­
­

Paper Analisis Kasus Dalang-Wayang di Panggung Politik PDIP Psikologi Sosial dalam Perspektif Politik

By Gusti Gina - Sunday, May 04, 2014


Analisis Kasus
Dalang-Wayang di Panggung Politik PDIP
Psikologi Sosial dalam Perspektif Politik
Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial II

Dosen Pengampu :
Rusdi Rusli, M.Psi, Psikolog
Neka Erlyani, S.Psi, M.Psi, Psikolog




Disusun oleh:
Kelompok 1
Choerunnisa Mutiara A.                     (I1C112058)
Nadya Khairina                                  (I1C112215)
Gusti Gina Madinatul Munawarni        (I1C113080)
Rizki Amelia                                       (I1C113024)
Faizah                                                 (I1C113062)
Suzanti Rizky Handayani                     (I1C113014)
Aserina Julianti D.                               (I1C113212)
Wiwin Widayanti                                (I1C113220)
Anggi Diono Kusuma                         (I1C113034)



PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2014


KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah analisis kasus ini yang berjudul "Dalang-Wayang di Panggung Politik PDIP"Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini, baik secara moril maupun materil sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik, lancar, dan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penyusunan dan penulisan makalah ini. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.


Banjarbaru, 28 April 2014



Tim Penyusun 





DAFTAR ISI


Kata Pengantar ..............................................................................................      i
Daftar Isi .......................................................................................................      ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................     iii
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................     iii
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................     iii
1.4 Metode Penulisan .....................................................................................     iv
1.5 Sistematika Penulisan ...............................................................................     iv

BAB II Kasus
Kasus..............................................................................................................      1

BAB III PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Teoritis.......................................................................................      6
2.1 Analisis Kasus ..........................................................................................     20
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..............................................................................................     32
3.2 Saran ........................................................................................................     32

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................     34



BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Ada fenomena menarik yang muncul dari sejumlah pelaksanan politik di Indonesia. Fenomena menarik itu diantaranya adalah munculnya sosok figur yang begitu fenomenal, yaitu Jokowi yang dinaungi oleh PDIP. Peran figur menjadi hal yang sangat signifikan dalam memenangkan pertarungan politik. Karier Jokowi makin lama makin meningkat dan eksistensinya pun semakin diakui oleh masyarakat. Namun, Jokowi tetaplah bawahan dari Ketua Umum PDIP, yakni Megawati Soekarno Putri. Sekarang Jokowi-Mega sering tampil bersama diberbagai media massa, baik media cetak ataupun media elektronik.
Jokowi yang sekarang menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta mendapatkan mandat dari Megawati untuk menjadi capres 2014 dipemilu mendatang. Dari pernyataan tersebut banyak terdapat pro-kontra dimasyarakat. Berbagai berita mengenai kedua publik figur tersebut menjadi topik hangat dimasyarakat. Berbagai pertanyaan bermunculan di masyarakat mengenai sikap Mega khususnya. Megawati yang dianggap masih berambisi menjadi presiden, ternyata dapat berbesar hati menunjuk Jokowi menjadi capres. Hal ini mengundang dugaan-dugaan masyarakat. Berbagai pernyataan yang positif dan negatif pun menjurus ke Jokowi-Mega. Dalam paper inilah tim penulis akan menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi dengan menggunakan teori-teori psikologi sosial.

1.2         Rumusan Masalah
                  1.            Apa kasus yang dianalisis?
                  2.            Apa saja teori yang digunakan dalam analisis kasus tersebut?
                  3.            Bagaimana analisis kasus berdasarkan teori yang digunakan?
1.3         Tujuan
1.3.1     Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Sosial II
1.3.2                    Tujuan Khusus
1.           Untuk mengetahui kasus mengenai politik yang terkini
2.           Untuk mengetahui teori psikologi sosial apa saja yang dapat digunakan dalam analisis kasus bidang politik
3.           Untuk memahami kasus lewat penganalisisan menggunakan teori psikologi sosial
1.4 Metode
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah menggunakan metode studi pustaka yang mengambil sumber dari beberapa buku dan internet. Dan metode kedua adalah metode analisis, yakni dengan mengadakan analisis kasus berdasarkan tinjauan teoritis psikologi sosial.

