Paper Analisis Kasus Dalang-Wayang di Panggung Politik PDIP Psikologi Sosial dalam Perspektif Politik
By Gusti Gina - Sunday, May 04, 2014
Analisis Kasus
Dalang-Wayang di Panggung Politik
PDIP
Psikologi
Sosial dalam Perspektif Politik
Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial
II
Dosen Pengampu :
Rusdi Rusli, M.Psi, Psikolog
Neka Erlyani, S.Psi, M.Psi, Psikolog
Disusun oleh:
Kelompok 1
Choerunnisa Mutiara A. (I1C112058)
Nadya Khairina (I1C112215)
Gusti Gina Madinatul Munawarni (I1C113080)
Rizki Amelia (I1C113024)
Faizah (I1C113062)
Suzanti Rizky Handayani (I1C113014)
Aserina Julianti D. (I1C113212)
Wiwin Widayanti (I1C113220)
Anggi Diono Kusuma (I1C113034)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG
MANGKURAT
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah analisis kasus ini yang berjudul "Dalang-Wayang di Panggung Politik PDIP". Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan makalah ini, baik secara moril maupun materil sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik, lancar, dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penyusunan dan
penulisan makalah ini. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan.
Banjarbaru, 28 April 2014
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar .............................................................................................. i
Daftar Isi ....................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ......................................................................................... iii
1.2 Perumusan
Masalah .................................................................................. iii
1.3 Tujuan
Penulisan ...................................................................................... iii
1.4 Metode
Penulisan ..................................................................................... iv
1.5
Sistematika
Penulisan ............................................................................... iv
BAB II Kasus
Kasus.............................................................................................................. 1
BAB III
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Teoritis....................................................................................... 6
2.1 Analisis Kasus .......................................................................................... 20
BAB IV
PENUTUP
3.1
Kesimpulan .............................................................................................. 32
3.2
Saran ........................................................................................................ 32
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................... 34
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ada fenomena menarik yang muncul dari sejumlah pelaksanan politik di
Indonesia. Fenomena menarik itu diantaranya adalah munculnya sosok figur yang
begitu fenomenal, yaitu Jokowi yang dinaungi oleh PDIP. Peran figur menjadi hal
yang sangat signifikan dalam memenangkan pertarungan politik. Karier Jokowi
makin lama makin meningkat dan eksistensinya pun semakin diakui oleh
masyarakat. Namun, Jokowi tetaplah bawahan dari Ketua Umum PDIP, yakni Megawati
Soekarno Putri. Sekarang Jokowi-Mega sering tampil bersama diberbagai media
massa, baik media cetak ataupun media elektronik.
Jokowi yang sekarang menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta mendapatkan
mandat dari Megawati untuk menjadi capres 2014 dipemilu mendatang. Dari
pernyataan tersebut banyak terdapat pro-kontra dimasyarakat. Berbagai berita
mengenai kedua publik figur tersebut menjadi topik hangat dimasyarakat.
Berbagai pertanyaan bermunculan di masyarakat mengenai sikap Mega khususnya. Megawati
yang dianggap masih berambisi menjadi presiden, ternyata dapat berbesar hati
menunjuk Jokowi menjadi capres. Hal ini mengundang dugaan-dugaan masyarakat.
Berbagai pernyataan yang positif dan negatif pun menjurus ke Jokowi-Mega. Dalam
paper inilah tim penulis akan menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi dengan
menggunakan teori-teori psikologi sosial.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa kasus yang dianalisis?
2.
Apa saja teori yang digunakan dalam
analisis kasus tersebut?
3.
Bagaimana analisis kasus berdasarkan
teori yang digunakan?
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Sosial II
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui kasus mengenai politik yang terkini
2.
Untuk mengetahui teori psikologi sosial apa saja yang
dapat digunakan dalam analisis kasus bidang politik
3.
Untuk memahami kasus lewat penganalisisan menggunakan
teori psikologi sosial
1.4 Metode
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah
menggunakan metode studi pustaka yang mengambil sumber dari beberapa buku dan
internet. Dan metode kedua adalah metode analisis, yakni dengan mengadakan
analisis kasus berdasarkan tinjauan teoritis psikologi sosial.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan
makalah ini terdiri dari empat bab yaitu pendahuluan, kasus, pembahasan, dan
penutup. Pada bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Pada bab kasus, penulis
menggambarkan kasus yang akan dianalisis. Pada bab pembahasan
terdapat uraian teori yang digunakan dan hasil analisis kasus. Pada bab penutup
terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
KASUS
Banyaknya
berita mengenai Jokowi-Mega di media massa menjadi perhatian publik yang
menarik. Tim penulis telah megumpulkan berbagai sumber mengenai kasus fenomena
Jokowi-Mega yang dianggap sebagai dalang-wayang di panggung politik Indonesia.
PDIP menyusun skenario duet Mega-Jokowi di Pilpres 2014.
Rupanya ambisi Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk mengejar kursi presiden
masih membara. PDIP saat ini terbelah dua. Pertama adalah kubu loyalis Mega
yang menghendaki Mega jadi presiden di 2014 nanti, salah satunya menduetkan
dengan Jokowi. Duet ini dianggap laku dan bisa mengantar Mega ke kursi Istana.
Salah satu yang menggelorakan duet Mega-Jokowi adalah Bendahara Umum PDIP Olly
Dondokambey. Menurut Olly, Mega masih pantas memimpin negeri ini, duet dengan
Jokowi mempermudah kemenangan Mega. Sementara suara lainnya adalah generasi
muda di PDIP yang mendorong pencapresan Jokowi. Mereka tak malu-malu membuka
peluang pencapresan Jokowi. Meskipun mereka tahu persis Mega yang paling
berkuasa soal siapa capres yang akan diusung PDIP di 2014. Salah satu yang
bersuara positif ke pencapresan Jokowi adalah Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait.
Kubu muda mencoba
menyadarkan Mega bahwa dalam menentukan capres PDIP harus mendengarkan aspirasi
rakyat. Maruarar memainkan dorongannya dengan lembut. Dia mencontohkan PDIP
selama ini selalu memperhatikan aspirasi publik. Maruarar mencontohkan, PDIP
menolak kenaikan harga BBM karena kuatnya aspirasi publik. "Kalau
diabaikan dapat menjadi respons negatif, pertimbangan itu yang diambil dalam
kebijakan PDIP," katanya. Namun untuk urusan RI 1, Mega tak mau dinego.
Makanya keluarlah peringatan keras itu untuk salah seorang politikus muda PDIP
yang menggelorakan pencapresan Jokowi.
Banyaknya jumlah pemuda di Indonesia menjadi salah satu
alasan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengusung Joko Widodo alias
Jokowi sebagai calon presiden. PDIP membidik suara para pemilih muda untuk
memenuhi target 20% suara dalam pemilihan legislatif sehingga bisa mengusung
capres tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Menurut Megawati, banyak
pihak yang memberikan ancaman dan gangguan terhadap pencapresan Jokowi. Untuk
itu, dia berharap agar rakyat bersatu dan tetap melanjutkan cita-cita Jokowi
menjadi presiden. "Sekarang keadaan menjadi berbeda jika kita tidak sampai
20% maka kita tidak bisa mencalonkan presiden dari PDIP," ujar dia.
Jokowi sangat potensial karena dekat dengan rakyat. Kalau kedekatan dengan rakyat, iya. Yang belum teruji itu maksudnya, siklus pemerintahan tata kelola itu apakah dia mampu mengelola perencanaan dan penganggaraan untuk prioritas pemenuhan hak rakyat, itu kan belum teruji. Karena dia urusannya belum selesai," Selain itu, Jokowi dianggap sangat dekat dengan Ketua Umum PDIP yakni Megawati Soekarnoputri dan terkesan sangat manut. Namun, untuk memimpin Indonesia Jokowi harus perlahan menarik diri dari bayang-bayang Mega.
Jokowi sangat potensial karena dekat dengan rakyat. Kalau kedekatan dengan rakyat, iya. Yang belum teruji itu maksudnya, siklus pemerintahan tata kelola itu apakah dia mampu mengelola perencanaan dan penganggaraan untuk prioritas pemenuhan hak rakyat, itu kan belum teruji. Karena dia urusannya belum selesai," Selain itu, Jokowi dianggap sangat dekat dengan Ketua Umum PDIP yakni Megawati Soekarnoputri dan terkesan sangat manut. Namun, untuk memimpin Indonesia Jokowi harus perlahan menarik diri dari bayang-bayang Mega.
"Tapi kan sekarang orang butuh perubahan, orang butuh
yang mau mendengarkan suara rakyat, orang yang mau datang ke mereka, itu saja.
