERAN
Teori Peran
(Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi,
maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih
tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi.
Dalam ketiga bidang ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater.
Dalam teater, seseorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan
dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara
tertentu.
Posisi aktor dalam teater (sandiwara) itu kemudian dianalogikan dengan posisi
seseorang dalam masyarakat. Sebagaimana halnya dalam teater, posisi orang dalam
masyarakat sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang
diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam
kaitan dengan adanya orang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor
tersebut. Dari sudut pandangan inilah disusun teori-teori peran.
Sebetulnya cukup banyak teori peran dalam psikologi. Namun, karena keterbatasan
tempat, pembicaraan akan dipusatkan pada teori Biddle & Thomas (1996) saja,
dengan di sana-sini bilamana perlu akan disinggung pula teori-teori dari
penulis-penulis lain secara sepintas.
Dalam teorinya Biddle & Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalam
empat golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut :
a. Orang-orang
yang mengambil bagian dalam interaksi social;
b. Perilaku yang
muncul dalam interaksi tersebut;
c. Kedudukan
orang-orang dalam perilaku;
d. Kaitan antara
orang dan perilaku.
Orang yang
mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi dalam dua golongan sebagai
berikut:
a. Aktor (actor,
pelaku), yaitu orang yang sedang berperilaku menuruti suatu peran tertentu.
b. Target
(sasaran) atau orang lain (other), yaitu orang yang mempunyai hubungan dengan
aktor dan perilakunya.
Aktor maupun
target bisa berupa individu-individu ataupun kumpulan individu (kelompok).
Hubungan antar kelompok dengan kelompok misalnya terjadi antara sebuah paduan
suara (aktor) dan pendengaran (target).
Istilah “aktor”
kadang-kadang diganti dengan person, ego, atau self. Sedangkan “target”
kadang-kadang diganti gengan istilah alter-ego, alter, atau non-self. Dengan
demikian, jelaslah bahwa teori peran sebetulnya dapat diterapkan untuk
menganalisis setiap hubungan antardua orang atau antarbanyak orang. Jadi,
termasuk juga hubungan POX (dari Heider) dan hubungan ABX (dari New Comb).
Cooley (1902)
dan Mead (1934) menyatakan bahwa hubungan aktor-target adalah untuk membentuk
identitas aktor (person, self, ego) yang dalam hal ini dipengaruhi oleh
penilaian atau sikap oaring-orang lain (target) yang telah digeneralisasikan
oleh aktor.
Secord &
Backman (1964) menyatakan bahwa aktor menempati posisi pusat (focal position),
sedangkan target menempati posisi padanan dari posisi pusat tersebut (counter
position). Dengan demikian, maka target berperan sebagai pasangan (partner)
bagi aktor. Hal ini terlihat misalnya pada hubungan ibu-anak, suami-istri atau
pemimpin-anak buah.
Menurut Biddle
& Thomas ada lima istilah tentang perilaku dalam kaitannya dengan peran:
a. Expectation
(harapan);
b. Norm (norma);
c. Performance
(wujud perilaku);
d. Evaluation
(penilaian) dan sanction (sanksi);
Harapan tentang Peran
Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain (pada umumnya)
tentang perilaku yang pantas, yang seyogianya ditunjukkan oleh seseorang yang
mempunyai peran tertentu. Contoh, masyarakat umum, pasien-pasien, dan
orang-orang sebagai individu mempunyai harapan tertentu tentang perilaku yang
pantas dari seorang dokter.
Harapan tentang perilaku dokter ini bisa berlaku umum (misalnya, dokter
harus menyembuhkan orang sakit) bisa merupakan harapan dari segolongan orang
saja (misalnya, golongan orang yang kurang mampu mengharapkan agar dokter
bersikap social) dan bisa juga merupakan harapan dari satu orang tertentu
(misalnya, seorang pasien tertentu mengharapkan dokternya bisa juga member
nasihat-nasihat tentang persoalan rumah tangganya selain menyembuhkan dari
penyakit).
Norma
Orang sering mengacaukan istilah “harapan” dengan “norma”. Namun, menurut
Secord & Backman (1964) “norma” hanya merupakan salah satu bentuk
“harapan”. Jenis-jenis harapan menurut Secord & Backman adalah sebagai
berikut :
1) Harapan yang
bersifat meramalkan (anticipatory), yaitu harapan tentang suatu perilaku yang
akan terjadi, misalnya: seorang istri menyatakan, “Aku kenal betul suamiku.
Kalau kuberitahu bahwa aku telah membeli baju sehara Rp 60.000, ini, ia tentu
akan marah sekali!” Oleh Mc David & Harari (1968) harapan jenis ini disebut
predicted role expectation.
2) Harapan
normative (atau, menurut Mc David & Hariri: prescribed role-expectation)
adalah keharusan yang menyertai suatu peran. Biddle & Thomas membagi lagi
harapan normative ini ke dalam dua jenis :
a) Harapan yang
terselubung (covert): harapan itu tetap ada walaupun tidak diucapkan, misalnya
dokter harus menyembuhkan pasien, guru harus mendidik murid-muridnya. Inilah
yang disebut norma (norm).
b) Harapan yang
terbuka (overt): harapan yang diucapkan misalnya ayah meminta anaknya agar
menjadi orang yang bertanggung jawab dan rajin belajar. Harapan jenis ini
dinamai tuntutan peran (role demand). Tuntutan peran melalui proses
internalisasi dapat menjadi norma bagi peran yang bersangkutan.
Wujud Perilaku dalam Peran
Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Berbeda dari norma, wujud
perilaku ini nyata, bukan sekedar harapan. Dan berbeda pula dari norma,
perilaku yang nyata ini bervariasi, berbeda-beda dari satu aktor ke aktor yang
lain. Misalnya, peran ayah seperti yang diharapkan oleh norma adalah
mendisiplinkan anaknya, sedangkan ayah yang lain hanya menasihati.
Variasi ini dalam teori peran dipandang normal dan tidak ada batasnya.
Persis dalam teater, di mana tidak ada dua aktor yang bisa betul-betul identik
dalam membawakan suatu peran tertentu. Bahkan satu aktor bisa berbeda-beda
cara membawakan suatu peran tertentu pada waktu yang berbeda. Oleh karena itu,
teori peran tidak cenderung mengklasifikasikan istilah-istilahnya menurut
perilaku khusus, melainkan berdasarkan klasifikasinya pada sifat asal dari
perilaku dan tujuannya (atau motivasinya). Jadi, wujud perilaku peran dapat
digolongkan misalnya ke dalam jenis hasil kerja, hasil sekolah, hasil olahraga,
pendisiplinan anak, pencarian nafkah, pemeliharaan ketertiban dan sebagainya.
Jelaslah bahwa peran dilihat wujudnya dari tujuan dasarnya atau hasil
akhirnya, terlepas dari cara mencapai tujuan atau hasil tersebut. Walaupun
demikian, tidak tertutup kemungkinan adanya cara-cara tertentu dalam suatu
peran yang mendapat sanksi dari masyarakat. Misalnya, seorang ayah yang berusaha
mewujudkan peranya untuk mendisiplinkan anaknya dengan cara menggantung kaki
anaknya sehingga kepalanya terbalik ke bawah, akan mendapat celaan dari
masyarakat sehingga cara seperti ini akan dihindari oleh ayah-ayah pada
umumnya.
Cara itu menjadi masalah yang penting jika cara itu bertentangan dengan
aspek lain dari peran. Cara menggantung anak pada kakinya. Walaupun mungkin
sesuai dengan perannya untuk mendisiplinkan anak, tetapi hal itu bertentangan
dengan perannya untuk member kasih sayang kepada anak. Dengan demikian, seorang
aktor bebas untuk menentukan cara-caranya sendiri selama tidak bertentangan
dengan setiap aspek dari peran yang diharapkan darinya.