1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari empat bab yaitu pendahuluan, kasus, pembahasan, dan penutup. Pada bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Pada bab kasus, penulis menggambarkan kasus yang akan dianalisis. Pada bab pembahasan terdapat uraian teori yang digunakan dan hasil analisis kasus. Pada bab penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
KASUS
Banyaknya berita mengenai Jokowi-Mega di media massa menjadi perhatian publik yang menarik. Tim penulis telah megumpulkan berbagai sumber mengenai kasus fenomena Jokowi-Mega yang dianggap sebagai dalang-wayang di panggung politik Indonesia.
PDIP menyusun skenario duet Mega-Jokowi di Pilpres 2014. Rupanya ambisi Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk mengejar kursi presiden masih membara. PDIP saat ini terbelah dua. Pertama adalah kubu loyalis Mega yang menghendaki Mega jadi presiden di 2014 nanti, salah satunya menduetkan dengan Jokowi. Duet ini dianggap laku dan bisa mengantar Mega ke kursi Istana. Salah satu yang menggelorakan duet Mega-Jokowi adalah Bendahara Umum PDIP Olly Dondokambey. Menurut Olly, Mega masih pantas memimpin negeri ini, duet dengan Jokowi mempermudah kemenangan Mega. Sementara suara lainnya adalah generasi muda di PDIP yang mendorong pencapresan Jokowi. Mereka tak malu-malu membuka peluang pencapresan Jokowi. Meskipun mereka tahu persis Mega yang paling berkuasa soal siapa capres yang akan diusung PDIP di 2014. Salah satu yang bersuara positif ke pencapresan Jokowi adalah Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait.
Kubu muda mencoba menyadarkan Mega bahwa dalam menentukan capres PDIP harus mendengarkan aspirasi rakyat. Maruarar memainkan dorongannya dengan lembut. Dia mencontohkan PDIP selama ini selalu memperhatikan aspirasi publik. Maruarar mencontohkan, PDIP menolak kenaikan harga BBM karena kuatnya aspirasi publik. "Kalau diabaikan dapat menjadi respons negatif, pertimbangan itu yang diambil dalam kebijakan PDIP," katanya. Namun untuk urusan RI 1, Mega tak mau dinego. Makanya keluarlah peringatan keras itu untuk salah seorang politikus muda PDIP yang menggelorakan pencapresan Jokowi.
Banyaknya jumlah pemuda di Indonesia menjadi salah satu alasan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengusung Joko Widodo alias Jokowi sebagai calon presiden. PDIP membidik suara para pemilih muda untuk memenuhi target 20% suara dalam pemilihan legislatif sehingga bisa mengusung capres tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Menurut Megawati, banyak pihak yang memberikan ancaman dan gangguan terhadap pencapresan Jokowi. Untuk itu, dia berharap agar rakyat bersatu dan tetap melanjutkan cita-cita Jokowi menjadi presiden. "Sekarang keadaan menjadi berbeda jika kita tidak sampai 20% maka kita tidak bisa mencalonkan presiden dari PDIP," ujar dia.
Jokowi sangat potensial karena dekat dengan rakyat. Kalau kedekatan dengan rakyat, iya. Yang belum teruji itu maksudnya, siklus pemerintahan tata kelola itu apakah dia mampu mengelola perencanaan dan penganggaraan untuk prioritas pemenuhan hak rakyat, itu kan belum teruji. Karena dia urusannya belum selesai," Selain itu, Jokowi dianggap sangat dekat dengan Ketua Umum PDIP yakni Megawati Soekarnoputri dan terkesan sangat manut. Namun, untuk memimpin Indonesia Jokowi harus perlahan menarik diri dari bayang-bayang Mega.
"Tapi kan sekarang orang butuh perubahan, orang butuh yang mau mendengarkan suara rakyat, orang yang mau datang ke mereka, itu saja. Saya kira proses sebagian besar kenapa dia akan dipilih ya kedekatan itu, belum ke substantif," katanya.
Desakan agar Jokowi maju dalam pemilihan presiden menguat belakangan ini. Jokowi dalam survei terakhir disebut menjadi raja di dunia maya. Kelompok Pro Jokowi Jakarta juga memilih berseberangan dengan kelompok Pro Mega di Blitar. Ujian yang dimaksud Maruarar misalnya adalah kepemimpinan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta. Menurut dia, lolos tidaknya Jokowi tergantung apakah mantan Wali Kota Surakarta ini bisa menyelesaikan masalah Ibu Kota. Ujian yang lain adalah bagaimana Jokowi menunjukkan kematangan dalam berpolitik. Apakah dia termasuk orang yang loyal, teruji atau ambisius dengan jabatan.
Saya yakin beliau punya loyalitas kepada partai," kata Maruarar. Sejauh ini, Maruarar menilai Jokowi bukan tokoh yang ambisius. Ketika banyak orang bersedia mengusung, Jokowi tetap mengatakan patuh kepada keputusan partai. Padahal, kata Maruarar, PDI Perjuangan belum pasti akan menyorongkannya sebagai calon presiden. Inilah yang menunjukkan bahwa Jokowi mempunyai kesantunan politik yang tinggi. Maruarar menuturkan bahwa Megawati tidak bisa ditekan dalam membuat keputusan. Dia justru memuji kematangan Megawati karena tidak pernah cemburu atas elektabilitas Jokowi yang jauh di atasnya. Hubungan keduanya sangat harmonis karena Jokowi dua kali didukung sebagai calon wali kota dan direkomendasikan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.
Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Puan Maharani membacakan surat perintah harian yang ditulis Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri yang memberikan mandat kepada Joko Widodo sebagai calon presiden pada Pemilu 2014. Surat perintah ini dibacakan Puan di Kantor DPP PDI-P di Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (14/3/2014).Berikut ini adalah tiga poin pada surat perintah harian tersebut:
"Perintah Harian: Merdeka!"
"Saya, selaku Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; kepada seluruh rakyat Indonesia yang mempunyai mata hati, keadilan, dan kejujuran di mana pun kalian berada!
1. Dukung Bapak Joko Widodo sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
2. Jaga dan amankan jalannya pemilu legislatif terutama di TPS-TPS dan proses penghitungan yang berjalan dari segala bentuk kecurangan dan intimidasi.
3. Teguh dan tegarkan hati dalam mengawal demokrasi di Republik Indonesia tercinta.
Pesan harian ini kami harap disebarkan pada seluruh rakyat Indonesia," ujar Puan.
Sebelumnya, Jokowi telah menyatakan siap menjadi capres dari PDI Perjuangan. Dia mengaku sudah menerima mandat dari Megawati. "Saya telah mendapatkan mandat dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi capres dari PDI Perjuangan," kata Jokowi saat melakukan blusukan di Rumah Pitung di Marunda, Jakarta Utara, Jumat (14/3/2014). "Dengan mengucap bismillah, saya siap melaksanakan," kata Jokowi lagi, sekitar pukul 14.49 WIB. Pada Rabu (12/3/2014), Megawati bersama Jokowi sempat berziarah ke makam Proklamator RI Ir Soekarno di Blitar.  Dukungan Megawati ini disampaikan dua hari menjelang kampanye rapat umum terbuka untuk pemilu legislatif yang mulai berlangsung pada Minggu (16/3/2014). Pada Minggu mendatang, PDI Perjuangan akan memulai kampanye di sejumlah kota di Indonesia, mulai dari Jawa Barat, Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, dan Papua.
Capres PDIP Jokowi dikenal sangat patuh terhadap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Bahkan, beberapa kalangan menyebutnya sebagai 'boneka' Megawati. Namun, pria bernama lengkap Joko Widodo itu mengku tak jarang berselisih paham dengan Megawati. Pemikiran yang berbeda terhadap beberapa hal menjadi akar perselisihan itu. Salah satunya terkait lokasi deklarasi capres. Pada 14 Maret 2014 lalu, Jokowi mendeklarasikan diri sebagai capres setelah mendapatkan mandat sebagai capres PDIP di rumah si Pitung, Marunda, Jakarta Utara. Sementara Ketua DPP PDIP Puan Maharani di kantor DPP PDIP di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, membacakan mandat berupa tulisan tangan Megawati untuk Jokowi sebagai capres.
Pakar komunikasi politik Tjipta Lesmana menilai, persepsi yang menyebutkan capres adalah sebuah boneka, karena akan 'diatur-atur' jika tidak mengemban jabatan ketua umum ataupun posisi strategis dalam partai. Ia mencontohkan ketika PDIP mengusung Jokowi sebagai capres. Tjipta menuturkan, selain PDIP ada satu partai lagi yang jika mengusung capres akan disebut sebagai capres boneka. Partai yang dimaksud Tjipta adalah Demokrat.
Politisi Partai Gerindra Yudi Syamhudi Suyuti juga mengaku, partainya tidak khawatir terhadap pencapresan Joko Widodo yang dijagokan PDIP. Meski
gerakan Jokowi dan PDIP secara fatamorgana terlihat besar, namun Gerindra melihat hal itu sebenarnya sangat kecil. Menurut dia, meski di belakang kekuatan politiknya diduga ada pemodal besar, namun semua itu tidak ada artinya dengan komitmen dan konsiten perjuangan untuk rakyat dan kebangsaan.



BAB III
PEMBAHASAN
A.    Tinjauan Teoritis
A.1. Teori Sikap
Trow (Trow, op cit, hlm. 109) mendefinisikan sikap sebagai suatu kesiapan mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat. Trow lebih menekankan pada kesiapan mental atau emosional seseorang terhadap suatu objek. Sementara itu Allport seperti dikutip oleh Gable (Robert K. Gable, Instrument Development In Affective Domain, (Boston: Kluwer)) mengemukakan bahwa sikap adalah suatu kesiapan mental dan saraf yang tersusun melalui pengalaman dan memberikan pengaruh langsung kepada respons individu terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan denagn objek itu.
Definisi sikap menurut Allport menunjukkan bahwa sikap itu tidak muncul seketika atau dibawa lahir, tetapi disusun dan dibentuk melalui pengalaman serta memberikan pengaruh langsung kepada respons seseorang. Harlen (Wyne Harlen, Teaching and Learning Primary Science, (London : Row Publisher, 1985), hlm. 44-45) mengemukakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kecenderungan seseorang untuk bertindak dalam menghadapi suatu objek atau situasi tertentu.
Sikap Sosial di Lingkungan Kerja
Teori yang melandasi sikap sosial seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat bahwa kecenderungan tindakan seseorang terhadap sesama di suatu lingkungan tertentu disebut sikap sosial (Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1976), hlm 20). Sikap tersebut merupakan hasil kecenderungan reaksi terhadap lingkungannya, termasuk di dalamnya lingkungan tempat bekerja.
Dapat diidentifikasi seorang pekerja yang memiliki sikap sosial yang baik  akan ditandai dengan:
1.      Kesadaran manusia terhadap hakikat hidupnya ditengah-tengah teman sejawat,
2.      Kesadaran akan kelemahannya, sehingga segala aspek tergantung sesama,
3.      Kecenderungan memiliki kerelaan untuk selalu dapat memelihara hubungan baik dengan sesama, dan
4.      Kecenderungan memiliki kerelaan untuk menyenagkan orang lain.
(Indikator ini juga dijadikan kriteria EQ sebagai bagian dari sikap sisoal oleh Patricia Patton, seperti dalam Patton, op cit. hlm. 52-55)
            Sikap terhadap Tugas
      Contoh lain, sehubungan dengan kecenderungan tingkah laku, Harlen mengemukakan bahwa terdapat lima ciri khas kecenderungan tingkah laku seseorang yang bisa dijadikan indikator sikap terhadap tugas, yaitu
  1. Hasrat ingin tahu
Adalah sifat seseorang yang ingin mengetahui apa saja yang ada disekitar. Dalam pikiran orang tersebut selalu timbul berbagai pertanyaan, dimana ia selalu berusaha untuk mencari jawabannya, baik dengan bertanya kepada orang lain maupun dengan mencari sendiri jawabannya. Dalam proses penyelesaian tugas, sifat ingin tahu ini sangat membantu pimpinan dalam mengelola perusahaan.
  1. Respek kepada fakta
Adalah suatu sifat dimana pekerja selalu merasa tidak puas dengan pertanyaan atau penjelasan pimpianan tanpa fakta yang mendasari pertanyaan itu. Untuk fakta diatas, dituntut suatu ketekunan, pandangan yang terbuka, dan keinginan untuk memikirkan atau mempermasalahkan ide-ode yang tidak sesuai dengan  fakta.
  1. Fleksibel dalam berpikir dan bertindak
Adalah suatu sifat seseorang yang tidak kaku, moderat dan mau diajak kompromi, dan cepat menyesuaikan dengan lingkungan.
  1. Mempunyai pikiran kritis
Adalah suatu sifat pada diri seseorang yang tidak mau menerima begitu saja apa yang dikatakan oleh orang lain, tanpa pemikiran rasional dan kritis. Pekerja selalu mempunyai ide baru dan berkeinginan untuk meningkatkan atau mengubahb ide lama yang tidak sesuai lagi dengan kenyataan yang ada sekarang.
  1. Peka terhadap lingkungan dan kehidupan
Adalah suatu sifat seseorang dimana ia selalu sensitif terhadap apa saja yang ada disekitarnya.
Pekerja yang mempunyai sifat seperti ini biasanya cepat tanggap dalam setiap permasalahan yang dihadapinya, tidak bersifat acuh atau masa bodoh, selalu bertanggung jawab terhadap semua pekerjaan yang dibebankan kepadanya dan selalu mencintai lungkungan.