Saya kira proses sebagian besar kenapa dia akan dipilih ya kedekatan itu, belum
ke substantif," katanya.
Desakan agar Jokowi maju dalam pemilihan
presiden menguat belakangan ini. Jokowi dalam survei terakhir disebut menjadi raja di dunia
maya. Kelompok Pro Jokowi Jakarta juga memilih berseberangan
dengan kelompok Pro Mega di Blitar. Ujian yang dimaksud
Maruarar misalnya adalah kepemimpinan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Menurut dia, lolos tidaknya Jokowi tergantung apakah mantan Wali Kota Surakarta
ini bisa menyelesaikan masalah Ibu Kota. Ujian yang lain adalah bagaimana
Jokowi menunjukkan kematangan dalam berpolitik. Apakah dia termasuk orang yang
loyal, teruji atau ambisius dengan jabatan.
“Saya
yakin beliau punya loyalitas kepada partai," kata Maruarar. Sejauh ini,
Maruarar menilai Jokowi bukan tokoh yang ambisius. Ketika banyak orang bersedia
mengusung, Jokowi tetap mengatakan patuh kepada keputusan partai. Padahal, kata
Maruarar, PDI Perjuangan belum pasti akan menyorongkannya sebagai calon
presiden. Inilah yang menunjukkan bahwa Jokowi mempunyai kesantunan politik
yang tinggi. Maruarar menuturkan bahwa Megawati tidak bisa ditekan dalam membuat
keputusan. Dia justru memuji kematangan Megawati karena tidak pernah cemburu
atas elektabilitas Jokowi yang jauh di atasnya. Hubungan keduanya sangat
harmonis karena Jokowi dua kali didukung sebagai calon wali kota dan
direkomendasikan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.
Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan Puan Maharani membacakan surat perintah harian yang ditulis Ketua
Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri yang memberikan mandat kepada Joko Widodo
sebagai calon presiden pada Pemilu 2014. Surat perintah ini dibacakan Puan di
Kantor DPP PDI-P di Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (14/3/2014).Berikut ini
adalah tiga poin pada surat perintah harian tersebut:
"Perintah Harian:
Merdeka!"
"Saya, selaku
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; kepada seluruh rakyat
Indonesia yang mempunyai mata hati, keadilan, dan kejujuran di mana pun kalian
berada!
1. Dukung Bapak Joko Widodo sebagai calon presiden dari
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
2. Jaga dan amankan jalannya pemilu legislatif terutama di
TPS-TPS dan proses penghitungan yang berjalan dari segala bentuk kecurangan dan
intimidasi.
3. Teguh dan tegarkan hati dalam mengawal demokrasi di
Republik Indonesia tercinta.
Pesan harian ini kami
harap disebarkan pada seluruh rakyat Indonesia," ujar
Puan.
Sebelumnya, Jokowi telah menyatakan siap menjadi capres dari PDI Perjuangan. Dia
mengaku sudah menerima mandat dari Megawati. "Saya telah mendapatkan
mandat dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi
capres dari PDI Perjuangan," kata Jokowi saat melakukan blusukan
di Rumah Pitung di Marunda, Jakarta Utara, Jumat (14/3/2014). "Dengan
mengucap bismillah, saya siap melaksanakan," kata Jokowi lagi, sekitar
pukul 14.49 WIB. Pada Rabu (12/3/2014), Megawati bersama Jokowi sempat berziarah ke makam
Proklamator RI Ir Soekarno di Blitar. Dukungan Megawati ini disampaikan dua hari
menjelang kampanye rapat umum terbuka untuk pemilu legislatif yang mulai
berlangsung pada Minggu (16/3/2014). Pada Minggu mendatang, PDI Perjuangan akan memulai kampanye di sejumlah kota di
Indonesia, mulai dari Jawa Barat, Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat,
dan Papua.
Capres PDIP Jokowi dikenal sangat patuh
terhadap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Bahkan, beberapa kalangan
menyebutnya sebagai 'boneka' Megawati. Namun, pria bernama lengkap Joko Widodo itu mengku
tak jarang berselisih paham dengan Megawati. Pemikiran yang berbeda terhadap
beberapa hal menjadi akar perselisihan itu. Salah satunya terkait lokasi
deklarasi capres. Pada 14 Maret 2014 lalu, Jokowi mendeklarasikan diri sebagai capres
setelah mendapatkan mandat sebagai capres PDIP di rumah si Pitung, Marunda,
Jakarta Utara. Sementara Ketua DPP PDIP Puan Maharani di kantor DPP PDIP di
Lenteng Agung, Jakarta Selatan, membacakan mandat berupa tulisan tangan
Megawati untuk Jokowi sebagai capres.
Pakar komunikasi politik Tjipta Lesmana
menilai, persepsi yang menyebutkan capres adalah sebuah boneka, karena akan
'diatur-atur' jika tidak mengemban jabatan ketua umum ataupun posisi strategis
dalam partai. Ia mencontohkan ketika PDIP mengusung Jokowi sebagai capres. Tjipta
menuturkan, selain PDIP ada satu partai lagi yang jika mengusung capres akan
disebut sebagai capres boneka. Partai yang dimaksud Tjipta adalah Demokrat.
Politisi Partai Gerindra Yudi Syamhudi Suyuti juga mengaku, partainya tidak khawatir terhadap pencapresan Joko Widodo yang dijagokan PDIP. Meski gerakan Jokowi dan PDIP secara fatamorgana terlihat besar, namun Gerindra melihat hal itu sebenarnya sangat kecil. Menurut dia, meski di belakang kekuatan politiknya diduga ada pemodal besar, namun semua itu tidak ada artinya dengan komitmen dan konsiten perjuangan untuk rakyat dan kebangsaan.
Politisi Partai Gerindra Yudi Syamhudi Suyuti juga mengaku, partainya tidak khawatir terhadap pencapresan Joko Widodo yang dijagokan PDIP. Meski gerakan Jokowi dan PDIP secara fatamorgana terlihat besar, namun Gerindra melihat hal itu sebenarnya sangat kecil. Menurut dia, meski di belakang kekuatan politiknya diduga ada pemodal besar, namun semua itu tidak ada artinya dengan komitmen dan konsiten perjuangan untuk rakyat dan kebangsaan.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Tinjauan Teoritis
A.1. Teori Sikap
Trow (Trow, op cit, hlm. 109) mendefinisikan sikap sebagai suatu kesiapan
mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat.
Trow lebih menekankan pada kesiapan mental atau emosional seseorang terhadap suatu
objek. Sementara itu Allport seperti dikutip oleh Gable (Robert K. Gable, Instrument Development In Affective Domain, (Boston: Kluwer))
mengemukakan bahwa sikap adalah suatu kesiapan mental dan saraf yang tersusun
melalui pengalaman dan memberikan pengaruh langsung kepada respons individu
terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan denagn objek itu.
Definisi sikap menurut Allport menunjukkan
bahwa sikap itu tidak muncul seketika atau dibawa lahir, tetapi disusun dan
dibentuk melalui pengalaman serta memberikan pengaruh langsung kepada respons
seseorang. Harlen (Wyne Harlen, Teaching
and Learning Primary Science,
(London : Row Publisher, 1985), hlm. 44-45) mengemukakan bahwa sikap merupakan
kesiapan atau kecenderungan seseorang untuk bertindak dalam menghadapi suatu
objek atau situasi tertentu.
Sikap Sosial di Lingkungan Kerja
Teori yang melandasi sikap sosial seperti yang
dikemukakan oleh Koentjaraningrat bahwa kecenderungan tindakan seseorang
terhadap sesama di suatu lingkungan tertentu disebut sikap sosial
(Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet
dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1976), hlm 20). Sikap tersebut
merupakan hasil kecenderungan reaksi terhadap lingkungannya, termasuk di
dalamnya lingkungan tempat bekerja.
Dapat diidentifikasi seorang pekerja yang
memiliki sikap sosial yang baik akan
ditandai dengan:
1. Kesadaran manusia terhadap hakikat hidupnya
ditengah-tengah teman sejawat,
2. Kesadaran akan kelemahannya, sehingga segala
aspek tergantung sesama,
3. Kecenderungan memiliki kerelaan untuk selalu
dapat memelihara hubungan baik dengan sesama, dan
4. Kecenderungan memiliki kerelaan untuk
menyenagkan orang lain.