Sarbin menyatakan bahwa perwujudan peran (dalam istilah Sarbin: role
enactment) dapat dibagi-bagi dalam tujuh golongan menurut intensitasnya.
Intensitas ini diukur berdasarkan keterlibatan diri (self) aktor dalam perang
yang dibawakannya. Tingkat intensitas yang rendah adalah keadaan di mana diri
aktor sangat tidak terlibat. Perilaku peran dibawakan secara otomatis dan
mekanistis saja. Sedangkan tingkat yang tertinggi akan terjadi jika aktor
melibatkan seluruh pribadinya dalam perilaku peran yang sedang dikerjakan. Kita
ambil caontoh misalnya pemain musik yang setiap malam bertugas menghibur tamu di
restoran. Karena sudah terbiasa dengan pekerjaannya, pemusik itu memainkan alat
musiknya sambil mengobrol dengan temannya atau sambil melamun. Perwujudan peran
pemusik ini adalah pada tingkat intensitasnya yang terendah. Di pihak lain,
seorang pemain piano tunggal memainkan sebuah nomor lagu dalam sebuah konser
dengan segenap perasaanya dan kosentrasinya. Kepala terangguk-angguk, badannya
bergoyang-goyang mengikuti irama lagu. Maka, pemain piano ini mewujudkan
perannya dengan intensitas yang tinggi.
Goffman meninjau perwujudan peran ini dari sudut yang lain. Ia
memperkenalkan istilah permukaan (front), yaitu untuk menunjukkan
perilaku-perilaku tertentu yang diekspresikan secara khusus agar orang lain
mengetahuinya dengan jelas peran si pelaku (aktor). Misalnya, seorang professor
meletakkan rak penuh buku-buku ilmiah di ruang tamunya. Dengan begitu,
tamu-tamunya akan mendapatkan kesan tentang apa dan bagaimana peran seorang
professor itu. Inilah yang disebut permukaan. Di samping itu, tentu ada
perilaku-perilaku lain yang tidak mau ditunjukkan ke permukaan, walaupun tetap
saja dilakukan, karena dianggap tidak sesuai dengan peran yang hendak
diwujudkan. Dalam contoh professor tersebut, mungkin professor tersebut
mempunyai buku-buku komik yang disukainya, tetapi disimpannya di lemari kamar
tidurnya agar tidak dilihat oleh tamu-tamunya.
Ketidakberhasilan
Peran
Dalam kaitannya
dengan peran yang harus dilakukan, tidak semuanya mampu untuk menjalankan peran
yang melekat dalam dirinya. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi
kekurangberhasilan dalam menjalankan perannya. Dalam ilmu sosial,
ketidakberhasilan ini terwujud dalam role conflict dan role strain.
1.
Role Conflict
Setiap orang
memainkan sejumlah peran yang berbeda, dan kadang-kadang peran-peran tersebut
membawa harapan-harapan yang bertentangan. Menurut Hendropuspito [1989],
konflik peran (role conflict) sering terjadi pada orang yang memegang sejumlah
peran yang berbeda macamnya, kalau peran-peran itu mempunyai pola kelakuan yang
saling berlawanan meski subjek atau sasaran yang dituju sama. Dengan kata lain,
bentrokan peranan terjadi kalau untuk menaati suatu pola, seseorang harus
melanggar pola lain. Setidaknya ada dua macam konflik peran. Yakni, konflik
antara berbagai peran yang berbeda, dan konflik dalam satu peran tunggal.
Pertama, satu atau lebih peran (apakah itu peran independen atau bagian-bagian
dari seperangkat peran) mungkin menimbulkan kewajiban-kewajiban yang
bertentangan bagi seseorang. Kedua, dalam peran tunggal mungkin ada konflik
inheren.
2.
Role Strain
Adanya
harapan-harapan yang bertentangan dalam satu peran yang sama ini dinamakan role
strain. Satu hal yang menyebabkan terjadinya role strain adalah karena peran
apapun sering menuntut adanya interaksi dengan berbagai status lain yang
berbeda. Sampai tingkatan tertentu, masing-masing interaksi ini merumuskan
peran yang berbeda, karena membawa harapan-harapan yang berbeda pula. Maka, apa
yang tampak sebagai satu peran tunggal mungkin dalam sejumlah aspek sebenarnya
adalah beberapa peran. Misalnya, status sebagai karyawan bagian pemasaran
(sales) eceran di sebuah perusahaan, dalam arti tertentu sebenarnya membawa
beberapa peran: sebagai bawahan (terhadap atasan di perusahaan itu), sebagai
sesama pekerja (terhadap karyawan-karyawan lain di perusahaan itu), dan sebagai
penjual (terhadap konsumen dan masyarakat yang ditawari produk perusahaan
tersebut).
Stres
Peran
Posisi
dimasyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang
menimbulkan kesukaran, atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan.
Stres peran terdiri dari :
1. Konflik
peran, dialami jika peran yang diminta konflik dengan sistem individu atau dua
peran yang konflik satu sama yang lain.
2. Peran
yang tidak jelas, terjadi jika individu yang diberi peran yang tidak jelas dalam
hal perilaku dan penampilan yang diharapkan.
3. Peran
yang tidak sesuai, terjadi jika individu dalam proses transisi merubah nilai
dan sikap. Misalnya, seseorang yang masuk dalam satu profesi, dimana terdapat
konflik antara nilai individu dan profesi.
4. Peran
berlebih, terjadi jika individu menerima banyak peran misalnya, sebagai istri,
mahasiswa, perawat, ibu. Individu dituntut melakukan banyak hal tetapi tidak
tersedia waktu untuk menyelesaikannya. (Keliat, 1992)
Faktor-faktor
Penyesuaian Peran
Faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan,
yaitu :
a.
Kejelasan perilaku dan
pengetahuan yang sesuai dengan peran
b.
Konsistensi respon
orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan
c.
Kesesuaian dan keseimbangan
antar peran yang diemban
d.
Keselarasan budaya dan
harapan individu terhadap perilaku peran
e.
Pemisahan perilaku yang
akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peran
Proses
Yang Umum Untuk Memperkecil Ketegangan Peran Dan Melindungi Diri Dari Rasa
Bersalah
Menurut Horton
dan Hunt [1993], seseorang mungkin tidak memandang suatu peran dengan cara yang
sama sebagaimana orang lain memandangnya. Sifat kepribadian seseorang
mempengaruhi bagaimana orang itu merasakan peran tersebut. Tidak semua orang yang
mengisi suatu peran merasa sama terikatnya kepada peran tersebut, karena hal
ini dapat bertentangan dengan peran lainnya. Semua faktor ini terpadu
sedemikian rupa, sehingga tidak ada dua individu yang memerankan satu peran
tertentu dengan cara yang benar-benar sama.Ada beberapa proses yang umum untuk
memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri dari rasa bersalah, yaitu
antara lain:
1.
Rasionalisasi
Rasionalisasi
yakni suatu proses defensif untuk mendefinisikan kembali suatu situasi yang
menyakitkan dengan istilah-istilah yang secara sosial dan pribadi dapat
diterima.
Rasionalisasi menutupi kenyataan konflik peran, yang
mencegah kesadaran bahwa ada konflik. Misalnya, orang yang percaya bahwa “semua
manusia sederajat” tapi tetap merasa tidak berdosa memiliki budak, dengan dalih
bahwa budak bukanlah “manusia” tetapi “benda milik.”
2.