A.2. Teori Self
Regulasi Diri merupakan kemampuan untuk mengontrol perilaku sendiri dan salah satu dari sekian penggerak utama kepribadian manusia. Bandura menawarkan tiga tahapan dalam proses regulasi diri : 1. pengamatan diri, kita melihat diri dan perilaku kita sendiri, serta terus mengawasinya. 2. Penilaian, membandingkan apa yang kita lihat pada diri dan perilaku kita dengan standart ukuran. 3. Respons diri, terjadi setelah ,membandingkan diri dengan standar ukuran tertentu, dan memberikan imbalan respon diri pada diri sendiri.
Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan. seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi. Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya.
Para ahli psikologi juga berbeda pendapat dalam menetapkan dimensi-dimensi konsep diri. Calhoun dan Acocella (1990) misalnya, menyebutkan dimensi utama dari konsep diri, yaitu: dimensi pengetahuan, dimensi pengharapan, dan dimensi penilaian. Paul J. Cenci (1993) menyebutkan ketiga dimensi konsep diri dengan istilah: dimensi gambaran diri (sell image), dimensi penilaian diri (self-evaluation), dan dimensi cita-cita diri (self-ideal). Sebagian ahli lain menyebutnya dengan istilah: citra diri, harga diri dan diri ideal.
Dimensi pertama dari konsep diri menurut Calhoun dan Acocella adalah apa yang kita ketahui tentang konsep diri atau penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Gambaran diri tersebut pada gilirannya akan membentuk citra. diri. Gambaran diri tersebut merupakan kesimpulan dari: pandangan kita dalam berbagai peran yang kita pegang, seperti sebagai orangtua, suami atau istri, karyawan, pelajar, dan seterusnya; pandangan kita tentang watak kepribadian yang kita rasakan ada pada diri kita, seperti jujur, setia, gembira, bersahabat, aktif, dan seterusnya; pandangan kita tentang sikap yang ada pada diri kita; kemampuan yang kita miliki, kecakapan yang kita kuasai, dan berbagai karakteristik lainnya yang kita lihat melekat pada diri kita. Singkatnya, dimensi pengetahuan (kognitif) dari konsep diri mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi, seperti “saya pintar”, “saya cantik”, “saya anak baik”, dan seterusnya. Dimensi kedua dari konsep diri adalah dimensi harapan mau diri yang dicita-citakan dimasa depan. Ketika kita mempunyai sejumlah pandangan tentang siapa kita sebenarnya, pada saat yang sama kita juga mempunyai sejumlah pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa diri kita di masa mendatang. Singkatnya, kita juga mempunyai pengharapan bagi diri kita sendiri. Pengharapan ini merupakan diri-ideal (self-ideal) atau diri yang dicita-citakan. Dimensi ketiga konsep diri adalah penilaian kita terhadap diri kita sendiri. Penilaian konsep diri merupakan pandangan kita tentang harga atau kewajaran kita sebagai pribadi. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), setiap hari kita berperan sebagai penilai tentang diri kita sendiri, menilai apakah kita bertentangan: 1) pengharapan bagi diri kita sendiri (saya dapat menjadi apa), 2) standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya seharusnya menjadi apa). Hasil dari penilaian tersebut membentuk apa yang disebut dengan rasa harga diri, yaitu seberapa besar kita menyukai konsep diri. Orang yang hidup dengan standar dan harapan-harapan untuk dirinya sendiri—yang menyukai siapa dirinya, apa yang sedang dikerjakannya, dan akan kemana dirinya – akan memiliki rasa harga diri yang tinggi (high self-esteem). Sebaliknya, orang yang terlalu jauh dari standar dan harapan-harapannya akan memiliki rasa harga diri yang rendah (lowself-esteem). Dengan demikian dapat dipahami bahwa penilaian akan membentuk penerimaan terhadap diri (self-acceptance), serta harga diri (self-esteem) seseorang.
Harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab besar untuk dapat memenuhi kebutuhan harga diri anak (siswanya), melalui pemberian kasih sayang  yang tulus sehingga  anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sehat, yang didalamnya terkandung perasaan  harga diri yang stabil dan mantap. Disinilah, tampak arti penting peran orang tua dan guru sebagai fasilitator. Pentingnya pemenuhan kebutuhan harga diri individu, khususnya pada kalangan remaja, terkait erat dengan dampak negatif jika mereka tidak memiliki harga diri yang mantap. Mereka akan mengalami kesulitan dalam menampilkan perilaku sosialnya, merasa inferior dan canggung. Namun apabila kebutuhan harga diri mereka dapat terpenuhi secara memadai, kemungkinan mereka akan memperoleh sukses dalam menampilkan perilaku sosialnya, tampil dengan kayakinan diri (self-confidence) dan merasa memiliki nilai dalam lingkungan sosialnya.
Presentasi diri (self presentation) adalah upaya untuk menumbuhkan kesan (yang umumnya) baik di depan orang lain dengan cara menata perilaku. Ada berbagai cara untuk menumbuhkan kesan positif dan menarik di depan orang lain. Pakaian yang kita pakai adalah sesuatu yang sangat menentukan kesan orang lain terhadap kita. Bahasa yang kita gunakan, logat yang kita ucapkan , cara bicara, gerakan tangan, cara berjalan adalah merupakan komponen-komponen citra diri yang akan menentukan kesan diri kita di hadapan orang lain.
A.3. Teori Medan
Ciri-ciri utama dari teori medan Lewin dapat diringkaskan sebagai berikut: (1) tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu tingkah laku itu terjadi, (2) analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian-bagian komponennya dipisahkan, dan (3) orang yang konkrit dalam situasi yang konkrit dapat digambarkan secara matematis. Lewin  juga menekankan kukuatan-kekuatan yang mendasari (kebutuhan-kebutuhan) sebagai penentu tingkah laku dan lebih menyukai gambaran-gambaran psikologi tentang medan daripada gambaran fisik atau fisiologiknya. Medan didefinisikan sebagai “keseluruhan fakta-fakta yang berkoeksistensi yang dipandang sebagai saling tergantung”.
Menurut Lewin, pribadi adalah heterogen, terbagi menjadi bagian bagian yang terpisah meskipun saling berhubungan dan saling bergantung. Daerah dalam personal dibagi menjadi sel sel. Sel sel yang berdekatan dengan daerah konseptual motor disebut sel sel periferal: sel sel dalam pusat lingkaran disebut sel sel sentral.
Sistem motor bertidak sebagai suatu kesatuan karena biasanya lahannya dapat melakukan suatu tindakan pada satu saat. Begitu pula dengan sistem perseptual artinya orang hanya dapat memperhatikan dan mempersepsikan satu hal pada satu saat. Bagian bagian tersebut mengadakan komunikasi dan interdependen; tidak bisa berdiri sendiri.
Konsep-konsep dinamika pokok dari Lewin yakni kebutuhan energi psikis, tegangan, kekuatan atau vektor dan valensi. Konstruk konstruk dinamik ini menentukan lokomosi khusus dari individu dan cara ia mengatur struktur lingkungannya. Lokomosi dan perubahan perunahan struktur berfungsi mereduksikan tegangan dengan cara memuaskan kebutuhan. Suatu tegangan dapat direduksikan dan keseimbanagan dipulihkan oleh suatu lokomosi substitusi. Proses ini menuntut bahwa dua kebutuhan erat bergantungan satu sama lain sehingga pemiasan salah satu kebutuhan adalah melepaskan tegangan dari sistem kebutuhan lainnya.
Akhirnya, tegangan dapat direduksikan dengan lokomosi lokomosi murni khayalan. Seseorang yang berkhayal bahwa ia telah melakukan suatu perbuatan yang sulit atau menempati suatu jabatan yang tinggi mendapat semacam kepuasan semu dari sekedar berkhayal tentang keberhasilan
Lingkungan psikologi adalah konsep yang sangat mudah berubah. Dinamika dari lingkungan dapat berubah dengan 3 cara yakni:
1.             Perubahan valensi: Region bisa berubah secara kuantitatif-valensinya semakin positif atau semakin negatif,atau berubah secara kualitatif dari positif menjadi negatif atau sebaliknya region baru bisa muncul dan region lama bisa hilang.
2.             Perubahan vektor: Vektor mungkin dapat berubah dalam kekuatan dan arahnya.
3.             Perubahan Bondaris: Bondaris mungkin menjadi semakin permeabel atau semakin tidak permeabel,mungkin muncul sebagai bondaris atau tidak muncul sebagai bondaris.