(Indikator ini juga dijadikan kriteria EQ
sebagai bagian dari sikap sisoal oleh Patricia Patton, seperti dalam Patton, op cit. hlm. 52-55)
Sikap terhadap Tugas
Contoh lain, sehubungan dengan
kecenderungan tingkah laku, Harlen mengemukakan bahwa terdapat lima ciri khas
kecenderungan tingkah laku seseorang yang bisa dijadikan indikator sikap
terhadap tugas, yaitu
- Hasrat ingin tahu
Adalah sifat seseorang yang ingin
mengetahui apa saja yang ada disekitar. Dalam pikiran orang tersebut selalu
timbul berbagai pertanyaan, dimana ia selalu berusaha untuk mencari jawabannya,
baik dengan bertanya kepada orang lain maupun dengan mencari sendiri
jawabannya. Dalam proses penyelesaian tugas, sifat ingin tahu ini sangat
membantu pimpinan dalam mengelola perusahaan.
- Respek kepada fakta
Adalah suatu sifat dimana pekerja
selalu merasa tidak puas dengan pertanyaan atau penjelasan pimpianan tanpa fakta
yang mendasari pertanyaan itu. Untuk fakta diatas, dituntut suatu ketekunan,
pandangan yang terbuka, dan keinginan untuk memikirkan atau mempermasalahkan
ide-ode yang tidak sesuai dengan fakta.
- Fleksibel dalam berpikir dan bertindak
Adalah suatu sifat seseorang yang
tidak kaku, moderat dan mau diajak kompromi, dan cepat menyesuaikan dengan
lingkungan.
- Mempunyai pikiran kritis
Adalah suatu sifat pada diri
seseorang yang tidak mau menerima begitu saja apa yang dikatakan oleh orang
lain, tanpa pemikiran rasional dan kritis. Pekerja selalu mempunyai ide baru
dan berkeinginan untuk meningkatkan atau mengubahb ide lama yang tidak sesuai
lagi dengan kenyataan yang ada sekarang.
- Peka terhadap lingkungan dan kehidupan
Adalah suatu sifat seseorang dimana
ia selalu sensitif terhadap apa saja yang ada disekitarnya.
Pekerja yang mempunyai sifat seperti
ini biasanya cepat tanggap dalam setiap permasalahan yang dihadapinya, tidak
bersifat acuh atau masa bodoh, selalu bertanggung jawab terhadap semua
pekerjaan yang dibebankan kepadanya dan selalu mencintai lungkungan.
A.2. Teori Self
Regulasi
Diri merupakan kemampuan untuk mengontrol perilaku sendiri dan salah satu dari
sekian penggerak utama kepribadian manusia. Bandura menawarkan tiga tahapan
dalam proses regulasi diri : 1. pengamatan diri, kita melihat diri dan perilaku
kita sendiri, serta terus mengawasinya. 2. Penilaian, membandingkan apa yang
kita lihat pada diri dan perilaku kita dengan standart ukuran. 3. Respons diri,
terjadi setelah ,membandingkan diri dengan standar ukuran tertentu, dan
memberikan imbalan respon diri pada diri sendiri.
Konsep
diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk
membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Konsep diri seseorang dinyatakan
melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia
sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya
menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung
tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.
seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang
tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang
yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan
yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu
yang bersangkutan. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang
dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik,
psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi. Konsep diri
merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila
individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau
dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu
berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi
dirinya.
Para
ahli psikologi juga berbeda pendapat dalam menetapkan dimensi-dimensi konsep
diri. Calhoun dan Acocella (1990) misalnya,
menyebutkan dimensi utama dari konsep diri, yaitu: dimensi pengetahuan, dimensi
pengharapan, dan dimensi penilaian. Paul J. Cenci (1993) menyebutkan ketiga
dimensi konsep diri dengan istilah: dimensi gambaran diri (sell
image), dimensi penilaian diri (self-evaluation),
dan dimensi cita-cita diri (self-ideal). Sebagian ahli lain
menyebutnya dengan istilah: citra diri, harga diri dan diri ideal.
Dimensi
pertama dari konsep diri menurut Calhoun dan Acocella adalah apa yang kita ketahui
tentang konsep diri atau penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberi
gambaran tentang diri saya. Gambaran diri tersebut pada gilirannya akan
membentuk citra. diri. Gambaran diri tersebut merupakan kesimpulan dari:
pandangan kita dalam berbagai peran yang kita pegang, seperti sebagai orangtua,
suami atau istri, karyawan, pelajar, dan seterusnya; pandangan kita tentang
watak kepribadian yang kita rasakan ada pada diri kita, seperti jujur, setia,
gembira, bersahabat, aktif, dan seterusnya; pandangan kita tentang sikap yang
ada pada diri kita; kemampuan yang kita miliki, kecakapan yang kita kuasai, dan
berbagai karakteristik lainnya yang kita lihat melekat pada diri kita.
Singkatnya, dimensi pengetahuan (kognitif) dari konsep diri mencakup segala sesuatu
yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi, seperti “saya pintar”,
“saya cantik”, “saya anak baik”, dan seterusnya. Dimensi kedua dari konsep diri
adalah dimensi harapan mau diri yang dicita-citakan dimasa depan. Ketika kita
mempunyai sejumlah pandangan tentang siapa kita sebenarnya, pada saat yang sama
kita juga mempunyai sejumlah pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa
diri kita di masa mendatang. Singkatnya, kita juga mempunyai pengharapan bagi
diri kita sendiri. Pengharapan ini merupakan diri-ideal (self-ideal)
atau diri yang dicita-citakan. Dimensi ketiga konsep diri adalah penilaian kita
terhadap diri kita sendiri. Penilaian konsep diri merupakan pandangan kita
tentang harga atau kewajaran kita sebagai pribadi. Menurut Calhoun dan Acocella
(1990), setiap hari kita berperan sebagai penilai tentang diri kita sendiri,
menilai apakah kita bertentangan: 1) pengharapan bagi diri kita sendiri (saya
dapat menjadi apa), 2) standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya
seharusnya menjadi apa). Hasil dari penilaian tersebut membentuk apa yang
disebut dengan rasa harga diri, yaitu seberapa besar kita menyukai konsep diri.
Orang yang hidup dengan standar dan harapan-harapan untuk dirinya sendiri—yang
menyukai siapa dirinya, apa yang sedang dikerjakannya, dan akan kemana dirinya
– akan memiliki rasa harga diri yang tinggi (high self-esteem).
Sebaliknya, orang yang terlalu jauh dari standar dan harapan-harapannya akan
memiliki rasa harga diri yang rendah (lowself-esteem). Dengan demikian
dapat dipahami bahwa penilaian akan membentuk penerimaan terhadap diri (self-acceptance),
serta harga diri (self-esteem) seseorang.
Harga
diri (self esteem) adalah
penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya
sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan
sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki
kemampuan, keberartian, berharga, dan
kompeten. Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab besar untuk dapat
memenuhi kebutuhan harga diri anak (siswanya), melalui pemberian kasih
sayang yang tulus sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara
wajar dan sehat, yang didalamnya terkandung perasaan harga diri yang
stabil dan mantap. Disinilah, tampak arti penting peran orang tua dan guru sebagai fasilitator.
Pentingnya pemenuhan kebutuhan harga diri individu, khususnya
pada kalangan remaja, terkait erat dengan dampak negatif jika mereka tidak
memiliki harga diri yang mantap. Mereka akan mengalami kesulitan dalam
menampilkan perilaku sosialnya, merasa inferior dan canggung. Namun apabila
kebutuhan harga diri mereka dapat terpenuhi secara memadai, kemungkinan mereka
akan memperoleh sukses dalam menampilkan perilaku sosialnya, tampil dengan
kayakinan diri (self-confidence) dan merasa memiliki nilai dalam
lingkungan sosialnya.
Presentasi
diri (self presentation) adalah upaya untuk menumbuhkan kesan (yang umumnya)
baik di depan orang lain dengan cara menata perilaku. Ada
berbagai cara untuk menumbuhkan kesan positif dan menarik di depan orang lain.
Pakaian yang kita pakai adalah sesuatu yang sangat menentukan kesan orang lain
terhadap kita. Bahasa yang kita gunakan, logat yang kita ucapkan , cara bicara,
gerakan tangan, cara berjalan adalah merupakan komponen-komponen citra diri
yang akan menentukan kesan diri kita di hadapan orang lain.