Pengkotakan (Compartmentalization)
Pengkotakan (Compartmentalization)
yakni memperkecil ketegangan peran dengan memagari peran seseorang dalam
kotak-kotak kehidupan yang terpisah, sehingga seseorang hanya menanggapi
seperangkat tuntutan peran pada satu waktu tertentu. Misalnya, seorang politisi
yang di acara seminar bicara berapi-api tentang pembelaan kepentingan rakyat,
tapi di kantornya sendiri ia terus melakukan korupsi dan merugikan kepentingan
rakyat.
3.
Ajudikasi (Adjudication)
Ajusikasi yakni
prosedur yang resmi untuk mengalihkan penyelesaian konflik peran yang sulit
kepada pihak ketiga, sehingga seseorang merasa bebas dari tanggung jawab dan
dosa.
4.
Kedirian (Self)
Kadang-kadang
orang membuat pemisahan secara sadar antara peranan dan “kedirian” (self),
sehingga konflik antara peran dan kedirian dapat muncul sebagai satu bentuk
dari konflik peran. Bila orang menampilkan peran yang tidak disukai, mereka
kadang-kadang mengatakan bahwa mereka hanya menjalankan apa yang harus mereka
perbuat. Sehingga secara tak langsung mereka mengatakan, karakter mereka yang
sesungguhnya tidak dapat disamakan dengan tindakan-tindakan mereka
itu.Konflik-konflik nyata antara peran dan kedirian itu dapat dianalisis dengan
konsep jarak peran (role distance) yang dikembangkan Erving Goffman. “Jarak
peran” diartikan sebagai suatu kesan yang ditonjolkan oleh individu bahwa ia
tidak terlibat sepenuhnya atau tidak menerima definisi situasi yang tercermin
dalam penampilan perannya. Ia melakukan komunikasi-komunikasi yang tidak sesuai
dengan sifat dari peranannya untuk menunjukkan bahwa ia lebih dari sekadar
peran yang dimainkannya. Seperti, pelayan toko yang mengusulkan pembeli untuk
pergi ke toko lain karena mungkin bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Ini
merupakan tindakan mengambil jarak dari peran yang mereka lakukan dalam suatu
situasi. Penampilan “jarak peran” menunjukkan adanya perasaan kurang terikat
terhadap peranan. Pada sisi lain, “penyatuan diri” dengan peranan secara total
merupakan kebalikan dari “jarak peran.” Penyatuan diri terhadap peran tidak
dilihat dari sikap seseorang terhadap perannya, tetapi dari tindakan nyata yang
dilakukannya. Seorang individu menyatu dengan perannya bila ia menunjukkan
semua kemampuan yang diperlukan dan secara penuh melibatkan diri dalam
penampilan peran tersebut.
3.
TEORI MEDAN
A. Tokoh
Psikologi Medan
Kurt Lewin (Bapak Psikologi Medan) dilahirkan di
Prusia pada tahun 1890. Dia belajar di Universitas Freiberg, Munich, Berlin,
dan mendapat gelar doctor di Universitas Beerlin pada tahun 1914. Setelah ikut
perang dunia I, dia kembali ke Berlin dan bekerja sebagai instruktur dan
asisten research pada “lembaga psikologi”, bekerjasama dengan Wertheirmer dan Kohler.
Pada tahun 1926 diangkat menjadi guru besar dalam ilmu filsafat dan psikologi.
Pada waktu kekuasaan Hitler meningkat dia pindah ke
A.S, dan menetap di sana sampai akhir hidupnya (1947). Dia menjadi guru besar
psikologi kanak-kanak di Universitas Cornell dan selanjutnya di Iowa; kemudian
memimpin pusat research yang menyelididki dinamika kelompok di Institut
Teknologi Massachussetts. Pada waktu yang sama, ia menjadi direktur dari
Commission of Community Interrelation of The Amerika Jewish Congress yang aktif
melakukan penelitian tentang masalah-masalah kemasyarakatan. Ia meninggal
secara mendadak karena serangan jantung di Newton Ville, Massachussetts, pada
tanggal 9 Februari 1947 pada usia 56 tahun.
B. Konsep
Utama Teori Medan Kurt Lewin
Bagi Lewin, teori medan bukan suatu sistem psikologi
baru yang terbatas pada suatu isi yang khas: teori medan merupakan sekumpulan
konsep dengan dimana seseorang dapat menggambarkan kenyataan psikologis. Konsep
konsep ini harus cukup luas untuk dapat diterapkan dalam semua bentuk tingkah
laku, dan sekaligus juga cukup spesifik untuk menggambarkan orang tertentu
dalam suatu situasi konkret. Lewin juga menggolongkan teori medan sebagai
“suatu metode untuk menganalisis hubungan hubungan kausal dan untuk membangun
konstruk-konstruk ilmiah”. Ciri-ciri utama dari teori Lewin, yaitu:
1. Tingkah
laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu tingkah laku itu
terjadi.
2. Analisis
mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian-bagian komponennya
dipisahkan.
3. Orang
yang kongkret dalam situasi yang kongkret dapat digambarkan secara matematis.
Konsep-konsep teori medan telah diterapkan Lewin
dalam berbagai gejala psikologis dan sosiologis, termasuk tingkah laku bayi dan
anak-anak, masa adolsen, keterbelakangan mental, masalah-masalah kelompok
minoritas, perbedaan perbedan karakter nasional, dan dinamika kelompok. Teori
Lewin tentang struktur, dinamika, dan perkembangan kepribadian dikaitkan dengan
lingkungan psikologis, karena orang-orang dan lingkungannya merupakan
bagian-bagian ruang kehidupan (life space) yang saling tergantung satu sama
lain. Life space digunakan Lewin sebagai istilah untuk keseluruhan medan
psikologis.
C. Struktur
Kepribadian
Kenyataan psikologi yang selalu dipegang Lewin ialah
bahwa pribadi itu selalu ada dalam lingkungannya; pribadi tak dapat dipikirkan
lepas dari lingkungannya.Menurut Lewin sebaiknya menggambarkan pribadi itu
dengan menggunakan definisi konsep-konsep struktural secara spasial.Lewin
berusaha mematematisasikan konsep-konsepnya sejak dari permulaan.Matematika
Lewin bersifat non-motris dan menggambarkan hubungan-hubungan spasial dengan
istilah-istilah yang berbeda.Pada dasarnya matematika Lewin merupakan jenis
matematika untuk menggambarkan interkoneksi dan interkomunikasi antara
bidang-bidang spasial dengan tidak memperhatikan ukuran dan bentuknya.
Pemisahan pribadi dari yang lain-lainnya di dunia
dilakukan dengan menggambarkan suatu figur yang tertutup.Batas dari figur
menggambarkan batas-batas dari entitas yang dikenal sebagai pribadi. Segala
sesuatu yang terdapat dalam batas itu adalah P (pribadi): sedangkan segala
sesuatu yang terdapat di luar batas itu adalah non-P.
Selanjutnya untuk melukiskan kenyataan psikologis
ialah menggambar suatu figur tertutup lain yang lebih besar dari pribadi dan
yang melingkupnya. Bentuk dan ukuran figur yang melingkupi ini tidak penting
asalkan ia memenuhi dia syarat yakni lebih besar dari pribadi dan
melingkupimya. Figur yang baru ini tidak boleh memotong bagian dari batas
lingkaran yang menggambarkan pribadi.