A.4. Teori Peran
Teori Peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi.
Dalam ketiga bidang ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seseorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu.
Posisi aktor dalam teater (sandiwara) itu kemudian dianalogikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Sebagaimana halnya dalam teater, posisi orang dalam masyarakat sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitan dengan adanya orang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut pandangan inilah disusun teori-teori peran.
Sebetulnya cukup banyak teori peran dalam psikologi. Namun, karena keterbatasan tempat, pembicaraan akan dipusatkan pada teori Biddle & Thomas (1996) saja, dengan di sana-sini bilamana perlu akan disinggung pula teori-teori dari penulis-penulis lain secara sepintas.
Dalam teorinya Biddle & Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalam empat golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut :
a.       Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi social.
b.      Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut.
c.       Kedudukan orang-orang dalam perilaku.
d.      Kaitan antara orang dan perilaku.
Orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi dalam dua golongan sebagai berikut:
a.         Aktor (actor, pelaku), yaitu orang yang sedang berperilaku menuruti suatu peran tertentu.
b.        Target (sasaran) atau orang lain (other), yaitu orang yang mempunyai hubungan dengan aktor dan perilakunya.
Aktor maupun target bisa berupa individu-individu ataupun kumpulan individu (kelompok). Hubungan antar kelompok dengan kelompok misalnya terjadi antara sebuah paduan suara (aktor) dan pendengaran (target).
Istilah “aktor” kadang-kadang diganti dengan person, ego, atau self. Sedangkan “target” kadang-kadang diganti gengan istilah alter-ego, alter, atau non-self. Dengan demikian, jelaslah bahwa teori peran sebetulnya dapat diterapkan untuk menganalisis setiap hubungan antardua orang atau antarbanyak orang. Jadi, termasuk juga hubungan POX (dari Heider) dan hubungan ABX (dari New Comb).
Cooley (1902) dan Mead (1934) menyatakan bahwa hubungan aktor-target adalah untuk membentuk identitas aktor (person, self, ego) yang dalam hal ini dipengaruhi oleh penilaian atau sikap oaring-orang lain (target) yang telah digeneralisasikan oleh aktor.
Secord & Backman (1964) menyatakan bahwa aktor menempati posisi pusat (focal position), sedangkan target menempati posisi padanan dari posisi pusat tersebut (counter position). Dengan demikian, maka target berperan sebagai pasangan (partner) bagi aktor. Hal ini terlihat misalnya pada hubungan ibu-anak, suami-istri atau pemimpin-anak buah.
Menurut Biddle & Thomas ada lima istilah tentang perilaku dalam kaitannya dengan peran:
a.       Harapan tentang Peran
Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain (pada umumnya) tentang perilaku yang pantas, yang seyogianya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu.
b.      Norma
Orang sering mengacaukan istilah “harapan” dengan “norma”. Namun, menurut Secord & Backman (1964) “norma” hanya merupakan salah satu bentuk “harapan”.  Jenis-jenis harapan menurut Secord & Backman adalah sebagai berikut :
1)      Harapan yang bersifat meramalkan (anticipatory), yaitu harapan tentang suatu perilaku yang akan terjadi.
2)     Harapan normative (atau, menurut Mc David & Hariri: prescribed role-expectation) adalah keharusan yang menyertai suatu peran. Biddle & Thomas membagi lagi harapan normative ini ke dalam dua jenis :
·         Harapan yang terselubung (covert): harapan itu tetap ada walaupun tidak diucapkan,
·         Harapan yang terbuka (overt): harapan yang diucapkan misalnya ayah meminta anaknya agar menjadi orang yang bertanggung jawab dan rajin belajar. Harapan jenis ini dinamai tuntutan peran (role demand). Tuntutan peran melalui proses internalisasi dapat menjadi norma bagi peran yang bersangkutan.
c.       Wujud Perilaku dalam Peran
Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Berbeda dari norma, wujud perilaku ini nyata, bukan sekedar harapan. Dan berbeda pula dari norma, perilaku yang nyata ini bervariasi, berbeda-beda dari satu aktor ke aktor yang lain.
Variasi ini dalam teori peran dipandang normal dan tidak ada batasnya. Persis dalam teater, di mana tidak ada dua aktor yang bisa betul-betul identik dalam membawakan suatu peran  tertentu. Bahkan satu aktor bisa berbeda-beda cara membawakan suatu peran tertentu pada waktu yang berbeda. Oleh karena itu, teori peran tidak cenderung mengklasifikasikan istilah-istilahnya menurut perilaku khusus, melainkan berdasarkan klasifikasinya pada sifat asal dari perilaku dan tujuannya (atau motivasinya). Jadi, wujud perilaku peran dapat digolongkan misalnya ke dalam jenis hasil kerja, hasil sekolah, hasil olahraga, pendisiplinan anak, pencarian nafkah, pemeliharaan ketertiban dan sebagainya.
c.       Penilaian dan sanksi
Jelaslah bahwa peran dilihat wujudnya dari tujuan dasarnya atau hasil akhirnya, terlepas dari cara mencapai tujuan atau hasil tersebut. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan adanya cara-cara tertentu dalam suatu peran yang mendapat sanksi dari masyarakat.
Sarbin menyatakan bahwa perwujudan peran (dalam istilah Sarbin: role enactment) dapat dibagi-bagi dalam tujuh golongan menurut intensitasnya. Intensitas ini diukur berdasarkan keterlibatan diri (self) aktor dalam perang yang dibawakannya. Tingkat intensitas yang rendah adalah keadaan di mana diri aktor sangat tidak terlibat. Perilaku peran dibawakan secara otomatis dan mekanistis saja. Sedangkan tingkat yang tertinggi akan terjadi jika aktor melibatkan seluruh pribadinya dalam perilaku peran yang sedang dikerjakan. Kita ambil caontoh misalnya pemain musik yang setiap malam bertugas menghibur tamu di restoran. Karena sudah terbiasa dengan pekerjaannya, pemusik itu memainkan alat musiknya sambil mengobrol dengan temannya atau sambil melamun. Perwujudan peran pemusik ini adalah pada tingkat intensitasnya yang terendah. Di pihak lain, seorang pemain piano tunggal memainkan sebuah nomor lagu dalam sebuah konser dengan segenap perasaanya dan kosentrasinya. Kepala terangguk-angguk, badannya bergoyang-goyang mengikuti irama lagu. Maka, pemain piano ini mewujudkan perannya dengan intensitas yang tinggi.
Goffman meninjau perwujudan peran ini dari sudut yang lain. Ia memperkenalkan istilah permukaan (front), yaitu untuk menunjukkan perilaku-perilaku tertentu yang diekspresikan secara khusus agar orang lain mengetahuinya dengan jelas peran si pelaku (aktor).
    Ketidakberhasilan Peran
Dalam kaitannya dengan peran yang harus dilakukan, tidak semuanya mampu untuk menjalankan peran yang melekat dalam dirinya. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi kekurangberhasilan dalam menjalankan perannya. Dalam ilmu sosial, ketidakberhasilan ini terwujud dalam role conflict dan role strain.
    Role Conflict
Setiap orang memainkan sejumlah peran yang berbeda, dan kadang-kadang peran-peran tersebut membawa harapan-harapan yang bertentangan. Menurut Hendropuspito [1989], konflik peran (role conflict) sering terjadi pada orang yang memegang sejumlah peran yang berbeda macamnya, kalau peran-peran itu mempunyai pola kelakuan yang saling berlawanan meski subjek atau sasaran yang dituju sama. Dengan kata lain, bentrokan peranan terjadi kalau untuk menaati suatu pola, seseorang harus melanggar pola lain. Setidaknya ada dua macam konflik peran. Yakni, konflik antara berbagai peran yang berbeda, dan konflik dalam satu peran tunggal. Pertama, satu atau lebih peran (apakah itu peran independen atau bagian-bagian dari seperangkat peran) mungkin menimbulkan kewajiban-kewajiban yang bertentangan bagi seseorang. Kedua, dalam peran tunggal mungkin ada konflik inheren.
    Role Strain
Adanya harapan-harapan yang bertentangan dalam satu peran yang sama ini dinamakan role strain. Satu hal yang menyebabkan terjadinya role strain adalah karena peran apapun sering menuntut adanya interaksi dengan berbagai status lain yang berbeda. Sampai tingkatan tertentu, masing-masing interaksi ini merumuskan peran yang berbeda, karena membawa harapan-harapan yang berbeda pula. Maka, apa yang tampak sebagai satu peran tunggal mungkin dalam sejumlah aspek sebenarnya adalah beberapa peran. Misalnya, status sebagai karyawan bagian pemasaran (sales) eceran di sebuah perusahaan, dalam arti tertentu sebenarnya membawa beberapa peran: sebagai bawahan (terhadap atasan di perusahaan itu), sebagai sesama pekerja (terhadap karyawan-karyawan lain di perusahaan itu), dan sebagai penjual (terhadap konsumen dan masyarakat yang ditawari produk perusahaan tersebut).
    Stres Peran
Posisi dimasyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan. Stres peran terdiri dari :
·         Konflik peran, dialami jika peran yang diminta konflik dengan sistem individu atau dua peran yang konflik satu sama yang lain.
·         Peran yang tidak jelas, terjadi jika individu yang diberi peran yang tidak jelas dalam hal perilaku dan penampilan yang diharapkan.
·         Peran yang tidak sesuai, terjadi jika individu dalam proses transisi merubah nilai dan sikap.
·         Peran berlebih, terjadi jika individu menerima banyak peran misalnya, sebagai istri, mahasiswa, perawat, ibu. Individu dituntut melakukan banyak hal tetapi tidak tersedia waktu untuk menyelesaikannya. (Keliat, 1992)
    Faktor-faktor Penyesuaian Peran
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan, yaitu :
a)                Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran
b)               Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan
c)                Kesesuaian dan keseimbangan antarperan yang diemban
d)               Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran
e)                Pemisahan perilaku yang akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peran