A.3. Teori Medan
Ciri-ciri utama dari teori medan
Lewin dapat diringkaskan sebagai berikut: (1) tingkah laku adalah suatu fungsi
dari medan yang ada pada waktu tingkah laku itu terjadi, (2) analisis mulai
dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian-bagian komponennya
dipisahkan, dan (3) orang yang konkrit dalam situasi yang konkrit dapat
digambarkan secara matematis. Lewin juga menekankan kukuatan-kekuatan
yang mendasari (kebutuhan-kebutuhan) sebagai penentu tingkah laku dan lebih menyukai
gambaran-gambaran psikologi tentang medan daripada gambaran fisik atau
fisiologiknya. Medan didefinisikan sebagai “keseluruhan fakta-fakta yang
berkoeksistensi yang dipandang sebagai saling tergantung”.
Menurut Lewin, pribadi adalah
heterogen, terbagi menjadi bagian bagian yang terpisah meskipun saling
berhubungan dan saling bergantung. Daerah dalam personal dibagi menjadi sel
sel. Sel sel yang berdekatan dengan daerah konseptual motor disebut sel sel
periferal: sel sel dalam pusat lingkaran disebut sel sel sentral.
Sistem motor bertidak sebagai suatu
kesatuan karena biasanya lahannya dapat melakukan suatu tindakan pada satu
saat. Begitu pula dengan sistem perseptual artinya orang hanya dapat
memperhatikan dan mempersepsikan satu hal pada satu saat. Bagian bagian
tersebut mengadakan komunikasi dan interdependen; tidak bisa berdiri sendiri.
Konsep-konsep dinamika pokok dari
Lewin yakni kebutuhan energi psikis, tegangan, kekuatan atau vektor dan
valensi. Konstruk konstruk dinamik ini menentukan lokomosi khusus dari individu
dan cara ia mengatur struktur lingkungannya. Lokomosi dan perubahan perunahan
struktur berfungsi mereduksikan tegangan dengan cara memuaskan kebutuhan. Suatu
tegangan dapat direduksikan dan keseimbanagan dipulihkan oleh suatu lokomosi
substitusi. Proses ini menuntut bahwa dua kebutuhan erat bergantungan satu sama
lain sehingga pemiasan salah satu kebutuhan adalah melepaskan tegangan dari
sistem kebutuhan lainnya.
Akhirnya, tegangan dapat
direduksikan dengan lokomosi lokomosi murni khayalan. Seseorang yang berkhayal
bahwa ia telah melakukan suatu perbuatan yang sulit atau menempati suatu
jabatan yang tinggi mendapat semacam kepuasan semu dari sekedar berkhayal
tentang keberhasilan
Lingkungan psikologi adalah konsep
yang sangat mudah berubah. Dinamika dari lingkungan dapat berubah dengan 3 cara
yakni:
1.
Perubahan valensi: Region bisa berubah secara
kuantitatif-valensinya semakin positif atau semakin negatif,atau berubah secara
kualitatif dari positif menjadi negatif atau sebaliknya region baru bisa muncul
dan region lama bisa hilang.
2.
Perubahan vektor: Vektor mungkin dapat berubah dalam
kekuatan dan arahnya.
3.
Perubahan Bondaris: Bondaris mungkin menjadi semakin
permeabel atau semakin tidak permeabel,mungkin muncul sebagai bondaris atau
tidak muncul sebagai bondaris.
A.4. Teori Peran
Teori Peran (Role Theory)
adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun
disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap
digunakan dalam sosiologi dan antropologi.
Dalam ketiga bidang ilmu
tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seseorang
aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai
tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu.
Posisi aktor dalam teater
(sandiwara) itu kemudian dianalogikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat.
Sebagaimana halnya dalam teater, posisi orang dalam masyarakat sama dengan
posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya
tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitan dengan adanya orang
lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut pandangan
inilah disusun teori-teori peran.
Sebetulnya cukup banyak
teori peran dalam psikologi. Namun, karena keterbatasan tempat, pembicaraan
akan dipusatkan pada teori Biddle & Thomas (1996) saja, dengan di sana-sini
bilamana perlu akan disinggung pula teori-teori dari penulis-penulis lain
secara sepintas.
Dalam teorinya Biddle
& Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalam empat golongan, yaitu
istilah-istilah yang menyangkut :
a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam
interaksi social.
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi
tersebut.
c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku.
d. Kaitan antara orang dan perilaku.
Orang yang mengambil
bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi dalam dua golongan sebagai berikut:
a.
Aktor (actor,
pelaku), yaitu orang yang sedang berperilaku menuruti suatu peran tertentu.
b.
Target
(sasaran) atau orang lain (other), yaitu orang yang mempunyai hubungan dengan
aktor dan perilakunya.
Aktor maupun target bisa
berupa individu-individu ataupun kumpulan individu (kelompok). Hubungan antar
kelompok dengan kelompok misalnya terjadi antara sebuah paduan suara (aktor)
dan pendengaran (target).
Istilah “aktor”
kadang-kadang diganti dengan person, ego, atau self. Sedangkan “target”
kadang-kadang diganti gengan istilah alter-ego, alter, atau non-self. Dengan
demikian, jelaslah bahwa teori peran sebetulnya dapat diterapkan untuk
menganalisis setiap hubungan antardua orang atau antarbanyak orang. Jadi,
termasuk juga hubungan POX (dari Heider) dan hubungan ABX (dari New Comb).
Cooley (1902) dan Mead
(1934) menyatakan bahwa hubungan aktor-target adalah untuk membentuk identitas
aktor (person, self, ego) yang dalam hal ini dipengaruhi oleh penilaian atau
sikap oaring-orang lain (target) yang telah digeneralisasikan oleh aktor.
Secord & Backman
(1964) menyatakan bahwa aktor menempati posisi pusat (focal position),
sedangkan target menempati posisi padanan dari posisi pusat tersebut (counter
position). Dengan demikian, maka target berperan sebagai pasangan (partner)
bagi aktor. Hal ini terlihat misalnya pada hubungan ibu-anak, suami-istri atau
pemimpin-anak buah.
Menurut Biddle &
Thomas ada lima istilah tentang perilaku dalam kaitannya dengan peran:
a. Harapan tentang Peran
Harapan tentang peran
adalah harapan-harapan orang lain (pada umumnya) tentang perilaku yang pantas,
yang seyogianya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu.
b. Norma
Orang sering mengacaukan
istilah “harapan” dengan “norma”. Namun, menurut Secord & Backman (1964)
“norma” hanya merupakan salah satu bentuk “harapan”. Jenis-jenis harapan menurut Secord &
Backman adalah sebagai berikut :
1) Harapan yang bersifat meramalkan
(anticipatory), yaitu harapan tentang suatu perilaku yang akan terjadi.
2) Harapan normative (atau, menurut Mc David
& Hariri: prescribed role-expectation) adalah keharusan yang menyertai
suatu peran. Biddle & Thomas membagi lagi harapan normative ini ke dalam
dua jenis :
·
Harapan yang
terselubung (covert): harapan itu tetap ada walaupun tidak diucapkan,
·
Harapan yang
terbuka (overt): harapan yang diucapkan misalnya ayah meminta anaknya agar
menjadi orang yang bertanggung jawab dan rajin belajar. Harapan jenis ini
dinamai tuntutan peran (role demand). Tuntutan peran melalui proses
internalisasi dapat menjadi norma bagi peran yang bersangkutan.
c. Wujud Perilaku dalam Peran
Peran diwujudkan dalam
perilaku oleh aktor. Berbeda dari norma, wujud perilaku ini nyata, bukan
sekedar harapan. Dan berbeda pula dari norma, perilaku yang nyata ini
bervariasi, berbeda-beda dari satu aktor ke aktor yang lain.
Variasi ini dalam teori
peran dipandang normal dan tidak ada batasnya. Persis dalam teater, di mana
tidak ada dua aktor yang bisa betul-betul identik dalam membawakan suatu
peran tertentu. Bahkan satu aktor bisa
berbeda-beda cara membawakan suatu peran tertentu pada waktu yang berbeda. Oleh
karena itu, teori peran tidak cenderung mengklasifikasikan istilah-istilahnya
menurut perilaku khusus, melainkan berdasarkan klasifikasinya pada sifat asal
dari perilaku dan tujuannya (atau motivasinya). Jadi, wujud perilaku peran
dapat digolongkan misalnya ke dalam jenis hasil kerja, hasil sekolah, hasil
olahraga, pendisiplinan anak, pencarian nafkah, pemeliharaan ketertiban dan
sebagainya.
c. Penilaian dan sanksi
Jelaslah bahwa peran
dilihat wujudnya dari tujuan dasarnya atau hasil akhirnya, terlepas dari cara
mencapai tujuan atau hasil tersebut. Walaupun demikian, tidak tertutup
kemungkinan adanya cara-cara tertentu dalam suatu peran yang mendapat sanksi
dari masyarakat.