Lingkaran dalam elips ini bukan sekedar suatu
ilustrasi atau alat peraga, melainkan sungguh-sungguh merupakan suatu
penggambaran yang tepat tentang konsep-konsep struktural yang paling umum dalam
teori Lewin, yakni pribadi, lingkungan psikologis, dan ruang hidup.
a. Pribadi
Selaras dengan Psikologi Gestalt cara menggambarkan
pribadi itu secara struktural ialah dengan cara melukiskan pribadi itu sebagai
keseluruhan yang terpisah dari hal-hal lainnya yang di dunia ini. Penggambaran
ini dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara. Misalnya dengan kata, seperti
yang terdapat pada berbagai teori dan kamus, dapat pula secara ruang
(topologis). Lewin memilih cara yang kedua itu karena:
1.)
Penggambaran secara
ruang itu memungkinkan pendekatan secara matematis, sedangkan penggambaran
dengan kata-kata tidak,
2.)
Penggambaran dengan
kata-kata banyak mengandung keragu-raguan dan karenanya banyak menimbulkan
salah mengerti, sedangkan penggambaran secara ruang tidak.
Lewin menggambaran pemisahan antara pribadi dengan
yang lain-lainnya di dunia ini dengan membuat gambaran-gambaran tertutup (lihat
gambar
Batas gambaran itu menggambarkan batas daripada
kesatuan yang disebut pribadi.Semua yang terdapat di dalamnya adalah P
(pribadi, person) sedangkan yang di luarnya adalah non P (bukan pribadi).
b. Lingkungan
Psikologis
Meskipun pribadi dikelilingi oleh lingkungan
psikologisnya, namun ia bukanlah bagian atau termasuk dalam lingkungan
tersebut. Lingkungan Psikologis berhenti pada batas pinggir elips, Tetapi batas
antara pribadi dan lingkungan juga bersifat dapat ditembus.Hal ini berarti
fakta fakta lingkungan dapat mempengaruhi pribadi.
Keberadaan P
bebas di dalam elips tapi tidak bersinggungan dengan elips itu.Daerah di dalam
elips di luar P itu disebut lingkunga psikologis (psychology environment) dan
diberi tanda Lp. Daerah di dalam elips termasuk juga lingkaran (P) disebut
ruang hidup (life space, Lebensraum) dan diberi tanda Rh. Daerah di luar elips
menggambarkan segi nonpsikologis dari dunia.Daerah ini dapat disebut dunia
psikis, walaupun istilah ini tidak tepat, sebab daerah ini tidak hanya
menggambarkan fakta-fakta fisik saja.
c. Ruang
Hidup
Ruang hidup (atau disebut juga “medan psikologis”
atau “keseluruhan situasi”), adalah totalitas realitas psikologis yang
berisikan semua fakta yang dapat mempengaruhi tingkah laku individu pada suatu
saat. Dengan kata lain, tingkah laku adalah fungsi dari ruang hidup: T1= f
(Rh). Ruang hidup itu adlah hasil interaksi antara Pribadi (P) dan Lingkungan
Psikologis (Lp); karena itu pernyataan di atas dapat digambarkan T1= f (Rh)= f
(P,Lp).
d. Diferensiasi
Ruang Hidup
Pada kenyataannya baik pribadi maupun lingkungan
psikologis itu bukan merupakan unit yang mutlak, tetapi mempunyai diferensiasi.
Struktur ruang hidup tidak homogen, tetapi heterogen, terdiri atas
bagian-bagian yang satu sama lainnya saling berhubungan dan saling
bergantungan.
1.) Pribadi
berdiferensiasi
Lewin membedakan daerah perceptual dan motorik
(daerah P-M) dengan daerah di dalam pribadi (daerah DP).Selanjutnya
representasi itu masih mempunyai diferensiasi lagi. P-M= daerah perceptual dan
motork. Daerah ini yang menghubungkan pribadi dengan linkungannya dengan
persepsi atau motorik. DP= daerah dalam pribadi. Daerah ini tidak mempunyai
hubungan langsung dengan dunia luar, hubungan dengan dunia luar berlangsung
dengan perantara daerah P-M.Daerah DP ini terbagi-bagi atas sel-sel yang
terdiri atas dua golongan yaitu golongan sel-sel baian pinggir (p) yang
berisikan isi batin yang mudah dipengaruhi dan diungkapkan dan sel-sel bagian
sentral (s) yang berisikan isi batin yang tersembunyi atau disembunyikan
(misalnya rahasia).
2.) Lingkungan
psikologis berdiferensiasi
Lingkungan psikologis yang homogen dan tak
berdiferensiasi ialah lingkungan di mana semua fakta punya pengaruh yang sama
terhadap individu. Dalam lingkungan psikologis yang demikian itu pribadi akan
mempunyai kebebasan mutlak (penuh). Tetapi dalam kenyataan keadaan yang
demikian itu tidak ada, lingkungan psikologis selalu berdiferensiasi.Untuk
menggambarkan diferensiasi ini digambarkan garis-garis pada lingkungan
psikologis sehingga lingkungan psikologis itu terbagi atas daerah-daerah.
e. Banyaknya
Daerah
Banyaknya daerah itu dtentukan oleh banyaknya
faktor-faktor yang ada pada suatu saat.Jika hanya ada dua fakta dalam ruang
hidup, pribadi, dan ruang psikologisnya, maka hanya ada dua daerah di dalam
ruang hidup. Apabila lingkungan psikologis terdiri dari dua fakta, misalnya
kerja dan permainan, maka Lp harus dibagi menjadi sebanyak itu. Demikian pula
jika ada beberapa macam pekerjaan.
Daerah di dalam pribadi digambarkan dengan cara
seperti itu pula. Jika kenyataan yang ada dalam pribadi itu hanya satu macam,
misalnya lapar, maka daerah DP itu hanya satu saja.Tetapi jika lapar itu juga
disertai kebutuhan untuk menyelesaikan pekerjaan, maka ada dua daerah.Demikian
seterusnya.
f. Dimensi-Dimensi Ruang Hidup
Ruang hidup memiliki dimensi waktu dan dimensi
realitas.
1) Dimensi
waktu
Kurt Lewin berpegang pada prinsip kekinian. Walaupun
menurut prinsip kekinian masa lampau dan masa depan tidak mempengaruhi tingkah
laku kini, tetapi sikap, perasaan, pikiran, dan sebagainya menganai masa lampau
dan masa depan mempengaruhi tingkah laku kini. Karena itu, masa kini berkaitan
dengan masa lampau dan masa depan. Lewin menunjukkan bahwa ruang hidup
neo-natus dapat digambarkan sebagai medan yang daerah-daerahnya relatif sedikit
dan kurang jelas beda satu sama lainnya.
2) Dimensi
realitas-irrealitas
Diferensiasi dalam ruang hidup itu membawa
diferensiasi pula pada dimensi realitas-irrealitas.Irrealitas berisikan fakta
khayal.
D. Dinamika Kepribadian
Konsep-konsep dinamika pokok dari Lewin yakni
kebutuhan energi psikis, tegangan , kekuatan atau vektor dan valensi. Konstruk
konstruk dinamik ini menentukan lokomosi khusus dari individu dan cara ia
mengatur struktur lingkungannya, Lokomosi dan perubahan perunahan struktur
berfungsi mereduksikan tegangan dengan cara memuaskan kebutuhan. Suatu tegangan
dapat direduksikan dan keseimbanagan dipulihkan oleh suatu lokomosi substitusi.
Proses ini menuntut bahwa dua kebutuhan erat bergantungan satu sama lain
sehingga pemiasan salah satu kebutuhan adalah melepaskan tegangan dari sistem
kebutuhan lainnya.
Akhirnya, tegangan dapat direduksikan dengan
lokomosi lokomosi murni khayalan. Seseorang yang berkhayal bahwa ia telah
melakukan suatu perbuatan yang sulit atau menempati suatu jabatan yang tinggi
mendapat semacam kepuasan semu dari sekedar berkhayal tentang keberhasilan.