B.     Analisis Kasus
1.      Teori Sikap
A.    Jokowi
Dari teori Allport terlihat bahwa sikap yang diperlihatkan Jokowi bukan bawaan dari lahir, melainkan dari pengalamannya dalam memimpin dalam sebuah pemerintahan. Berawal dari seorang Walikota Surakarta, beralih menjadi Gubernur Ibu kota Indonesia membuat Jokowi memiliki pengalaman yang bagus untuk memimpin selain itu juga berasal dari hal/objek yang menurutnya menjadi dasar dalam bersikap yaitu saat dia mempelajari ideologi Soekarno.
Sikap yang diperlihatkan Jokowi menentang semua cemoohan dari partai-partai lain yang mengatakan bahwa Jokowi sangat ambisius untuk menjadi Presiden. Karena Jokowi baru berani mencalonkan diri untuk menjadi calon presiden setelah menerima mandat yang berupa tulisan tangan ibu Megawati. Padahal ketua partai-partai lain yang terlihat sangat ambisius untuk menjadi Presiden, seperti Abu Rizal Bakrie, Prabowo, Wiranto dan lain sebagainya yang mengembor-gemborkan diri tentang baik dan hebatnya mereka kepada publik. Namun berbeda dengan Jokowi yang sudah terkenal sangat merakyat. Figur seperti beliaulah yang diidamkan oleh rakyat.
Jokowi menyadari bahwa jika dia maju untuk jadi calon presiden sendirian, dia tidak akan cukup kuat untuk mengalahkan lawannya. Namun karena mentornya adalah Megawati dan Partainya adalah PDI-Perjuangan yang memiliki peran besar di Indonesia, maka dia pun berani untuk menjadi calon presiden 2014 jika dikaitkan dengan  penjelasan dari indikator no. 2. Kecenderungan memiliki kerelaan untuk menyenangkan orang lain diperlihatkan oleh Jokowi lewat kemauannya untuk maju jadi presiden setelah mendapat mandat agar menyenangkan hati rakyat sekaligus partainya sendiri.
Megawati juga tidak sembarangan dalam memilih Jokowi. Megawati memiliki pandangan-pandangannya sendiri tentang calon presiden dari partainya. Peran Megawati yang besar pada diri seseorang yang membuat orang lain menganggap beliau adalah guru politiknya. Sama seperti yang terjadi pada Jokowi, karena Megawati yang berperangai/bersikap tegas dan keras pada orang lain, sehingga nilai-nilai/ilmu-ilmu yang diberikan pada orang lain membuat beliau sangat dihormati. Megawati terlihat masih berambisi untuk menjadi pemimpin Indonesia tetapi dengan caranya sendiri, yaitu dengan bermain dibalik layar. Dia mungkin tidak bisa mengambil keputusan tentang negeri ini (Indonesia), tetapi dia bisa merubah keputusan itu sesuai pandangannya, jika dia (Megawati) bukan menjadi presiden.
Jokowi sangat menghormati Megawati karena:
·           Latar belakang Megawati yang seorang anak dari  politikus legendaris sekaligus inspirasinya yaitu Ir. Soekarno. Karena saat masih di Solo Jokowi mempelajari ideologi Soekarno.
·           Megawati adalah mentor Jokowi dan juga orang yang mendukung saat akan menjadi Walikota dan orang yang merekomendasikan Jokowi untuk jadi Guberbur Jakarta.
Selain itu Jokowi sangat ingin merubah Indonesia menjadi lebih baik seperti yang  diceritakan ibu Mega dalam orasi politik di Denggung Sleman, Yogyakarta.
Ini adalah sikap yang diperlihatkan Jokowi saat menjabat menjadi Walikota Surakarta ataupun Gubernur DKI Jakarta sekarang. Dia sangat peka terhadap lingkungan, cepat tanggap terhadap masalah yang selalu dihadapi Jakarta, sangat bertanggunga jawab terhadap pekerjaannnya sebagai Gubernur yang terlihat pada sikapnya yang tidak suka membuat janji yang  pasti terwujud atau tidak. Dan dia juga sangat mencintai lingkungan, terbukti dari tindakan-tindakannya yang membenahi Jakarta agar lebih baik.
Jokowi juga memiliki keinginan yang kuat untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik karena ia mempunyai pemikiran yang kritis seperti penjelasan diatas. Jokowi juga memiliki sikap hasrat ingin tahu, yang diperlihatkan pada keberaniannya menjadi capres 2014 ini. Bukan ambisius tetapi ingin mencari tahu permasalah yang sebenarnya dihadapi indonesia dan ingin menyelesaikan permasalahn itu agar indonesia menjadi lebih baik.
B.     Megawati
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
Sikap terbentuk dari adanya interaksi yang dialami oleh individu. Sikap dibentuk sepanjang perkembangan hidup manusia. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, seseorang membentuk sikap tertentu. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain. Berdasarkan teori Sikap tersebut, diaplikasikan di dalam ranah politik Indonesia seperti  kasus yang  lagi hangat-hangatnya  saat ini yaitu isu jika Megawati dikabarkan oleh berbagai media diperkirakan akan mencalonkan diri kembali menjadi calon Presiden dengan menyandingkan Jokowi sebagai Wakil Presiden. Namun, dalam beberapa pendapat mengatakan bahwa ketentuan capres tersebut kehendak aspirasi rakyat. Ketua PDI Perjuangan Maruarar Sirait mengatakan partainya hingga kini belum memutuskan siapa yang akan diusung sebagai calon presiden. Tetapi, pemberitaan akhir-akhir ini  Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri yang memberikan mandat kepada Joko Widodo sebagai calon presiden pada Pemilu 2014.
 Pada Pemilu 2009 lalu, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan masih menjadi tokoh sentral yang tampil langsung melakukan komunikasi politik dengan partai-partai menjelang pemilihan presiden. Lima tahun kemudian, pada Pemilu 2014, Mega seakan "tenggelam". Bukan tanpa peran, melainkan ia seolah bermain di balik layar. Pilihan yang diambil Megawati kali ini merupakan bukti berjalannya proses regenerasi di internal PDI-P. Regenerasi yang dilakukan adalah untuk menjawab desakan publik sekaligus untuk keberlangsungan partai ke depan. Ibu Megawati telah berhasil melakukan kaderisasi sehingga kerja sama politik sudah memercayakan kepada kader yang lebih muda seperti Pak Jokowi. Sesuai dengan teori sikap,  tindakan Megawati tersebut merupakan keadaan yang sangat menguntungkan. Megawati mendapat manfaat besar, demikian pula Jokowi. Hubungan saling menguntungkan ini dalam buku pelajaran Biologi Dasar disebut simbiosis mutualisme. Contoh hubungan ini diibaratkan seperti  ikan hiu dan ikan pembersih yang mengikuti hiu itu kemanapun, atau hubungan mutualisme antara lebah dengan bunga.  Jika diaplikasikan kembali pada teori sikap yaitu sesuai dengan  komponen afektif yaitu yang terdiri dari perasaan positif dan negative yang diasosiasikan dengan objek sikap. Dalam kasus tersebut evaluasi positif dan negative terhadap kerjasama politik  ini  ditunjukkan dengan tanda plus dan minus. Perasaan negative ketum PDIP  terhadap kerjasama dengan  Gubernur DKI Jakarta ini berasal dari perasaan janggal. Karena, di diisukan megawati masih berambisi mengejar kursi presiden masih membara. Tetapi, ada pula perasaan positif  terhadap kerjasama politik ini, seperti  kubu loyalis Mega yang menghendaki dirinya sebagai caloni presiden di 2014 nanti, salah satunya menduetkan dengan Jokowi. Duet ini dianggap laku dan bisa mengantar Mega ke kursi Istana.
Melalui interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 2005).
2.      Teori Self
A.    Jokowi
Jokowi memiliki penghargaan diri yang tinggi, itu dapat dilihat bahwa jokowi punya tujuan yang benar untuk membenahi jakarta sebagai gubernur terpilih dengan sifatnya yang tegas, tidak asal bicara, dan patuh terhadap dedikasinya. Jokowi pun dapat mengatasi hal sulit dalam membenahi Jakarta seperti masalah kemacetan, banjir, dan juga sindiran-sindiran dari lawan politiknya mengenai cara ia membenahi jakarta.                                                               Konsep diri yang dimiliki jokowi termasuk konsep diri yang positif, ia selalu optimis dalam membenahi jakarta, ia pun siap dan patuh melaksanakan mandat untuk menjadi capres dari PDIP. Jokowi dikenal sebagai sosok yang sederhana dan selalu menjalankan amanah yang diberikan dan melaksanakan sebagian janji-janjinya. Selain jadi gubernur Jakarta, ia pun seorang pengusaha furniture yang sukses. Dari sumber terpercaya, diketahui bahwa jokowi selalu melaporkan aset-aset yang dimilikinya kepada KPK sehingga Jokowi dianggap dapat menjadi pemimpin yang bersih dari korupsi. Tetapi Jokowi tidak pernah lepas dari sosok Megawati, Jokowi menggangap Megawati sebagai mentor yang berpengaruh bagi karier politiknya.
Karier politik Jokowi sangat bergantung oleh sosok Megawati. Jokowi menganggap nasihat-nasihat dan keinginan Megawati ialah ought self bagi dirinya atau yang dinginkan oleh lingkungan terhadap dirinya,  sedangkan ideal self yang dinginkan Jokowi yaitu dengan berpolitik yang baik sesuai ideologi Soekarno dan ingin membenahi Indonesia menjadi lebih baik. Actual self  yang kini dimliki jokowi yaitu dalam proses membenahi Jakarta selaku Gubernur Jakarta dan seorang politikus muda yang disukai oleh masyarakat jawa pada khususnya.            Jokowi memiliki konsep diri yang baik dalam berpolitik, itu dapat dilihat dari santunnya Jokowi dalam berpolitik, ia tidak menyinggung lawan politiknya dan jarang tersulut emosi dalam berpolitik. Ia pun tidak ambisius dalam mencapai jabatan yang lebih tinggi kecuali memang ia didukung dan diminta maju ke posisi yang lebih tinggi lagi oleh pihak luar.
Presentasi diri yang digunakan oleh Jokowi untuk mendapatkan perhatian, dukungan, dan kepercayaan dari masyarakat ialah dengan blusukan atau langsung terjun ke lapangan dengan cara yang tidak biasa atau sederhana. Jokowi mendapatkan banyak simpati dari masyarakat melalui blusukan tersebut. Jokowi juga dikenal sebagai sosok yang dekat dengan rakyat, dari kedekatannya itulah Jokowi mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitar untuk menjadi capres dan membuat Megawati mengutusnya menjadi capres dari PDIP. Jokowi blusukan dan merakyat ke pasar-pasar untuk bertemu wong cilik hingga para pengusaha. Jokowi juga sering berdialog dan berdiskusi di Universitas dengan mahasiswa-mahasiswa dan pemilih muda lainnya. Sehingga dapat dinilai menjadi pemimpin yang diidamkan oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Upaya blusukan Jokowi ini dianggap berhasil untuk menaikkan citra Jokowi sebagai pemimpin dan juga dapat membantu menaikkan citra PDIP menjadi lebih baik lagi, sehingga ini disebut menjadi Jokowi Effect.
B.     Megawati
Masuknya Megawati ke kancah politik, berarti beliau telah mengingkari kesepakatan keluarganya untuk tidak terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya. Megawati tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak bicara. Ternyata memang berhasil. Suara untuk PDI naik. Dan beliau pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Pada tahun itu pula Megawati terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat.
Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya tidak terasa. Tampaknya, Megawati tahu bahwa beliau masih di bawah tekanan. Selain memang sifatnya pendiam, belaiu pun memilih untuk tidak menonjol mengingat kondisi politik saat itu. Maka belaiu memilih lebih banyak melakukan lobi-lobi politik di luar gedung wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya, yang silent operation, itu secara langsung atau tidak langsung, telah memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993 dia terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan pemerintah pada saat itu.
Megawati tumbuh besar di dunia politik sehingga memiliki jiwa kepemimpin yang timggi, beliau memiliki keyakinan dalam menjalankan system pemerintahan, konsep diri ini terstruktur dari lingkungan dan pengaruh besar ayahnya sebagai pemimpin negara pertama di Indonesia. Megawati mempunyai harga diri tinggi dan self efficacy tinggi, beliau beranggapan bahwa wanita juga pantas dan memiliki kemampuan untuk memimpin negara, dan itu beliau buktikan saat menjadi presiden pertama Indonesia.