Sarbin menyatakan bahwa
perwujudan peran (dalam istilah Sarbin: role enactment) dapat dibagi-bagi dalam
tujuh golongan menurut intensitasnya. Intensitas ini diukur berdasarkan
keterlibatan diri (self) aktor dalam perang yang dibawakannya. Tingkat
intensitas yang rendah adalah keadaan di mana diri aktor sangat tidak terlibat.
Perilaku peran dibawakan secara otomatis dan mekanistis saja. Sedangkan tingkat
yang tertinggi akan terjadi jika aktor melibatkan seluruh pribadinya dalam
perilaku peran yang sedang dikerjakan. Kita ambil caontoh misalnya pemain musik
yang setiap malam bertugas menghibur tamu di restoran. Karena sudah terbiasa
dengan pekerjaannya, pemusik itu memainkan alat musiknya sambil mengobrol
dengan temannya atau sambil melamun. Perwujudan peran pemusik ini adalah pada
tingkat intensitasnya yang terendah. Di pihak lain, seorang pemain piano
tunggal memainkan sebuah nomor lagu dalam sebuah konser dengan segenap
perasaanya dan kosentrasinya. Kepala terangguk-angguk, badannya
bergoyang-goyang mengikuti irama lagu. Maka, pemain piano ini mewujudkan
perannya dengan intensitas yang tinggi.
Goffman meninjau perwujudan
peran ini dari sudut yang lain. Ia memperkenalkan istilah permukaan (front),
yaitu untuk menunjukkan perilaku-perilaku tertentu yang diekspresikan secara
khusus agar orang lain mengetahuinya dengan jelas peran si pelaku (aktor).
Ketidakberhasilan Peran
Dalam kaitannya dengan
peran yang harus dilakukan, tidak semuanya mampu untuk menjalankan peran yang
melekat dalam dirinya. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi kekurangberhasilan
dalam menjalankan perannya. Dalam ilmu sosial, ketidakberhasilan ini terwujud
dalam role conflict dan role strain.
Role
Conflict
Setiap orang memainkan
sejumlah peran yang berbeda, dan kadang-kadang peran-peran tersebut membawa
harapan-harapan yang bertentangan. Menurut Hendropuspito [1989], konflik peran
(role conflict) sering terjadi pada orang yang memegang sejumlah peran yang
berbeda macamnya, kalau peran-peran itu mempunyai pola kelakuan yang saling
berlawanan meski subjek atau sasaran yang dituju sama. Dengan kata lain,
bentrokan peranan terjadi kalau untuk menaati suatu pola, seseorang harus
melanggar pola lain. Setidaknya ada dua macam konflik peran. Yakni, konflik
antara berbagai peran yang berbeda, dan konflik dalam satu peran tunggal.
Pertama, satu atau lebih peran (apakah itu peran independen atau bagian-bagian
dari seperangkat peran) mungkin menimbulkan kewajiban-kewajiban yang
bertentangan bagi seseorang. Kedua, dalam peran tunggal mungkin ada konflik
inheren.
Role
Strain
Adanya harapan-harapan
yang bertentangan dalam satu peran yang sama ini dinamakan role strain. Satu
hal yang menyebabkan terjadinya role strain adalah karena peran apapun sering
menuntut adanya interaksi dengan berbagai status lain yang berbeda. Sampai
tingkatan tertentu, masing-masing interaksi ini merumuskan peran yang berbeda,
karena membawa harapan-harapan yang berbeda pula. Maka, apa yang tampak sebagai
satu peran tunggal mungkin dalam sejumlah aspek sebenarnya adalah beberapa
peran. Misalnya, status sebagai karyawan bagian pemasaran (sales) eceran di
sebuah perusahaan, dalam arti tertentu sebenarnya membawa beberapa peran:
sebagai bawahan (terhadap atasan di perusahaan itu), sebagai sesama pekerja
(terhadap karyawan-karyawan lain di perusahaan itu), dan sebagai penjual
(terhadap konsumen dan masyarakat yang ditawari produk perusahaan tersebut).
Stres
Peran
Posisi dimasyarakat dapat
merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan
kesukaran, atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan. Stres peran
terdiri dari :
·
Konflik
peran, dialami jika peran yang diminta konflik dengan sistem individu atau dua
peran yang konflik satu sama yang lain.
·
Peran yang
tidak jelas, terjadi jika individu yang diberi peran yang tidak jelas dalam hal
perilaku dan penampilan yang diharapkan.
·
Peran yang
tidak sesuai, terjadi jika individu dalam proses transisi merubah nilai dan
sikap.
·
Peran
berlebih, terjadi jika individu menerima banyak peran misalnya, sebagai istri,
mahasiswa, perawat, ibu. Individu dituntut melakukan banyak hal tetapi tidak
tersedia waktu untuk menyelesaikannya. (Keliat, 1992)
Faktor-faktor Penyesuaian Peran
Faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan, yaitu :
a)
Kejelasan
perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran
b)
Konsistensi
respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan
c)
Kesesuaian
dan keseimbangan antarperan yang diemban
d)
Keselarasan
budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran
e)
Pemisahan
perilaku yang akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peran
B.
Analisis Kasus
1.
Teori Sikap
A.
Jokowi
Dari
teori Allport terlihat bahwa sikap yang diperlihatkan Jokowi bukan bawaan dari
lahir, melainkan dari pengalamannya dalam memimpin dalam sebuah pemerintahan.
Berawal dari seorang Walikota Surakarta, beralih menjadi Gubernur Ibu kota
Indonesia membuat Jokowi memiliki pengalaman yang bagus untuk memimpin selain
itu juga berasal dari hal/objek yang menurutnya menjadi dasar dalam bersikap
yaitu saat dia mempelajari ideologi Soekarno.
Sikap
yang diperlihatkan Jokowi menentang semua cemoohan dari partai-partai lain yang
mengatakan bahwa Jokowi sangat ambisius untuk menjadi Presiden. Karena Jokowi
baru berani mencalonkan diri untuk menjadi calon presiden setelah menerima
mandat yang berupa tulisan tangan ibu Megawati. Padahal ketua partai-partai
lain yang terlihat sangat ambisius untuk menjadi Presiden, seperti Abu Rizal
Bakrie, Prabowo, Wiranto dan lain sebagainya yang mengembor-gemborkan diri
tentang baik dan hebatnya mereka kepada publik. Namun berbeda dengan Jokowi
yang sudah terkenal sangat merakyat. Figur seperti beliaulah yang diidamkan
oleh rakyat.
Jokowi
menyadari bahwa jika dia maju untuk jadi calon presiden sendirian, dia tidak
akan cukup kuat untuk mengalahkan lawannya. Namun karena mentornya adalah
Megawati dan Partainya adalah PDI-Perjuangan yang memiliki peran besar di
Indonesia, maka dia pun berani untuk menjadi calon presiden 2014 jika dikaitkan
dengan penjelasan dari indikator no. 2.
Kecenderungan memiliki kerelaan untuk menyenangkan orang lain diperlihatkan
oleh Jokowi lewat kemauannya untuk maju jadi presiden setelah mendapat mandat
agar menyenangkan hati rakyat sekaligus partainya sendiri.
Megawati
juga tidak sembarangan dalam memilih Jokowi. Megawati memiliki
pandangan-pandangannya sendiri tentang calon presiden dari partainya. Peran
Megawati yang besar pada diri seseorang yang membuat orang lain menganggap
beliau adalah guru politiknya. Sama seperti yang terjadi pada Jokowi, karena
Megawati yang berperangai/bersikap tegas dan keras pada orang lain, sehingga
nilai-nilai/ilmu-ilmu yang diberikan pada orang lain membuat beliau sangat dihormati.
Megawati terlihat masih berambisi untuk menjadi pemimpin Indonesia tetapi
dengan caranya sendiri, yaitu dengan bermain dibalik layar. Dia mungkin tidak
bisa mengambil keputusan tentang negeri ini (Indonesia), tetapi dia bisa
merubah keputusan itu sesuai pandangannya, jika dia (Megawati) bukan menjadi
presiden.
Jokowi
sangat menghormati Megawati karena:
·
Latar belakang Megawati yang seorang anak
dari politikus legendaris sekaligus
inspirasinya yaitu Ir. Soekarno. Karena saat masih di Solo Jokowi mempelajari
ideologi Soekarno.
·
Megawati adalah mentor Jokowi dan juga orang
yang mendukung saat akan menjadi Walikota dan orang yang merekomendasikan
Jokowi untuk jadi Guberbur Jakarta.
Selain
itu Jokowi sangat ingin merubah Indonesia menjadi lebih baik seperti yang diceritakan ibu Mega dalam orasi politik di Denggung Sleman,
Yogyakarta.