Dinamika kepribadian menrut Kurt Lewin:
1. Enerji
Menurut Lewin
manusia adalah system energi yang kompleks.Energi muncul dari perbedaan
tegangan antar sel atau antar region. Tetapi ketidakseimbangan dalam tegangan
juga bias terjadi antar region di system lingkungan psikologis.
2. Tegangan
Tegangan ada dua
yaitu tegangan yang cenderung menjadi seimbang dan cenderung untuk menekan
bondaris system yang mewadahinya.
3. Kebutuhan
Menurut Lewin kebutuhan
itu mencakup pengertian motif, keinginan dan dorongan.Menurut Lewin kebutuhan
ada yang bersifat spesifik yang jumlahnya tak terhingga, sebanyak keinginan
spesifik manusia.
Tindakan (Action)
Disini dibutuhkan dua konsep dalam tindakan yang
bertujuan didaerah lingkungan psikologis.
Valensi
Adalah nilai region dari lingkungan psikologis bagi
pribadi.Region dengan valensi positif dapat mengurangi tegangan pribadi,
akantetapi region dengan valensi negative dapat meningkatkan tegangan pribadi
(rasa takut).
Vektor
Tingkah laku atau gerak seseorang akan terjadi kalau
ada kekuatan yang cukup yang mendorongnya. Meminjam dari matematika dan fisika,
Lewin menyebut kekuatan itu dengan nama Vektor. Vektor digambar dalam ujud
panah, merupakan kekuatan psikologis yang mengenai seseorang, cenderung
membuatnya bergerak ke arah tertentu.Arah dan kekuatan vektor adalah fungsi
dari valensi positif dan negatif dari satu atau lebih region dalam lingkungan
psikologis.Jadi kalau satu region mempunyai valensi positif (misalnya berisi
makanan yang diinginkan), vektor yang mengarahkan ke region itu mengenai
lingkaran pribadi. Kalau region yang kedua valensinya negatif (berisi anjing
yang menakutkan), vektor lain yang mengenai lingkaran pribadi mendorong
menjauhi region anjing. Jika beberapa vektor positif mengenai dia, misalnya,
jika orang payah – dan lapar – dan makanan harus disiapkan, atau orang harus
hadir dalam pertemuan penting – dan tidak punya waktu untuk makan siang, hasil
gerakannya merupakan jumlah dari semua vektor. Situasi itu Bering melibatkan
konflik, topik yang penelitiannya dimulai oleh Lewin dan menjadi topik yang
sangat Iuas dari Miller dan Dollard.
Lokomosi
Lingkaran pribadi dapat pindah dari satu tempat
ketempat lain di dalam daerah lingkungan psikologis. Pribadi pindah ke region
yang menyediakan pemuasan kebutuhan pribadi-dalam, atau menjauhi region yang
menimbulkan tegangan pribadi-dalam.Perpindahan lingkaran pribadi itu disebut
lokomosi (locomotion).Lokomosi bisa berupa gerak fisik, atau perubahan fokus
perhatian. Dalam kenyataan sebagian besar lokomosi yang sangat menarik
perhatian psikolog berhubungan dengan perubahan fokus persepsi dan proses atensi.
Event
Lewin menggambarkan dinamika jiwa dalam bentuk
gerakan atau aksi di daerah ruang hidup, dalam bentuk peristiwa atau event.
Telah dijelaskan di depan, bahwa peristiwa (event) adalah hasil interaksi
antara dua atau Iebih fakta balk di daerah pribadi maupun di daerah lingkungan.
Komunikasi (hubungan antar sel atau region) dan lokomosi (gerak pribadi) adalah
peristiwa, karena keduanya melibatkan dua fakta atau lebih. Ada tiga prinsip
yang menjadi prasyarat terjadinya suatu peristiwa; keterhubungan (related¬ness),
kenyataan (concretness), kekinian (contemporary), sebagai berikut:
a. Keterhubungan:
Dua atau lebih fakta berinteraksi, kalau antar fakta itu terdapat
hubungan-hubungan tertentu, mulai dari hubungan sebab akibat yang jelas, sampai
hubungan persamaan atau perbedaan yang secara rasional tidak penting.
b. Kenyataan:
Fakta harus nyata-nyata ada dalam ruang hidup. Fakta potensial atau peluang
yang tidak sedang eksis tidak dapat mempengaruhi event masa kini.Fakta di luar
lingkungan psikologis tidak berpengaruh, kecuali mereka masuk ke ruang hidup.
c. Kekinian:
Fakta harus kontemporer. Hanya fakta masa kini yang menghasilkan tingkahlaku
masa kini.Fakta yang sudah tidak eksis tidak dapat menciptakan event masa kini.
Fakta peristiwa nyata di masa lalu atau peristiwa potensial masa mendatang
tidak dapat menentukan tingkahlaku saat ini, tetapi sikap, perasaan, dan
fikiran mengenai masa Ialu dan masa mendatang adalah bagian dari ruang hidup
sekarang dar mungkin dapat mempengaruhi tingkahlaku. Jadi, ruang hidup sekarang
harus mewakili isi psikologi masa lalu, sekarang, dan masa mendatang.
Konflik
Konflik terjadi di daerah lingkungan psikologis.
Lewin mendefinisikar konflik sebagai situasi di mana seseorang menerima
kekuatan-kekuatan yang sama besar tetapi arahnya berlawanan. Vektor-vektor yang
mengenai pribadi, mendorong pribadi ke arah tetentu dengan kekuatan
tertentu.Kombinasi dari arah dan kekuatan itu disebut jumlah kekuatan
(resultant force), yang menjadi kecenderungan lokomosi pribadi (lokomosi
psikologikal atau fisikal). Ada beberapa jenis kekuatan, yang bertindak seperti
vektor, yakni:
1.
Kekuatan pendorong
(driving force): menggerakkan, memicu terjadinya lokomosi ke arah yang ditunjuk
oleh kekuatan itu.
2.
Kekuatan penghambat
(restraining force): halangan fisik atau sosia menahan terjadinya lokomosi,
mempengaruhi dampak dari kekuatan pendorong
3.
Kekuatan kebutuhan
pribadi (forces corresponding to a persons needs): menggambarkan keinginan
pribadi untuk mengerjakan sesuatu.
4.
Kekuatan pengaruh
(induced force): menggambarkan keinginan dari orang lain (misalnya orang tua
atau teman) yang masuk menjadi region lingkungan psikologis.
5.
Kekuatan non manusia
(impersonal force): bukan keinginan pribadi tetap¬juga bu kan keinginan orang
lain. Ini adalah kekuatan atau tuntutan da¬fakta atau objek.
Konflik tipe 1:
Konflik yang sederhana terjadi kalau hanya ada dua
kekuatan berlawana¬yang mengenai individu.Konflik semacam ini disebut konflik
tipe 1. Ada tiga macam konflik
tipe 1:
a. Konflik
mendekat-mendekat, dua kekuatan mendorong ke arah yang berlawanan, misalnya
orang dihadapkan pada dua pilihan yang sama¬sama disenanginya.
b. Konflik
menjauh-menjauh, dua kekuatan menghambat ke arah yang yang berlawanan, misalnya
orang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak disenanginya.
c. Konflik
mendekat-menjauh, dua kekuatan mendorong dan menghambat muncul dari satu
tujuan, misalnya orang dihadapkan pada pilihan sekaligus mengandung unsur yang
disenangi dan tidak disenanginya.
Konflik tipe 2:
Konflik yang kompleks bisa melibatkan lebih dari dua
kekuatan.Konflik yang sangat kompleks dapat membuat orang menjadi diam, terpaku
atau terperangkap oleh berbagai kekuatan dan kepentingan sehingga dia tidak
dapat menentukan pilihan, adalah konflik tipe 2.