3.      Teori Medan
A.    Jokowi
Jika kasus posisi Jokowi yang kemungkinan dicalonkan sebagai capres dihubungkan dengan teori medan, dapat dikatakan bahwa lingkungan adalah bagian yang mempengaruhi atau menentukan tingkah laku individu. Pengertian ruang hidup (medan) sendiri adalah keseluruhan kumpulan fakta yang ada pada suatu saat, yang mempengaruhi atau menentukan tingkah laku. Mencakup persepsi orang tentang dirinya sendiri dalam lingkungan fisik dan sosialnya saat itu, keinginan, kemauan, tujuan-tujuan, ingatan tentang masa lalu, imajinasinya mengenai masa depan, perasaan-perasaannya, dan sebagainya.
Desakan yang menguat agar Jokowi maju dalam pemilihan presiden merupakan persepsi orang lain tentang siapnya jiwa kepemimpinan dalam diri Jokowi.  Terlebih, Jokowi  telah mendapatkan mandat dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi capres dari PDI Perjuangan. Selain persepsi  orang lain tentang dirinya, keinginan, kemauan, tujuan-tujuan Jokowi sendiri pun akhirnya membentuk tingkah laku Jokowi yang patuh pada keputusan parpolnya untuk maju sebagai capres.
Dalam teori medan, terdapat konsep-konsep dinamika pokok dari Lewin yakni kebutuhan energi psikis, tegangan, kekuatan atau vektor dan valensi. Konstruk-konstruk dinamika ini menentukan lokomosi khusus dari individu dan cara ia mengatur struktur lingkungannya, Lokomosi dan perubahan-perubahan struktur berfungsi mereduksikan tegangan dengan cara memuaskan kebutuhan. Suatu tegangan dapat direduksikan dan keseimbanagan dipulihkan oleh suatu lokomosi substitusi. Proses ini menuntut bahwa dua kebutuhan erat bergantungan satu sama lain sehingga pemisahan salah satu kebutuhan adalah melepaskan tegangan dari sistem kebutuhan lainnya.
Vektor merupakan kekuatan psikologis yang mengenai seseorang, cenderung membuatnya bergerak ke arah tertentu. Dalam kasus ini, dukungan dari orang-orang sekitar adalah kekuatan psikologis yang mengenai Jokowi hingga kemudian membuatnya bergerak untuk mewujudkan harapan-harapan orang sekitar tentang jabatannya. Arah dan kekuatan vektor adalah fungsi dari valensi positif dan negatif dari satu atau lebih region dalam lingkungan psikologis. Jadi kalau satu region mempunyai valensi positif (misalnya berisi sesuatu yang diinginkan yang memberi keuntungan untuk Jokowi), vektor yang mengarahkan ke region itu mengenai lingkaran pribadi. Kalau region yang kedua valensinya negatif (berisi hal yang merugikan bagi Jokowi), vektor lain yang mengenai lingkaran pribadi mendorong menjauhi region tersebut. Jika beberapa vektor positif mengenai dia (seperti halnya ketika Jokowi harus menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur Jakarta, sedangkan beliau juga harus memenuhi keputusan parpolnya untuk naik sebagai capres), hasil gerakannya merupakan jumlah dari semua vektor. Situasi seperti ini sering melibatkan konflik, topik penelitiannya dimulai oleh Lewin dan menjadi topik yang sangat Iuas dari Miller dan Dollard.
B.     Megawati
Kasus “ngebetnya” Megawati menjadi presiden dapat pula dihubungkan dengan teori medan. Menurut Kurt Lewin pribadi dan lingkungan psikologi itu bersama-sama merupakan ruang hidup (life space). Sesuai dengan konsep dasar Lewin yaitu life space atau ruang hidup yang merupakan seluruh kejadian yang mempengaruhi individu, meliputi masa lampau (Megawati seorang putri dari presiden pertama di Indonesia. Megawati  pernah menjabat sebagai presiden wanita pertama di Indonesia), masa kini (kedudukan Megawati yang sangat dihormati oleh beberapa kalangan), dan masa yang akan datang (harapan-harapan juga keinginan Megawati ke depannya). Ketiganya mempengaruhi individu dalam berperilaku pada suatu waktu.
Lingkungan menjadi bagian yang mempengaruhi tingkah laku Megawati yang mencalonkan kembali dirinya sebagai presiden. Salah satu contoh yaitu keberadaan kubu loyalis Mega yang masih menghendaki Mega menjadi presiden di 2014 nanti. Menurut mereka Mega masih pantas memimpin negeri ini. Dorongan-dorongan seperti ini membawa Mega pada tindakannya. Terlebih, Megawati memegang kuasa dalam pengusungan capres PDIP di 2014. Kabarnya Megawati juga menyiapkan berbagai ancang-ancang seperti menerjunkan Prananda Prabowo, anak kedua Mega yang dikenal sebagai 'Mysterious Man' ini menjadi penerus tahta ibunya. Selain Prananda, yang juga tampak disiapkan menjadi penerus Mega adalah adik Prananda, Puan Maharani. Hal ini menggambarkan peran lingkungan masa lampau, masa kini, dan masa mendatang memberi pengaruh serta penentu tingkah laku individu.