Ini adalah sikap yang diperlihatkan Jokowi saat
menjabat menjadi Walikota Surakarta ataupun Gubernur DKI Jakarta sekarang. Dia
sangat peka terhadap lingkungan, cepat tanggap terhadap masalah yang selalu
dihadapi Jakarta, sangat bertanggunga jawab terhadap pekerjaannnya sebagai
Gubernur yang terlihat pada sikapnya yang tidak suka membuat janji yang pasti terwujud atau tidak. Dan dia juga
sangat mencintai lingkungan, terbukti dari tindakan-tindakannya yang membenahi
Jakarta agar lebih baik.
Jokowi juga memiliki keinginan yang kuat untuk
mengubah Indonesia menjadi lebih baik karena ia mempunyai pemikiran yang kritis
seperti penjelasan diatas. Jokowi juga memiliki sikap hasrat ingin tahu, yang
diperlihatkan pada keberaniannya menjadi capres 2014 ini. Bukan ambisius tetapi
ingin mencari tahu permasalah yang sebenarnya dihadapi indonesia dan ingin menyelesaikan
permasalahn itu agar indonesia menjadi lebih baik.
B.
Megawati
Sikap
adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara
komponen kognitif, afektif dan
konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
Sikap terbentuk
dari adanya interaksi yang dialami oleh individu. Sikap dibentuk sepanjang
perkembangan hidup manusia. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan
sosialnya, seseorang membentuk sikap tertentu. Dalam interaksi sosial terjadi
hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain.
Berdasarkan teori Sikap tersebut, diaplikasikan di dalam ranah politik
Indonesia seperti kasus yang lagi hangat-hangatnya saat ini yaitu isu jika Megawati dikabarkan oleh berbagai media
diperkirakan akan mencalonkan diri kembali menjadi calon Presiden dengan
menyandingkan Jokowi sebagai Wakil Presiden. Namun, dalam beberapa pendapat
mengatakan bahwa ketentuan capres tersebut kehendak aspirasi rakyat.
Ketua PDI Perjuangan Maruarar Sirait mengatakan partainya hingga kini belum
memutuskan siapa yang akan diusung sebagai calon presiden. Tetapi, pemberitaan
akhir-akhir ini Ketua Umum DPP PDI-P
Megawati Soekarnoputri yang memberikan mandat kepada Joko Widodo sebagai calon
presiden pada Pemilu 2014.
Pada Pemilu 2009 lalu, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan masih
menjadi tokoh sentral yang tampil langsung melakukan komunikasi politik dengan
partai-partai menjelang pemilihan presiden. Lima tahun kemudian, pada Pemilu
2014, Mega seakan "tenggelam". Bukan tanpa peran, melainkan ia seolah
bermain di balik layar. Pilihan yang diambil Megawati kali ini merupakan bukti
berjalannya proses regenerasi di internal PDI-P. Regenerasi yang dilakukan adalah
untuk menjawab desakan publik sekaligus untuk keberlangsungan partai ke depan.
Ibu Megawati telah berhasil melakukan kaderisasi sehingga kerja sama politik
sudah memercayakan kepada kader yang lebih muda seperti Pak Jokowi. Sesuai
dengan teori sikap, tindakan Megawati
tersebut merupakan keadaan yang sangat menguntungkan.
Megawati mendapat manfaat besar, demikian pula Jokowi. Hubungan saling
menguntungkan ini dalam buku pelajaran Biologi Dasar disebut simbiosis
mutualisme. Contoh hubungan ini diibaratkan seperti ikan hiu dan ikan pembersih yang mengikuti
hiu itu kemanapun, atau hubungan mutualisme antara lebah dengan bunga. Jika diaplikasikan kembali pada teori sikap
yaitu sesuai dengan komponen afektif
yaitu yang terdiri dari perasaan positif dan negative yang diasosiasikan dengan
objek sikap. Dalam kasus tersebut evaluasi positif dan negative terhadap
kerjasama politik ini ditunjukkan dengan tanda plus dan minus.
Perasaan negative ketum PDIP terhadap
kerjasama dengan Gubernur DKI Jakarta
ini berasal dari perasaan janggal. Karena, di diisukan megawati masih berambisi mengejar kursi presiden masih
membara.
Tetapi, ada pula perasaan positif terhadap kerjasama politik ini, seperti kubu loyalis Mega yang menghendaki dirinya sebagai caloni presiden di 2014 nanti, salah satunya menduetkan dengan
Jokowi. Duet ini dianggap laku dan bisa mengantar Mega ke kursi Istana.
Melalui
interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap
objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 2005).
2.
Teori Self
A.
Jokowi
Jokowi
memiliki penghargaan diri yang tinggi, itu dapat dilihat bahwa jokowi punya
tujuan yang benar untuk membenahi jakarta sebagai gubernur terpilih dengan
sifatnya yang tegas, tidak asal bicara, dan patuh terhadap dedikasinya. Jokowi
pun dapat mengatasi hal sulit dalam membenahi Jakarta seperti masalah
kemacetan, banjir, dan juga sindiran-sindiran dari lawan politiknya mengenai
cara ia membenahi jakarta. Konsep diri yang dimiliki jokowi
termasuk konsep diri yang positif, ia selalu optimis dalam membenahi jakarta, ia
pun siap dan patuh melaksanakan mandat untuk menjadi capres dari PDIP. Jokowi
dikenal sebagai sosok yang sederhana dan selalu menjalankan amanah yang
diberikan dan melaksanakan sebagian janji-janjinya. Selain jadi gubernur Jakarta,
ia pun seorang pengusaha furniture yang sukses. Dari sumber terpercaya, diketahui
bahwa jokowi selalu melaporkan aset-aset yang dimilikinya kepada KPK sehingga
Jokowi dianggap dapat menjadi pemimpin yang bersih dari korupsi. Tetapi Jokowi
tidak pernah lepas dari sosok Megawati, Jokowi menggangap Megawati sebagai
mentor yang berpengaruh bagi karier politiknya.
Karier
politik Jokowi sangat bergantung oleh sosok Megawati. Jokowi menganggap
nasihat-nasihat dan keinginan Megawati ialah ought self bagi dirinya atau yang dinginkan oleh lingkungan
terhadap dirinya, sedangkan ideal self yang dinginkan Jokowi yaitu
dengan berpolitik yang baik sesuai ideologi Soekarno dan ingin membenahi Indonesia
menjadi lebih baik. Actual self yang kini dimliki jokowi yaitu dalam proses
membenahi Jakarta selaku Gubernur Jakarta dan seorang politikus muda yang
disukai oleh masyarakat jawa pada khususnya. Jokowi
memiliki konsep diri yang baik dalam berpolitik, itu dapat dilihat dari
santunnya Jokowi dalam berpolitik, ia tidak menyinggung lawan politiknya dan
jarang tersulut emosi dalam berpolitik. Ia pun tidak ambisius dalam mencapai
jabatan yang lebih tinggi kecuali memang ia didukung dan diminta maju ke posisi
yang lebih tinggi lagi oleh pihak luar.
Presentasi
diri yang digunakan oleh Jokowi untuk mendapatkan perhatian, dukungan, dan
kepercayaan dari masyarakat ialah dengan blusukan atau langsung terjun ke
lapangan dengan cara yang tidak biasa atau sederhana. Jokowi mendapatkan banyak
simpati dari masyarakat melalui blusukan tersebut. Jokowi juga dikenal sebagai
sosok yang dekat dengan rakyat, dari kedekatannya itulah Jokowi mendapatkan
dukungan dari masyarakat sekitar untuk menjadi capres dan membuat Megawati
mengutusnya menjadi capres dari PDIP. Jokowi blusukan dan merakyat ke
pasar-pasar untuk bertemu wong cilik hingga para pengusaha. Jokowi juga sering
berdialog dan berdiskusi di Universitas dengan mahasiswa-mahasiswa dan pemilih
muda lainnya. Sehingga dapat dinilai menjadi pemimpin yang diidamkan oleh
masyarakat dari berbagai kalangan. Upaya blusukan Jokowi ini dianggap berhasil
untuk menaikkan citra Jokowi sebagai pemimpin dan juga dapat membantu menaikkan
citra PDIP menjadi lebih baik lagi, sehingga ini disebut menjadi Jokowi Effect.
B.
Megawati
Masuknya Megawati ke kancah
politik, berarti beliau telah mengingkari kesepakatan keluarganya untuk tidak
terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya. Megawati
tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak
bicara. Ternyata memang berhasil. Suara untuk PDI naik. Dan beliau pun terpilih
menjadi anggota DPR/MPR. Pada tahun itu pula Megawati terpilih sebagai Ketua
DPC PDI Jakarta Pusat.