Konflik tipe 3
Orang berusaha mengatasi kekuatan-kekuatan
penghambat, sehingga konflik menjadi terbuka,ditandai sikap
kemarahan,agresi,pemberontakan atau sebaliknya penyerahan diri yang neorotik.
Pertentangan antar kebutuhan pribadi-dalam, konflik antar pengaruh,dan
pertentangan antar kebutuhan dengan pengaruh,menimbulkan pelampiasan usaha
untuk mengalahkan kekuatan penghambat.
Tingkat Realita
Konsep realita menurut Lewin adalah realita berisi
lokomosi aktual,dan tak-tak realita berisi lokomosi imajinasi. Realita dan tak
realita adalah suatu kontinum dari ekstrim realita sampai ekstrim tak
realita.Lokomosi mempunyai tingkat realita dan tak realita berbeda-beda.
Menstuktur Lingkungan
Lingkungan psikologi adalah konsep yang sangat mudah
berubah. Dinamika dari lingkungan dapat berubah dengan 3 cara yakni:
a. Perubahan valensi : Region bisa berubah secara
kuantitatif-valensinya semakin positif atau semakin negatif,atau berubah secara
kualitatif dari positif menjadi negatif atau sebaliknya region baru bisa muncul
dan region lama bisa hilang.
a) Perubahan
vektor : Vektor mungkin dapat berubah dalam kekuatan dan arahnya.
b) Perubahan
Bondaris : Bondaris mungkin menjadi semakin permeabel atau semakin tidak
permeabel,mungkin muncul sebagai bondaris atau tidak muncul sebagai bondaris.
Mempertahankan Keseimbangan
Dalam sistem reduksi tegangan,tujuan dari proses
psikologis adalah mempertahankan pribadi dalam keadaan seimbang. Yang paling
umum dan paling efektif untuk mengembalikan keseimbangan adalah melalui
lokomosi dalam lingkungan psikologis,memindah pribadi ke region tempat objek
yang bervalensi positif(yang memberi kepuasan). Tapi kalau region yang
diinginkan mempunyai bondaris yang tak permeabel tegangan terkadang dapat
dikurangi(dan keseimbangan dapat diperoleh)dengan melakukan lokomosi
pengganti,pindah ke region yang dapat memberi kepuasan lain(yang bondarisnya
permeabel) ternyata dapat menghilangkan tegangan dari system kebutuhan semula.
Kecenderungan mencapai keseimbangan itu tidak
berarti membuat diri seimbang sempurna,tetapi menyeimbangkan semua tegangan
dalam daerah pribadi-dalam. Lewin menjelaskan bahwa dalam sistem yang kompleks
menjadi seimbang bukan berarti hilangnya tegangan,tetapi mempeoleh keseimbangan
dari tegangan internal. Tujuan utama dari perkembangan psikologis adalah
menciptakan semacam struktur internal yang menjamin keseimbangan psikologis
bukan membuat bebas tegangan.
E. Perkembangan Kepribadian
Menurut Lewin hakekat Perkembangan Kepribadian itu
adalah :
1. Diferensiasi
Yaitu semakin bertambah usia, maka region region
dalam pribadi seseorang dalam LP-nya akan semakin bertambah. Begitu pula dengan
kecakapan kecakapan/ keterampilan keterampilannya.
Contoh : orang dewasa lebih pandai menyembunyikan
isi hatinya daripada anak-anak (region anak lebih mudah ditembus).
2. Perubahan dalam variasi tingkah lakunya
3. Perubahan dalam organisasi dan struktur tingkah
lakunya lebih kompleks.
4. Bertambah luas arena aktivitas
contoh: Anak kecil terikat oleh masa kini sedangkan
orang dewasa terikat oleh masa kini, masa lampau dan masa depan.
5. Perubahan dalam realitas. Dapat
membedakan yang khayal dan yang nyata, pola berpikir meningkat, contohnya dari
pola berpikir assosiasi menjadi pola berpikir abstrak.
Bagi Lewin perkembangan tingkah laku merupakan
fungsi dari pribadi dan lingkungan psikologis.
4. TEORI MASSA
Massa
ialah sekumpulan banyak orang
yang berkumpul dalam suatu
kegiatan yang
bersifat sementara. Psikologi
massa mempelajari perilaku manusia dalam kelompok yang terorganisir dengan
bebas (tidak terikat). Psikologi
massa berhubungan dengan perilaku kolektif dengan tujuan menjurus kepada
gerakan-gerakan sosial maupun publik. Perilaku kolektif yang berupa gerakan
sosial, seringkali muncul ketika dalam interaksi sosial itu terjadi situasi
yang tidak terstruktur, ambigious (membingungkan), dan tidak stabil.
Dalam
perilaku kolektif, seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan perubahan
sosial dalam kelompoknya, institusinya, masyarakatnya. Tindakan kelompok ini
ada yang diorganisir, dan ada juga tindakan yang tidak diorganisir. Tindakan
yang terorganisir inilah yang kemudian banyak dikenal orang sebagai gerakan
social (Social Movement). Tindakan
sekelompok orang yg ingin melakukan perubahan sosial, terorganisir gerakan social (Social Movement). Bisa
terjadi karena adanya situasi
yang tidak terstruktur, ambigious (ketaksaan/ membingungkan), dan tidak stabil. Ada beberapa klasifikasi massa menurut para ahli, yaitu
:
·
Massa menurut Mennicke:
Massa
Abstrak
Massa abstrak yaitu sekumpulan
orang yang belum terikat satu
kesatuan, norma, motif dan tujuan tertentu. Terbentuk karena ada kejadian yg menarik, ada ancaman terhadap
individu, dan adanya kebutuhan yg
tidak terpenuhi
Massa
Konkrit
Massa konkrit yaitu
massa yang mempunyai ciri-ciri seperti adanya kesatuan persepsi dan sikap, adanya ikatan batin dan
persamaan norma, dan bersifat
dinamis dan emosional (rasa kebersamaan,senasib sepenanggungan)
·
Massa menurut Park dan Burgess:
Massa
Aktif
Massa aktif yaitu massa yang terbentuk karena telah
terbentuknya tindakan nyata seperti demonstrasi, perkelahian massal,dan sebagainya.
Massa
Pasif
Massa pasif yaitu kumpulan orang yg belum melakukan
tindakan nyata, misalnta ialah orang-orang berkumpul mendengarkan ceramah,
mengikuti seminar, menonton
pertandingan basket.
PROSES
DINAMIKA MASSA
Ø Fase
Warming Up (Pemanasan)
Fase
persiapan pengumpulan orang (jumlah orang) yang akan turut mengikuti kegiatan
tersebut. Fase pemupukan kemauan dan keberanian individu dalam suatu kelompok. Dan juga fase untuk
meningkatkan/membakar emosi massa dengan menggunakan kata-kata, yel-yel, atau
slogan-slogan untuk membangkitkan motivasi massa untuk mencapai tujuan.
Ø Fase
Agresif
Mulai
timbul sifat dan sikap histeris, massa mulai gelisah, emosi mulai terbakar, dan
hidup dalam ketegangan. Kekuatan
massa yang timbul dapat bersifat destruktif dan offensive.
Timbulnya sifat tersebut memerlukan penyaluran yang benar dan dasar yang jelas. Selanjutnya peredaan
ketegangan dan kemarahan telah tersalurkan dan akan menuju ke massa vakum.