4.      Teori Peran
A.    Jokowi
Dalam Teori Peran, Jokowi merupakan aktor dalam dunia politik yang dia geluti sekarang. Dan orang lain yang memiliki hubungan dengan Jokowi disebut target (sasaran). Menurut Biddle & Thomas ada lima istilah tentang perilaku dalam kaitannya dengan peran:
a.       Expectation (harapan)
Jokowi yang sekarang menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta tentu memiliki expectation dari masyarakat yang pantas sesuai kedudukannya. Contohnya, masyarakat DKI Jakarta berharap Jokowi dapat meminimalisir masalah yang ada di ibukota seperti, banjir, kemacetan, pengangguran, dan sebagainya.
b.      Norm (norma)
Norma adalah salah satu bentuk harapan. Norma ini ada dimasyarakat dalam bentuk harapan terhadap Jokowi. Misalnya Jokowi diharapkan menjadi pemimpin yang baik dan dapat memenuhi harapan-harapan rakyatnya.
c.       Performance (wujud perilaku)
Wujud perilaku Jokowi dapat terlihat dari hasil kerja dia sebagai gubernur DKI Jakarta. Ada bebrapa perubahan pembangunan dan perbaikan yang dia lakukan dalam memajukan kota Jakarta, walaupun belum sepenuhnya terpenuhi. Disamping perannya sebagai gubernur Jakarta, Jokowi juga memiliki peran sebagai bawahan dari Mega. Wujud perilaku Jokowi dapat dilihat dari kepatuhan Jokowi terhadap Mega.
d.      Evaluation (penilaian) dan sanction (sanksi)
Jokowi dalam memainkan perannya tentu memiliki penilaian dari orang sekitarnya (masyarakat). Oleh karena itu, ada pro dan kontra terhadap eksistensi Jokowi. Ada yang menilai baik dan bangga, namun juga ada yang menyayangkan peran Jokowi yang sedang menjabat sebagai gubernur  DKI Jakarta malah menjadi capres. Kesan tersebut bagi sebagian orang menganggap Jokowi seolah-olah melepas tanggung jawabnya sebagai gubernur. Bagaimanapun penilaian ini diberikan oleh masyarakat menurut persepsi mereka masing-masing.
Dalam kaitannya dengan peran yang harus dilakukan, tidak semuanya mampu untuk menjalankan peran yang melekat dalam dirinya. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi kekurangberhasilan dalam menjalankan perannya. Dalam ilmu sosial, ketidakberhasilan ini terwujud dalam role conflict dan role strain. Jokowi juga tentunya berpotensi mengalaminya.
Peran yang dimainkan oleh Jokowi di dunia politik cukup banyak, dia sebagai Gubernur DKI Jakarta, sebagai Capres 2014, sebagai bawahan Megawati dan anggota PDIP, sebagai  partner kerja di kantor, dan sebagai pemimpin. Hal ini memicu konflik dalam dirinya karena harapan-harapan atas peran yang dimainkan ada pertentangan.
Posisi yang di duduki Jokowi dapat menjadi stresor. Hal ini dikarenakan adanya peran berlebih dan  terjadi konflik peran yang ada pada dirinya. Jokowi pada saat ini masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, namun dia juga mendapat mandat dari Mega sebagi capres. Tentunya ini memicu kebingungan pada dirinya. Bahkan banyak tudingan masyaarakat yang menganggap Jokowi adalah bonekanya Mega, konglomerat, negara asing, dan zionis. Dalam bebarapa kesempatan Jokowi saat diwawancarai terlihat lesu dan tidak bersemangat menjawab pertanyaan. Hal ini dapat menjadi indikator stress yang dialaminya.
Selain itu, aktivitas khas Jokowi yang biasa disebut "blusukan" juga menjadi bumerang bagi dia. Hal ini karena ada pihak-pihak tertentu yang memandang dia sebagai orang yang terlalu ambisius menjadi presiden RI. Pendapat-pendapat masyarakat tentu memengaruhi diri Jokowi. Jokowi bahkan berkomentar dengan tegas mengenai persepsi masyarakat tentang dirinya sebagai capres boneka, "Bu Mega matang secara pengalaman politik. Dia salah satu mentor saya. Beliau memiliki pengaruh besar dalam karir politik saya," tegas Jokowi.
Jokowi nampaknya mulai merasakan ketegangan, konflik, dan stress dalam dirinya. Banyaknya tudingan pihak-pihak tertentu merupakan stresor utama bagi dia. Ditambah lagi eksistensi dia di masyarakat mulai menurun. Namun, adanya dukungan pihak lain yang masih mempercayai Jokowi dapat menjadi penyeimbang peran Jokowi sehingga dia masih dapat memainkan perannya. Bagaimanapun, Jokowi dapat dikatakan mampu menjalankan peran-peran yang dia mainkan, walaupun banyak pertentangan yang terjadi dalam memainkannya.
B.     Megawati
Peran megawati sebagai anak dari bapak soekarno. Peranan orang tua memang sangat berpengaruh terhadap anak, tidak banyak jauh perbedaannya antara megawati dengan ayahnya. Terutama dalam hal memimpin, beliau masih tetap memperjuangkan dan meneruskan kepemimpinan sang ayah.
Peran megawati sebagai presiden. Megawati  sebagai presiden(sebagai pemimpin) memiliki prinsip dalam kepemimpinannya, yaitu kejujuran, kerendahan hati, keteguhan, keikhlasan, dan kesabaran. Sehingga tidak salah kalau megawati merupakan pemimpin yang baik dan tegas.
Peran megawati sebagai mantan presiden. Sebagai mantan presiden megawati masih memperlihatkan kecakapannya dalam memegang sebuah jabatan yakni sebagai  tokoh sentral ditubuh PDIP atau dengan kata lain, sebagai otaknya dalam partai PDIP.
Peran megawati sebagai ketua umum partai PDIP. Megawati semakin menunjukan jati dirinya sebagai mantan presiden dengan kepemimpinan yang sangat tegas, yang  tujuannya tentu saja untuk memajukan partainya menjadi partai nomor satu di negeri ini. Salah satunya dengan cara memberikan mandat kepada Jokowi untuk menjadi capres partainya.
Peran-peran yang dimainkan oleh Megawati banyak berpengaruh terhadap dirinya, terlebih yang dijalaninya adalah peran berlebih. Hal ini dapat memicu ketegangan dalam dirinya. Dalam teori peran, individu memiliki cara untuk menyesuaikan perannya, salah satunya adalah keselarasan peran dan pengetahuan mengenai peran yang diemban. Hal ini dapat dibuktikan bahwa Megawati berhasil memainkan perannya dengan baik lewat sikap yang dia tampilkan dipublik.