Tetapi, kehadiran Mega di
gedung DPR/MPR sepertinya tidak terasa. Tampaknya, Megawati tahu bahwa beliau
masih di bawah tekanan. Selain memang sifatnya pendiam, belaiu pun memilih
untuk tidak menonjol mengingat kondisi politik saat itu. Maka belaiu memilih
lebih banyak melakukan lobi-lobi politik di luar gedung wakil rakyat tersebut.
Lobi politiknya, yang silent operation, itu secara langsung atau tidak
langsung, telah memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik. Pada
tahun 1993 dia terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan
pemerintah pada saat itu.
Megawati tumbuh besar di dunia
politik sehingga memiliki jiwa kepemimpin yang timggi, beliau memiliki
keyakinan dalam menjalankan system pemerintahan, konsep diri ini terstruktur
dari lingkungan dan pengaruh besar ayahnya sebagai pemimpin negara pertama di Indonesia.
Megawati mempunyai harga diri tinggi dan self efficacy tinggi, beliau
beranggapan bahwa wanita juga pantas dan memiliki kemampuan untuk memimpin negara, dan itu beliau
buktikan saat menjadi presiden pertama Indonesia.
3.
Teori Medan
A.
Jokowi
Jika kasus
posisi Jokowi yang kemungkinan dicalonkan sebagai capres dihubungkan dengan
teori medan, dapat dikatakan bahwa lingkungan adalah bagian yang mempengaruhi
atau menentukan tingkah laku individu. Pengertian ruang hidup (medan) sendiri
adalah keseluruhan kumpulan fakta yang ada pada suatu saat, yang mempengaruhi
atau menentukan tingkah laku. Mencakup persepsi orang tentang dirinya sendiri
dalam lingkungan fisik dan sosialnya saat itu, keinginan, kemauan,
tujuan-tujuan, ingatan tentang masa lalu, imajinasinya mengenai masa depan,
perasaan-perasaannya, dan sebagainya.
Desakan yang
menguat agar Jokowi maju dalam pemilihan presiden merupakan persepsi orang lain
tentang siapnya jiwa kepemimpinan dalam diri Jokowi. Terlebih, Jokowi telah mendapatkan mandat dari Ketua Umum PDI
Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi capres dari PDI Perjuangan.
Selain persepsi orang lain tentang
dirinya, keinginan, kemauan, tujuan-tujuan Jokowi sendiri pun akhirnya
membentuk tingkah laku Jokowi yang patuh pada keputusan parpolnya untuk maju sebagai
capres.
Dalam
teori medan, terdapat konsep-konsep dinamika pokok dari Lewin yakni kebutuhan
energi psikis, tegangan, kekuatan atau vektor dan valensi. Konstruk-konstruk
dinamika ini menentukan lokomosi khusus dari individu dan cara ia mengatur struktur
lingkungannya, Lokomosi dan perubahan-perubahan struktur berfungsi mereduksikan
tegangan dengan cara memuaskan kebutuhan. Suatu tegangan dapat direduksikan dan
keseimbanagan dipulihkan oleh suatu lokomosi substitusi. Proses ini menuntut
bahwa dua kebutuhan erat bergantungan satu sama lain sehingga pemisahan salah
satu kebutuhan adalah melepaskan tegangan dari sistem kebutuhan lainnya.
Vektor
merupakan kekuatan psikologis yang mengenai seseorang, cenderung membuatnya
bergerak ke arah tertentu. Dalam kasus ini, dukungan dari orang-orang sekitar
adalah kekuatan psikologis yang mengenai Jokowi hingga kemudian membuatnya
bergerak untuk mewujudkan harapan-harapan orang sekitar tentang jabatannya.
Arah dan kekuatan vektor adalah fungsi dari valensi positif dan negatif dari
satu atau lebih region dalam lingkungan psikologis. Jadi kalau satu region
mempunyai valensi positif (misalnya berisi sesuatu yang diinginkan yang memberi
keuntungan untuk Jokowi), vektor yang mengarahkan ke region itu mengenai
lingkaran pribadi. Kalau region yang kedua valensinya negatif (berisi hal yang
merugikan bagi Jokowi), vektor lain yang mengenai lingkaran pribadi mendorong
menjauhi region tersebut. Jika beberapa vektor positif mengenai dia (seperti
halnya ketika Jokowi harus menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur Jakarta,
sedangkan beliau juga harus memenuhi keputusan parpolnya untuk naik sebagai
capres), hasil gerakannya merupakan jumlah dari semua vektor. Situasi seperti
ini sering melibatkan konflik, topik penelitiannya dimulai oleh Lewin dan
menjadi topik yang sangat Iuas dari Miller dan Dollard.
B.
Megawati
Kasus “ngebetnya” Megawati menjadi presiden dapat pula
dihubungkan dengan teori medan. Menurut Kurt Lewin pribadi dan lingkungan
psikologi itu bersama-sama merupakan ruang hidup (life space). Sesuai dengan
konsep dasar Lewin yaitu life space atau ruang hidup yang merupakan
seluruh kejadian yang mempengaruhi individu, meliputi masa lampau (Megawati
seorang putri dari presiden pertama di Indonesia. Megawati pernah menjabat sebagai presiden wanita
pertama di Indonesia), masa kini (kedudukan Megawati yang sangat dihormati oleh
beberapa kalangan), dan masa yang akan datang (harapan-harapan juga keinginan
Megawati ke depannya). Ketiganya mempengaruhi individu dalam berperilaku pada
suatu waktu.
Lingkungan menjadi bagian yang mempengaruhi tingkah laku Megawati yang
mencalonkan kembali dirinya sebagai presiden. Salah satu contoh yaitu
keberadaan kubu loyalis Mega yang masih menghendaki Mega menjadi presiden di
2014 nanti. Menurut mereka Mega masih pantas memimpin negeri ini.
Dorongan-dorongan seperti ini membawa Mega pada tindakannya. Terlebih, Megawati
memegang kuasa dalam pengusungan capres PDIP di 2014. Kabarnya Megawati juga
menyiapkan berbagai ancang-ancang seperti menerjunkan Prananda Prabowo, anak kedua Mega yang dikenal sebagai 'Mysterious
Man' ini menjadi penerus tahta ibunya. Selain Prananda, yang juga tampak
disiapkan menjadi penerus Mega adalah adik Prananda, Puan Maharani.
Hal ini menggambarkan peran lingkungan masa lampau, masa kini, dan masa
mendatang memberi pengaruh serta penentu tingkah laku individu.
4.
Teori Peran
A.
Jokowi
Dalam Teori Peran, Jokowi
merupakan aktor dalam dunia politik yang dia geluti sekarang. Dan orang lain
yang memiliki hubungan dengan Jokowi disebut target (sasaran). Menurut Biddle
& Thomas ada lima istilah tentang perilaku dalam kaitannya dengan peran:
a. Expectation (harapan)
Jokowi yang sekarang
menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta tentu memiliki expectation dari
masyarakat yang pantas sesuai kedudukannya. Contohnya, masyarakat DKI Jakarta
berharap Jokowi dapat meminimalisir masalah yang ada di ibukota seperti,
banjir, kemacetan, pengangguran, dan sebagainya.
b. Norm (norma)
Norma adalah salah satu
bentuk harapan. Norma ini ada dimasyarakat dalam bentuk harapan terhadap
Jokowi. Misalnya Jokowi diharapkan menjadi pemimpin yang baik dan dapat
memenuhi harapan-harapan rakyatnya.
c. Performance (wujud perilaku)
Wujud perilaku Jokowi
dapat terlihat dari hasil kerja dia sebagai gubernur DKI Jakarta. Ada bebrapa
perubahan pembangunan dan perbaikan yang dia lakukan dalam memajukan kota
Jakarta, walaupun belum sepenuhnya terpenuhi. Disamping perannya sebagai
gubernur Jakarta, Jokowi juga memiliki peran sebagai bawahan dari Mega. Wujud
perilaku Jokowi dapat dilihat dari kepatuhan Jokowi terhadap Mega.
d. Evaluation (penilaian) dan sanction
(sanksi)
Jokowi dalam memainkan
perannya tentu memiliki penilaian dari orang sekitarnya (masyarakat). Oleh
karena itu, ada pro dan kontra terhadap eksistensi Jokowi. Ada yang menilai
baik dan bangga, namun juga ada yang menyayangkan peran Jokowi yang sedang
menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta
malah menjadi capres. Kesan tersebut bagi sebagian orang menganggap Jokowi
seolah-olah melepas tanggung jawabnya sebagai gubernur. Bagaimanapun penilaian
ini diberikan oleh masyarakat menurut persepsi mereka masing-masing.