Ø Fase
Vakum (Kekosongan)
Setelah
ketegangan dan kemarahan tersalurkan, secara sadar ada
pengendalian moral dan fisik, rasionya mulai jalan seperti biasa, sehingga
timbul kekosongan. Pada
saat kekosongan ini sangat mudah terjadi perpecahan kekuatan massa, mudah
timbul infiltrasi dan terjadi adu domba, dan lain-lain.
Selanjutnya diperlukan pemimpin yang bijaksana. Lalu setalah itu semua terpenuhi dapat kembali
ke fase Warming Up dan seterusnya.
Ada beberapa macam gerakan massa, yaitu :
§ Gerakan
Massa Progresif yaitu gerakan massa
yang bertujuan merubah norma lama untuk membentuk
norma baru
§ Gerakan
Massa Status Quo yaitu gerakan masa
yang bertujuan untuk mempertahankan norma lama
(konservatif)
§ Gerakan
Massa Reaksioner yaitu gerakan massa
pada orang yang bersikap untung-untungan, lebih lunak,
fleksibel.
KONDISI
KONDISI PEMBENTUK PERILAKU MASSA
Neil
Smelser mengidentifikasi beberapa kondisi yang memungkinkan munculnya perilaku
kolektif :
·
Structural
conduciveness yaitu
beberapa struktur sosial yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif. Misalnya ialah pasar, tempat
umum, tempat peribadatan, mall, dst.
·
Structural Strain yaitu
munculnya ketegangan dalam masyarakat yang muncul secara tersturktur. Misalnya ialah antar pendukung
kontestan pilkada.
·
3.Generalized beliefs yaitu share interpretation
of event (kepercayaan yg sama terhadap sebuah acara). Misalnya ialah perkumpulan ceramah
agama.
·
Precipitating factors yaitu adanya kejadian pemicu. Misanya ialah ada pencurian, ada
kecelakaan.
·
Mobilization for
actions yaitu adanya mobilisasi
massa. Misalnya ialah
aksi buruh, rapat umum suatu ormas, dan
seterusnya.
·
Failure of Social
Control yaitu akibat agen yang
ditugaskan melakukan kontrol sosial tidak berjalan dengan baik.
BENTUK
BENTUK PERILAKU KOLEKTIF
Kerumunan (Crowds)
Suatu
ukuran adanya
kerumunan adalah kehadiran orang-orang secara fisik. Sedikit banyaknya batas
kerumunan adalah sepanjang
mata dapat melihatnya dan selama telinga dapat mendengarnya. Kerumunan tersebut
segera mati, setelah orang-orangnya bubar; dan karena itu kerumunan
merupakan kelompok social yang bersifat sementara
(temporer). Milgram
(1977) melihat kerumunan (crowd) sebagai sekelompok
orang yang membentuk agregasi (kumpulan), jumlahnya
semakin lama semakin meningkat, orang-orang
yang mulai membuat suatu
bentuk baru (seperti lingkaran), memiliki
distribusi diri yang bergabung pada suatu saat dan tempat tertentu dengan
lingkaran (boundary) yang semakin jelas, dan titik pusatnya permeable dan saling
mendekat.
Kerumunan
tidak terorganisasikan,
ia dapat mempunyai pimpinan akan tetapi tidak
mempunyai system pembagian kerja maupun system pelapisan social. Artinya
pertama-tama adalah interaksi
di dalanya bersifat spontan dan tidak terduga, kedua artinya adalah bahwa
orang-orang hadir dan terkumpul mempunyai kedudukan social yang sama. Suatu
kerumunan mudah sekali beraksi, oleh karena
itu individu-individu yang berkumpul mempunyai satu
pusat perhatian dan keinginan-keinginan mereka akan tersalurkan dengan
mengadakan suatu aksi. Puncak aksi-aksi tersebut akan dilalui, apabila secara
fisik mereka sudah lelah dan tujuan bersamanya tercapai kadangkala sumber
sugesti untuk berbuat datang dari individu
tertentu yang berada dekat dengan pusat perhatian kerumunan tersebut. Sugesti
yang berlawanan dengan pusat perhatian, tidak akan diacuhkan.
Untuk
membubarkan suatu kerumunan, diperlukan usaha untuk mengalikan pusat perhatian,
hal itu dapat dilakukan misalnya dengan mengusahakan agar individu-individu
sadar kembali akan kedudukan dan peranannya yang
sesungguhnya. Usaha-usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan menakuti
mereka,misalnya suatu demonstrasi, kadang-kadang dibubarkan dengan gas air-mata
atau dengan tenbakan senjata api dan lainya. Seringkali dapat pula diusahakan
untuk memecah-belah pendapat kerumunan tersebut sehingga terjadi pertentangan
antar mereka sendiri. Ada macam-macam
bentuk kerumunan yaitu :
§ Temporary
Crowd yaitu orang yang berada pada
situasi saling berdekatan di suatu tempat dan pada situasi sesaat
§ Casual
Crowd yaitu sekelompok orang yang
berada di ujung jalan dan tidak memiliki maksud apa-apa
§ Conventional
Crowd yaitu audience yang sedang
mendengarkan ceramah
§ Expressive
Crowd yaitu sekumpulan orang yang
sedang nonton konser musik yang menari sambil sesekali ikut melantunkan lagu
§ Acting
Crowd atau rioting crowd yaitu sekelompok
massa yang melakukan tindakan kekerasan
§ Solidaristic
Crowd yaitu kesatuan massa yang
munculnya karena didasari oleh kesamaan ideologi
Sering
dikatakan bahwa kerumunan timbul dalam celah-celah organisasi sosial suatu
masyarakat. Sifatnya yang sementara tidak memungkinkan terbuntuknya tradisi dan
kebudayaan yang tersendiri. Alat-alat pengendalian sosial juga tidak
dipunyainya karena sifatnya yang spontan. Bahkan norma-norma dalam masyarakat
sering membatasi terjadinya kerumunan. Masyarakat-masyarakat tertentu melarang
atau membatasi diadakannya demonstrasi adapula usaha-usaha preventif terhadap
terjadinya panik diantara penonton-penonton pertandingan-pertandingan olahraga,
apabila terjadi suatu hal dan lainnya. Memanhg, suatu kerumunan yang sudah
beraksi, mempunyai kecenderungan untuk merusak; kerumunan lebih suka merusak
daripada membangun sesuatu. Pendeknya banyak bukti-bukti bahwa kerumunan
dianggap sebagai gejala sosial yang kurang disukai dalam masyarakat yang
teratur. Akan tetapi sebaliknya, kerumunan juga dapat diarahkan pada tujuan
baik seperti yang dilihat pada kumpulan manusia yang menghadiri suatu khotbah
keagamaan.
Dengan
demikian, secara garis besar dapt dibedakan antara pertama, kerumunan yang
berguna bagi organisasi sosial masyarakat, serta yang timbul dengan sendirinya
tanpa diduga sebelumnya dan keduanya,
perbedaan antara kerumunan yang dikendalikan oleh
keinginan pribadi.
Mob
Mob adalah kerumunanan
yang emosional yang cenderung melakukan kekerasan/penyimpangan (violence) dan
tindakan destruktif. Terjadi
karena adanya rasa ketidakpuasan, ketidakadilan, frustrasi,
perasaan dicederai oleh institusi yang telah mapan atau lebih tinggi. Bila mob
ini dalam skala besar, maka bentuknya menjadi kerusuhan massa.
Panic
Panic adalah bentuk
perilaku kolektif yang tindakannya merupakan reaksi terhadap ancaman yang
muncul di dalam kelompok tersebut. Biasanya berhubungan dengan
kejadian-kejadian bencana (disaster). cenderung terjadi pada awal suatu
kejadian, dan hal ini tidak terjadi ketika mereka mulai tenang. Bentuk
lebih parahnya adalah Histeria Massa yaitu kecemasan yang berlebihan dalam masyarakat.
misalnya munculnya isu tsunami, banjir.