BAB III
PENUTUP
3.1.      Kesimpulan
Dari analisis yang kami lakukan, kami dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1.      Sikap Jokowi sekarang adalah peduli, tegas, sederhana, dan berani menantang cemoohan orang-orang mengenai dirinya. Selain itu, Jokowi juga memiliki sikap yang patuh terhadap Mega yang memberinya mandat sebagai capres Pemilu 2014. Sedangkan sikap Mega terlihat bijak dalam menghadapi stigma mengenai dirinya yang dianggap masih terobsesi menjadi presiden. Beliau memutuskan menjadikan Jokowi sebagai capres dengan berbagai pertimbangan. Hal diatas dapat diketahui bahwa sikap itu terbentuk dari interaksi sosial mereka.
2.      Dalam teori self yang telah dianalisis melalaui sudut pandang Jokowi dapat disimpulkan bahwa Jokowi memiliki konsep diri positif, harga diri tinggi, manajemen diri yang baik, dan memiliki presentasi diri khas yang biasa disebut dengan “blusukan”. Hal tersebut juga tidak jauh berbeda dengan diri Mega yang memiliki konsep diri positif dan tersetuktur. Mega juga memiliki harga diri dan efikasi diri yang tinggi. Dalam presentasi diri Mega memang lebih kemetode promosi diri, namun akhir-akhir ini Mega juga terlihat sering melakukan “blusukan” bersama Jokowi.
3.      Teori Medan ibarat lingkungan yang memengaruhi kepribadian seseorang. Di sini jelas kepribadian Jokowi dipengaruhi oleh lingkungannya, terutama lingkungan dalam lingkup politik. Dan Mega pun demikian yang memiliki lingkungan politik yang kental bahkan sejak dia muda, hal ini mengingat dia adalah anak dari pelopor kemerdekaan Indonesia.
4.      Baik Jokowi ataupun Mega, mereka memiliki masing-masing peran yang diemban. Mereka sama-sama memiliki peran berlebih yang dapat saja memicu ketegangan dalam dirinya. Namun hal ini nampak terlihat baik-baik saja karena mereka tidak menunjukkan sikap yang mengarah destruktif atau agresif, hal tersebut karena mereka dapat menyesuaikan diri dengan peran yang mereka emban masing-masing. Melalui peran yang mereka emban, secara tidak langsung mereka juga memiliki harapan-harapan masyarakat mengenai perannya dan mereka pun juga menjadi objek penilaian dari masyarakat itu sendiri.

3.2.      Saran
Berdasarkan analisis yang kami lakukan, kami memiliki beberapa saran mengenai topik tentang Jokowi-Mega yang sedang hangat dimasyarakat. Berikut adalah saran kami:
1.      Sebagai aktor, Jokowi-Mega hendaknya memiliki sikap yang sesuai peran yang mereka emban. Terutama mereka ada dalam kancah politik yang merupakan sorotan masyarakat mengenai keberhasilan bangsa ini. Jokowi-Mega juga sebaiknya dapat bersikap netral dan bijak terhadap stigma masyarakat mengenai mereka.
2.      Untuk masyarakat sendiri, sebaiknya kita dapat berpikir kritis. Kita harus dapat membedakan yang mana fakta dan yang mana isu tidak jelas. Dalam menilai seseorang, kita hendaknya dapat berpikir reflektif sehingga jelas kebenarannya.
3.      Menjelang pemilihan presiden Juni 2014 mendatang, sebaiknya kita sebagai warga negara yang baik dapat berkontribusi dengan jujur dan bersih. Selain itu, diharapkan dengan adanya analisis yang kami lakukan ini dapat menambah pengetahuan mengenai calon presiden yang akan kita pilih.



DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, SW. 2011.Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers
Soekanto, S. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers
Djaali, H. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara



 

  • Share:

You Might Also Like

0 comments