Dalam kaitannya dengan
peran yang harus dilakukan, tidak semuanya mampu untuk menjalankan peran yang
melekat dalam dirinya. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi kekurangberhasilan
dalam menjalankan perannya. Dalam ilmu sosial, ketidakberhasilan ini terwujud
dalam role conflict dan role strain. Jokowi juga tentunya berpotensi
mengalaminya.
Peran yang dimainkan oleh
Jokowi di dunia politik cukup banyak, dia sebagai Gubernur DKI Jakarta, sebagai
Capres 2014, sebagai bawahan Megawati dan anggota PDIP, sebagai partner kerja di kantor, dan sebagai
pemimpin. Hal ini memicu konflik dalam dirinya karena harapan-harapan atas
peran yang dimainkan ada pertentangan.
Posisi yang di duduki
Jokowi dapat menjadi stresor. Hal ini dikarenakan adanya peran berlebih
dan terjadi konflik peran yang ada pada
dirinya. Jokowi pada saat ini masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta,
namun dia juga mendapat mandat dari Mega sebagi capres. Tentunya ini memicu
kebingungan pada dirinya. Bahkan banyak tudingan masyaarakat yang menganggap
Jokowi adalah bonekanya Mega, konglomerat, negara asing, dan zionis. Dalam
bebarapa kesempatan Jokowi saat diwawancarai terlihat lesu dan tidak
bersemangat menjawab pertanyaan. Hal ini dapat menjadi indikator stress yang dialaminya.
Selain itu, aktivitas khas
Jokowi yang biasa disebut "blusukan" juga menjadi bumerang bagi dia.
Hal ini karena ada pihak-pihak tertentu yang memandang dia sebagai orang yang
terlalu ambisius menjadi presiden RI. Pendapat-pendapat masyarakat tentu
memengaruhi diri Jokowi. Jokowi bahkan berkomentar dengan tegas mengenai
persepsi masyarakat tentang dirinya sebagai capres boneka, "Bu Mega matang
secara pengalaman politik. Dia salah satu mentor saya. Beliau memiliki pengaruh
besar dalam karir politik saya," tegas Jokowi.
Jokowi nampaknya mulai
merasakan ketegangan, konflik, dan stress dalam dirinya. Banyaknya tudingan
pihak-pihak tertentu merupakan stresor utama bagi dia. Ditambah lagi eksistensi
dia di masyarakat mulai menurun. Namun, adanya dukungan pihak lain yang masih
mempercayai Jokowi dapat menjadi penyeimbang peran Jokowi sehingga dia masih
dapat memainkan perannya. Bagaimanapun, Jokowi dapat dikatakan mampu
menjalankan peran-peran yang dia mainkan, walaupun banyak pertentangan yang
terjadi dalam memainkannya.
B.
Megawati
Peran megawati sebagai anak
dari bapak soekarno. Peranan orang tua memang sangat berpengaruh terhadap anak,
tidak banyak jauh perbedaannya antara megawati dengan ayahnya. Terutama dalam
hal memimpin, beliau masih tetap memperjuangkan dan meneruskan kepemimpinan
sang ayah.
Peran megawati sebagai
presiden. Megawati sebagai
presiden(sebagai pemimpin) memiliki prinsip dalam kepemimpinannya, yaitu kejujuran,
kerendahan hati, keteguhan, keikhlasan, dan kesabaran. Sehingga tidak salah kalau megawati merupakan
pemimpin yang baik dan tegas.
Peran megawati sebagai
mantan presiden. Sebagai mantan presiden megawati masih memperlihatkan
kecakapannya dalam memegang sebuah jabatan yakni sebagai tokoh sentral ditubuh PDIP atau dengan kata
lain, sebagai otaknya dalam partai PDIP.
Peran megawati sebagai ketua
umum partai PDIP. Megawati semakin menunjukan jati dirinya sebagai mantan
presiden dengan kepemimpinan yang sangat tegas, yang tujuannya tentu saja untuk memajukan
partainya menjadi partai nomor satu di negeri ini. Salah satunya dengan cara
memberikan mandat kepada Jokowi untuk menjadi capres partainya.
Peran-peran
yang dimainkan oleh Megawati banyak berpengaruh terhadap dirinya, terlebih yang
dijalaninya adalah peran berlebih. Hal ini dapat memicu ketegangan dalam
dirinya. Dalam teori peran, individu memiliki cara untuk menyesuaikan perannya,
salah satunya adalah keselarasan peran dan pengetahuan mengenai peran yang
diemban. Hal ini dapat dibuktikan bahwa Megawati berhasil memainkan perannya
dengan baik lewat sikap yang dia tampilkan dipublik.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari analisis yang kami lakukan, kami dapat
menyimpulkan sebagai berikut:
1. Sikap Jokowi sekarang adalah peduli, tegas,
sederhana, dan berani menantang cemoohan orang-orang mengenai dirinya. Selain
itu, Jokowi juga memiliki sikap yang patuh terhadap Mega yang memberinya mandat
sebagai capres Pemilu 2014. Sedangkan sikap Mega terlihat bijak dalam
menghadapi stigma mengenai dirinya yang dianggap masih terobsesi menjadi
presiden. Beliau memutuskan menjadikan Jokowi sebagai capres dengan berbagai
pertimbangan. Hal diatas dapat diketahui bahwa sikap itu terbentuk dari
interaksi sosial mereka.
2. Dalam teori self yang telah dianalisis melalaui
sudut pandang Jokowi dapat disimpulkan bahwa Jokowi memiliki konsep diri
positif, harga diri tinggi, manajemen diri yang baik, dan memiliki presentasi
diri khas yang biasa disebut dengan “blusukan”. Hal tersebut juga tidak jauh
berbeda dengan diri Mega yang memiliki konsep diri positif dan tersetuktur.
Mega juga memiliki harga diri dan efikasi diri yang tinggi. Dalam presentasi
diri Mega memang lebih kemetode promosi diri, namun akhir-akhir ini Mega juga
terlihat sering melakukan “blusukan” bersama Jokowi.
3. Teori Medan ibarat lingkungan yang memengaruhi
kepribadian seseorang. Di sini jelas kepribadian Jokowi dipengaruhi oleh
lingkungannya, terutama lingkungan dalam lingkup politik. Dan Mega pun demikian
yang memiliki lingkungan politik yang kental bahkan sejak dia muda, hal ini
mengingat dia adalah anak dari pelopor kemerdekaan Indonesia.
4. Baik Jokowi ataupun Mega, mereka memiliki
masing-masing peran yang diemban. Mereka sama-sama memiliki peran berlebih yang
dapat saja memicu ketegangan dalam dirinya. Namun hal ini nampak terlihat
baik-baik saja karena mereka tidak menunjukkan sikap yang mengarah destruktif
atau agresif, hal tersebut karena mereka dapat menyesuaikan diri dengan peran
yang mereka emban masing-masing. Melalui peran yang mereka emban, secara tidak
langsung mereka juga memiliki harapan-harapan masyarakat mengenai perannya dan
mereka pun juga menjadi objek penilaian dari masyarakat itu sendiri.
3.2. Saran
Berdasarkan analisis yang kami lakukan, kami
memiliki beberapa saran mengenai topik tentang Jokowi-Mega yang sedang hangat
dimasyarakat. Berikut adalah saran kami:
1. Sebagai aktor, Jokowi-Mega hendaknya memiliki
sikap yang sesuai peran yang mereka emban. Terutama mereka ada dalam kancah
politik yang merupakan sorotan masyarakat mengenai keberhasilan bangsa ini.
Jokowi-Mega juga sebaiknya dapat bersikap netral dan bijak terhadap stigma
masyarakat mengenai mereka.
2. Untuk masyarakat sendiri, sebaiknya kita dapat
berpikir kritis. Kita harus dapat membedakan yang mana fakta dan yang mana isu
tidak jelas. Dalam menilai seseorang, kita hendaknya dapat berpikir reflektif
sehingga jelas kebenarannya.
3. Menjelang pemilihan presiden Juni 2014 mendatang,
sebaiknya kita sebagai warga negara yang baik dapat berkontribusi dengan jujur
dan bersih. Selain itu, diharapkan dengan adanya analisis yang kami lakukan ini
dapat menambah pengetahuan mengenai calon presiden yang akan kita pilih.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, SW.
2011.Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers
Soekanto, S. 1986.
Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers
Djaali, H. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
0 comments