Rumor
Suatu
informasi yang tidak dapat dibuktikan, dan dikomunikasikan yang muncul dari
satu orang kepada orang lain (isu sosial). Umumnya terjadi pada situasi dimana
orang seringkali kekurangan informasi untuk membuat interpretasi yang lebih
komprehensif. Media yang digunakan umumnya adalah telepon.
Propaganda
Propaganda yaitu
informasi atau pandangan yang sengaja digunakan untuk menyampaikan atau
membentuk opini publik. Biasanya diberikan oleh sekelompok orang, organisasi,
atau masyarakat yang ingin tercapai tujuannya. Media komunikasi banyak
digunakan untuk melalukan propaganda ini. Kadangkala juga berupa
pertemuan kelompok. Penampilan
dari public figure kadang
kala menjadi senjata yang ampuh untuk melakukan propaganda ini.
SOAL.
IDENTITAS SOSIAL
1. Seseorang tentang siapa dirinya, termasuk di dalamnya
atribut pribadi dan atribut yang dibaginya bersama dengan orang lain, seperti
gender dan ras, definisi dari …
a.
Diri
b.
In-group
c.
Identitas social
d.
Out-group
2. Menurut Jackson dan Smith (1999), identitas sosial
dapat dikonseptualisasikan dalam empat dimensi,
salah satunya “Memandang dirinya sendiri sebagai contoh dari kategori
sosial yang dapat digantikan dan bukannya individu yang unik”. Termasuk dalam
defenisi apakah pernyataan di atas …
a.
Persepsi
dalam konteks antar kelompok
b.
Daya
tarik in-group
c.
Keyakinan
yang saling terkait
d.
Depersonalisasi
3. Identitas
sosial berusaha untuk mendefinisikan dan mengenal pemilahan dan
penetapan. Setidaknya ada tiga komponen dasar bagi manusia untuk memilah dan
menetap dari suatu identitas
yaitu, kecuali………
a.
Komponen
struktur sosial
b.
Stereotip
c.
Komponen
budaya, atau tingkah laku dan konsekuensi normatif yang diterima
d.
Definisi
ontologis
4. Self esteem adalah evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu;
sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif-negatif. Adapun terdapat tiga motif dalam munculnya self esteem. Salah satunya adalah …..
a.
Self verification
b.
Self
monitoring
c.
Self
focusing
d.
self-awareness
5. Identitas diri seseorang sebagai sebuah skema
dasar yang terdiri dari kumpulan keyakinan dan sikap terhadap diri sendiri yang
terorganisasi. Termasuk dalam defenisi apakah pernyataan di atas …
a.
Self
Concept
b.
Self
monitoring
c.
Self
focusing
d.
self-awareness
TEORI PERAN
1. Dibawah ini yang termasuk lima istilah tentang
perilaku yang berkaitan dengan peran menurut Biddle
& Thomas, kecuali…
a.
Expectation
b.
Norm
c.
Performance
d.
Evaluation
e.
Regulation
2. Dibawah ini yang tidak termasuk
dalam konsep teori peran...
a.
Role expectation
b.
Role strain
c.
Interrole conflict
d.
Overt
conflict
3. Adanya harapan-harapan yang
bertentangan dalam satu peran yang sama ini dinamakan...
a.
Role Conflict
b.
Role Strain
c.
Role expectation
d.
Interrole conflict
4. Proses
defensif untuk mendefinisikan kembali suatu situasi yang menyakitkan dengan
istilah-istilah yang secara sosial dan pribadi dapat diterima disebut …
a.
Pendirian
b.
Pengkotaan
c.
Rasioanlisasi
d.
Ajudikasi
5. Jika individu menerima banyak peran misalnya, sebagai
istri, mahasiswa, perawat, ibu. Individu dituntut melakukan banyak hal tetapi
tidak tersedia waktu untuk menyelesaikannya. Hal ini
termasuk stress peran jenis...
a.
Konflik Peran
b.
Peran yang tidak sesuai
c.
Peran
berlebihan
d.
Peran yang tidak jelas
TEORI MEDAN
1.
Gerak,perpindahan
dari satu wilayah ke wilayah lain tergantung pada keras atau lunaknya
dinding-dinding pembatas dari masing-masing wilayah dalam kehidupan itu disebut?
a.
dimensi yang
bersifat nyata
b.
dimensi yang
bersifat maya
c.
fluidity
d.
waktu psikologik
e.
life sphere
2.
Kekurangan teori Kurt Lewin adalah, kecuali?
a.
Lewin tidak mengelaborasi pengaruh lingkungan luar atau
lingkungan obyektif
b.
Lewin kurang memperhatikan sejarah individu pada masa lalu
sebagai penentu tingkah laku
c.
Lewin menyalahgunakan konsep ilmu alam dan konsep matematika
d.
Banyak konsep dan
konstruk yang tidak didefinisikan secara jelas sehingga memberikan arti yang
kabur
e.
Lewin
sukses memberi mobilisasi energi cadangan
3.
Kekuatan yang mendasar
yang menentukan perilaku fisiologis yang disebut deskripsi fisik dari medan adalah?
a.
Needs
b.
Topologi
c.
Life space
d.
Life sphere
e.
Psikologi
4.
Dalam situasi
belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu
terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk
mengatasi hanbatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut, hal ini
termasuk cara belajar?
a.
Belajar sebagai perubahan sistem kognitif.
b.
Situasi yang mengandung hukuman.
c.
Situasi yang menganduh hadiah.
d.
Masalah berhasil dan gagal.
e.
Sukses memberi
mobilisasi energi cadangan.
TEORI
MASSA
1. “Siapapun
menjadi individu yang membentuk itu, namun suka atau tidak seperti menjadi cara
hidup mereka, pekerjaan mereka, karakter mereka, atau intellegiences mereka,
fakta bahwa mereka telah berubah menjadi kerumunan menempatkan mereka dalam
kepemilikan pikiran kolektif.” Uraian tersebut merupakan hukum dari…
a.
hukum
metal unity
b.
hukum massa aktif
c.
hukum massa pasif
d.
hukum impulsif
e.
hukum sugestibel
2. Massa itu ingin bertindak cepat
sebagai reaksi terhadap stimulus yang diterimanya. Itu artinya massa bersifat
….
a.
Sugestibel
b.
Rasional
c.
Impulsif
d.
Tidak Rasional
e.
Nyata
3.
Audience yang sedang
mendengarkan ceramah disebut ….
a.
Temporary Crowd
b.
Casual Crowd
c.
Acting Crowd
d.
Solidaristic Crowd
e.
Conventional Crowd
4. Sekelompok
orang yang memiliki pendapat beda mengenai sesuatu hal dalam masyarakat adalah
defenisi dari ….
a.
Rumors
b.
Opini Public
c.
MOB
d.
Panic
e.
Propaganda
Daftar Pustaka
Baron
Robert A & Donn Byrne.2004.Psikologi Sosial.Edisi Kesepuluh.Jakarta:
Erlangga
Baron
Robert A & Donn Byrne.2002.Psikologi Sosial.Edisi Kesepuluh.Jakarta:
Erlangga
Sarwono, SW. 2011.Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers
Soekanto, S. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers
http://home.unpar.ac.id/~hasan/PERSPEKTIF%20DALAM%20PSIKOLOGI%20SOSIAL.doc diakses pada 16 Mei 2014 pukul 17.05
Badan Awank. 2011. Perspektif Dalam
Psikologi Sosial 4
0 comments